Ajak Masyarakat Peduli Hak Cipta Kreator Konten
KPI Pusat Gandeng Universitas Udayana Gelar Seminar
Komisioner KPI Pusat Yuliandre Darwis menyebut isu perlindungan hak cipta konten penyiaran di medsos perlu dipikirkan semua pihak. Jika tidak, satu saat dapat muncul kegaduhan yang tidak diperlukan.
DENPASAR, NusaBali
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bekerjasama dengan Universitas Udayana (Unud) menggelar seminar bertajuk ‘Perlindungan Hak Cipta Konten Penyiaran di Media Sosial’, bertempat di Ruang Nusantara Gedung Agrokompleks Kampus Unud Sudirman, Denpasar, Rabu (11/5) pagi. Komisioner KPI Pusat Yuliandre Darwis, menuturkan permasalahan hak cipta produk penyiaran di media sosial (medsos) seakan menjadi isu yang sumir di masyarakat. Masyarakat masih belum banyak yang paham etika dalam mengutip satu karya penyiaran di media sosial.
“Bayangkan kalau semua (konten) YouTube dipakai oleh industri televisi, mereka (pembuat konten) tidak pernah diapresiasi,” sebut Yuliandre, ditemui seusai kegiatan seminar.
Seminar tersebut menghadirkan sejumlah narasumber, yakni Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong, praktisi kekayaan intelektual Justisiari P Kusumah, dan akademisi Universitas Padjajaran Prof Dr Ahmad Ramli.
Sekitar 100 peserta terdiri dari pemimpin lembaga penyiaran di Bali, para praktisi penyiaran, dan mahasiswa hadir menyimak pemaparan mereka.
Yuliandre melanjutkan, isu tersebut perlu dipikirkan bersama-sama semua pihak, pasalnya industri digital akan berkembang semakin cepat. Jika tidak segera diantisipasi, satu saat dapat muncul kegaduhan yang tidak diperlukan.
Untuk itu, KPI Pusat menggandeng Unud selaku lembaga pendidikan dan penelitian agar isu mengenai hak cipta karya penyiaran media sosial terus bergema di masyarakat dan dicarikan solusinya yang tepat.
Pun, dalam seminar dengan mengundang pihak lembaga penyiaran (televisi) agar mereka lebih concern dengan penggunaan konten-konten para kreator media sosial. “Kita ingin semua content creator maupun produser yang menciptakan karya, mereka mempunyai right (hak cipta), tidak bisa semena-mena kita ambil bahwa itu adalah karya kita, kita edit,” ungkap Yuliandre.
Yuliandre mengemukakan, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta belum mengatur dengan jelas soal hak cipta konten penyiaran di media sosial. Dia berharap seminar yang diadakan kali ini dapat memicu pemikiran untuk membuat kebijakan lebih lanjut, apakah oleh KPI sendiri atau dari pihak Kementerian Kominfo nantinya.
Rektor Unud Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara MEng, berharap pembahasan isu hak cipta produk penyiaran di media sosial tidak hanya sampai pada meja seminar saja. Dia berjanji akan terus mendukung perlindungan hak cipta para kreator konten penyiaran di media sosial.
Dia pun berharap mahasiswa bisa mengambil pelajaran dari seminar kali ini, ikut memikirkan bagaimana sebaiknya hak cipta dilindungi pada zaman globalisasi saat ini.
“Mudah-mudahan para mahasiswa bisa mengasah kemampuan mereka, sehingga memiliki kesensitifan dengan isu di zaman globalisasi, sehingga bisa memberikan kontribusi baik dalam konteks pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga nantinya bisa berkontribusi membuat suatu regulasi yang dibutuhkan masyarakat,” tandas Prof Antara. *cr78
“Bayangkan kalau semua (konten) YouTube dipakai oleh industri televisi, mereka (pembuat konten) tidak pernah diapresiasi,” sebut Yuliandre, ditemui seusai kegiatan seminar.
Seminar tersebut menghadirkan sejumlah narasumber, yakni Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong, praktisi kekayaan intelektual Justisiari P Kusumah, dan akademisi Universitas Padjajaran Prof Dr Ahmad Ramli.
Sekitar 100 peserta terdiri dari pemimpin lembaga penyiaran di Bali, para praktisi penyiaran, dan mahasiswa hadir menyimak pemaparan mereka.
Yuliandre melanjutkan, isu tersebut perlu dipikirkan bersama-sama semua pihak, pasalnya industri digital akan berkembang semakin cepat. Jika tidak segera diantisipasi, satu saat dapat muncul kegaduhan yang tidak diperlukan.
Untuk itu, KPI Pusat menggandeng Unud selaku lembaga pendidikan dan penelitian agar isu mengenai hak cipta karya penyiaran media sosial terus bergema di masyarakat dan dicarikan solusinya yang tepat.
Pun, dalam seminar dengan mengundang pihak lembaga penyiaran (televisi) agar mereka lebih concern dengan penggunaan konten-konten para kreator media sosial. “Kita ingin semua content creator maupun produser yang menciptakan karya, mereka mempunyai right (hak cipta), tidak bisa semena-mena kita ambil bahwa itu adalah karya kita, kita edit,” ungkap Yuliandre.
Yuliandre mengemukakan, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta belum mengatur dengan jelas soal hak cipta konten penyiaran di media sosial. Dia berharap seminar yang diadakan kali ini dapat memicu pemikiran untuk membuat kebijakan lebih lanjut, apakah oleh KPI sendiri atau dari pihak Kementerian Kominfo nantinya.
Rektor Unud Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara MEng, berharap pembahasan isu hak cipta produk penyiaran di media sosial tidak hanya sampai pada meja seminar saja. Dia berjanji akan terus mendukung perlindungan hak cipta para kreator konten penyiaran di media sosial.
Dia pun berharap mahasiswa bisa mengambil pelajaran dari seminar kali ini, ikut memikirkan bagaimana sebaiknya hak cipta dilindungi pada zaman globalisasi saat ini.
“Mudah-mudahan para mahasiswa bisa mengasah kemampuan mereka, sehingga memiliki kesensitifan dengan isu di zaman globalisasi, sehingga bisa memberikan kontribusi baik dalam konteks pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga nantinya bisa berkontribusi membuat suatu regulasi yang dibutuhkan masyarakat,” tandas Prof Antara. *cr78
Komentar