Bali Lockdown Hewan Ternak Pembawa PMK
Lalulintas Ternak Keluar-Masuk Bali Dihentikan Sementara
DENPASAR, NusaBali
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan Pangan) Provinsi Bali bergerak cepat mengantisipasi penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak yang saat ini merebak di wilayah Jawa Timur.
Salah satu kebijakan yang saat ini diambil Distan Pangan Bali adalah melakukan lockdown ternak yang memiliki potensi menyebarkan PMK, yakni sapi, kambing, kerbau dan babi. Lalulintas keluar dan masuk Bali hewan-hewan ternak ini dihentikan sementara. Selain itu pihak terkait telah diajak berkoordinasi termasuk Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar yang kini petugasnya sudah tersebar di 9 kabupaten/kota untuk melakukan pengawasan ketat.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Dr I Wayan Sunada SP MAgb, mengungkapkan begitu berita resmi soal PMK dari Kementerian Pertanian diterima pada 6 Mei 2022 lalu, pihaknya langsung menindaklanjuti dengan bersurat kepada dinas terkait di kabupaten/kota yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan, termasuk kepada Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar.
"Kami juga melaksanakan pertemuan untuk mempercepat pencegahan dan kita perketat pengawasan terhadap masuknya ternak dari luar Bali," ujar birokrat asal Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan ini ketika dikonfirmasi NusaBali, Jumat (13/5).
Sehari setelah menerima berita resmi dari Kementan pada 7 Mei 2022, bertempat di Kabupaten Jembrana, Distan Pangan Bali juga langsung melaksanakan rapat dengan melibatkan KP3 (Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan) Gilimanuk, Balai Karantina Kelas I Denpasar, Komisi II DPRD Bali, beserta stakeholder peternakan untuk duduk bersama menyikapi kemungkinan mewabahnya PMK di Bali.
"Kita sudah membuat biosecurity di Terminal II Pelabuhan Gilimanuk. Setiap truk yang masuk kita semprot dengan disinfektan untuk mengantisipasi truk-truk yang ditempeli virus PMK," tambah Kadis Sunada. Distan Pangan Bali juga berkoordinasi dengan BBVet Denpasar, sehingga mulai tanggal 7 Mei 2022 petugas BBVet Denpasar sudah ditempatkan di masing-masing kabupaten untuk mendeteksi hewan-hewan ternak yang memiliki ciri-ciri penyakit PMK dan bisa segera ditindaklanjuti.
"Untuk Bali sampai saat ini aman, belum ada laporan mengenai adanya kasus PMK," sebut Sunada. Lebih jauh disampaikan pertemuan lanjutan dilaksanakan bersama Komisi II DPRD Bali melibatkan BBVet, Balai Karantina Kelas I Denpasar, dokter hewan se-Bali, dan PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia), hingga akhirnya disepakati dibentuk Satgas khusus untuk menangani kemungkinan penyebaran PMK di Bali. "Anggotanya hari ini (kemarin, Red) sedang kita susun," ungkap Mantan Sekretaris Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali ini.
Kebijakan yang saat ini diambil Distan Pangan Bali adalah melakukan 'lockdown' ternak yang memiliki potensi menyebarkan PMK. "Hewan yang masuk ke Bali kita stop, kita lockdown, kalau sapi dan babi memang sudah ada Perdanya tidak boleh masuk ke Bali," terang Sunada. Kebijakan tersebut termasuk menyetop untuk sementara pengiriman sapi Bali ke luar Bali. Sebagai salah satu sentra daging sapi di Indonesia, Bali setidaknya mengirimkan 5.000 ekor sapi setiap bulannya terutama ke wilayah Pulau Jawa.
Sunada menuturkan tindakan tersebut terpaksa dilakukan untuk sementara sembari menunggu kasus PMK di Indonesia mereda. Kadis mewanti-wanti PMK jangan sampai masuk ke wilayah Bali karena akan semakin merugikan para peternak di Bali. Menurut Kadis, PMK sejatinya sudah cukup lama tidak muncul di Indonesia, setelah terakhir dilaporkan muncul pada tahun 1986. Untuk di Bali sendiri, pada saat itu memang tidak sampai menjadi tempat penyebaran PMK.
Namun begitu, Sunada meminta masyarakat terutama peternak sapi, babi, kambing, ataupun kerbau di Bali untuk terus mewaspadai ciri-ciri ternak terkena PMK, yakni ditandai dengan berbagai gejala seperti demam (hingga 41 derajat celsius), hidung ternak berlendir, tidak nafsu makan, hingga menggigil. "Kalau sudah menunjukkan gejala itu, kemungkinan besar PMK," sebut Kadis.
Jika menemukan gejala seperti yang disebutkan, masyarakat diharapkan segera melapor ke petugas yang ada di kabupaten/kota supaya bisa cepat dilakukan pengambilan darah dan diuji ke laboratorium. Dia pun menyampaikan jika sampai hewan ternak positif terkena PMK jalan satu-satunya adalah melakukan eliminasi agar virus yang dibawa tidak sampai menyebar lebih jauh. Kadis Sunada menyampaikan jangan sampai kasus PMK seperti di Jawa Timur yang telah mengakibatkan kematian ternak sampai sekitar 1.450 ekor terjadi di Pulau Dewata.
"Jangan membawa masuk ke Bali ternak-ternak sapi, babi, kambing, kerbau, karena ternak-ternak tersebut yang membawa PMK," ucap Kadis Sunada. Selain menutup pintu masuk Bali untuk ternak pembawa PMK, para peternak juga bisa melakukan tindakan pecegahan dengan menjaga imun ternak melalui pemberian pakan yang sehat dan menjaga kebersihan kandang sehingga kesejahteraan hewan ternak terjamin.
Di sisi lain, Sunada meyakinkan, jika konsumsi daging ternak sapi, kambing, babi, atau kerbau saat ini masih layak dikonsumsi oleh manusia. Dia menjelaskan penelitian terkini menyebutkan virus penyebab PMK tidak menular kepada manusia. "Konsumsi daging sapi, babi, kambing, kerbau, tidak masalah," tandas Kadis Sunada.
Untuk diketahui, Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) atau dikenal sebagai Foot and Mouth Disease (FMD) dan Apthtae Epizooticae adalah penyakit hewan menular bersifat akut yang disebabkan oleh virus tipe A dari keluarga Picornaviridae, genus Apthovirus. Masa inkubasinya antara 2-14 hari. Penyakit ini rentan menulari hewan ternak seperti sapi, kerbau, unta, gajah, rusa, kambing, domba, dan babi.
Terpisah Virolog Universitas Udayana, Prof Dr drh I Gusti Ngurah Kade Mahardika, menyampaikan virus PMK sangat kecil kemungkinannya menular kepada manusia. Menurut Prof Mahardika, virus PMK masih dimungkinkan menular kepada manusia, namun kasus tersebut sangat jarang terjadi.
"Manusia bisa tertular walau jarang, dan biasanya gejala ringan," kata Prof Mahardika. Lebih jauh disampaikan, virus yang mengakibatkan PMK mudah rusak akibat pemanasan. Karena itu dianjurkan memasak daging sapi, kambing, babi, atau kerbau dengan benar, untuk mengantisipasi kemungkinan tertular virus PMK.
Namun begitu, Prof Mahardika tetap mengingatkan untuk tidak mengonsumsi daging hewan yang sudah terbukti sakit. "Tetapi memotong dan mengkonsumsi hewan sakit tidak etis," tandas guru besar Unud asal Jembrana ini. *cr78
1
Komentar