Terkesan Musim Gugur dan Kebiasaan Bergerak Cepat
Perjuangan Gung Cik untuk lolos menjadi duta Indonesia patut diacungi jempol. Selain sibuk membagi waktu antara kuliah, pekerjaan, dia juga sempat terserang penyakit DB dan harus dirawat inap selama seminggu.
I Gusti Ayu Agung Diah Acintya, Duta Pertukaran Pemuda Indonesia -Korsel Tahun 2016
DENPASAR, NusaBali
Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI setiap tahun membuka peluang bagi pemuda-pemudi yang aktif dan berkarakter untuk meraih pengalaman tak terlupakan dan menjadi Duta Muda Indonesia melalui program Pertukaran Pemuda Antar Negara dan Kapal Pemuda Nusantara. Pada Tahun 2016 lalu, sebanyak 8 Pemuda Bali menikmati perjalanan bersejarah ke luar negeri ini. Salah satunya, I Gusti Ayu Agung Diah Acintya sebagai Youth Leader Delegasi Pemuda Indonesia untuk Program Pertukaran Pemuda Indonesia-Korea Selatan tahun 2016. Indonesia - Korea Youth Exchange Program (IKYEP) adalah Program Pertukaran Pemuda Indonesia dan Korea Selatan (PPI-Kor) yang bertujuan untuk memperkuat hubungan strategis antar kedua negara dengan membangun hubungan saling memahami antar para pemudanya.
Ditemui di Denpasar, baru-baru ini, putri dari pasangan I Gusti Bagus Kastawan S SE dan Anak Agung Ayu Sri Rejeki ini mengisahkan keseruan pengalaman pertamanya ini ke luar negeri.
Berawal dari informasi tentang program ini yang diperoleh dari seorang teman kuliah yang juga merupakan anggota Purna Caraka Muda Indonesia Bali (PCMI Bali) sebagai wadah organisasi bagi para pemuda dari setiap provinsi di Indonesia yang telah menunaikan tugas sebagai seorang Duta Muda mewakili daerahnya maupun Negaranya. “Setelah mencari informasi lebih jauh saya mengetahui bahwa pada tahun 2016 PCMI mengadakan seleksi untuk memilih kandidat program Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) dan Kapal Pemuda Nusantara (KPN). Karena tertarik dengan Korea Selatan dan memang berharap dapat ke luar negeri, maka saya memilih untuk mendaftarkan diri pada program Pertukaran Pemuda Indonesia - Korea Selatan (PPI-Kor),” jelas dara cantik yang akrab disapa Gung Cik ini.
Program ini memiliki batas usia sehingga Gung Cik dengan segera mempersiapkan berkas-berkas untuk mendaftarkan diri. Di tengah kesibukannya menempuh studi S2 Program Magister Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unud sekaligus sedang bekerja di salah satu hotel di kawasan Sanur, ia memutuskan untuk mendaftar. “Saya rasa saya tidak boleh menunda-nunda kesempatan,” ungkapnya. Saat sibuk membagi waktu antara kuliah, pekerjaan dan persiapan program, Gung Cik dihadapkan pada sebuah tantangan karena ia terserang penyakit Demam Berdarah (DB) dan harus dirawat inap selama seminggu. “Salah satu essay yang merupakan syarat pendaftaran bahkan saya kerjakan di rumah sakit dan berkasnya harus dikumpulkan dengan bantuan adik laki-laki saya,” ungkapnya.
Dalam perjalanan, Program PPI-Kor ternyata menjadi program favorit bagi para pemudi Bali. Terbukti jumlah pendaftarnya yang mencapai 40-an orang. Padahal kuota Bali untuk program tersebut adalah 1 orang perempuan. Maka itu Gung Cik harus bersaing ketat dengan 40 peserta lainnya. “Kami melalui tahap seleksi interview, tes wawasan kebudayaan, kemampuan seni, dan psikologi untuk dapat lolos ke 5 besar,” kenangnya.
Beruntung, seleksi tahap awal mengantarkannya masuk 5 besar dan melanjutkan tahap seleksi berikutnya berupa leaderless discussion, uji pemahaman tentang wawasan umum, dan lain-lain. “Masuk 5 besar sudah menjadi pengalaman yang luar biasa. Apalagi setelah dewan juri memberi kepercayaan pada saya untuk menjadi delegasi PPI-Kor, saya sangat bersyukur,” ungkapnya.
Sejak terpilih di bulan April, ia memiliki waktu kurang lebih 5 bulan untuk mempersiapkan diri sebelum diberangkatkan program. “Saya dan delegasi Bali lainnya menjalani begitu banyak program pembekalan berupa homestay untuk lebih memahami Bali dan Indonesia dari berbagai aspek. Kami juga mempersiapkan penampilan seni yang akan dipentaskan dan pakaian - pakaian daerah yang akan di tampilkan di negara tujuan,” jelasnya.
Tepat pada tanggal 22 Oktober 2016, ia dilepas oleh Ketua PCMI Bali untuk berangkat program. Para delegasi terlebih dahulu berkumpul di Jakarta untuk mengikuti persiapan pra keberangkatan bersama seluruh delegasi dari provinsi lainnya. “Pada tanggal 26 Oktober 2016 kami berangkat ke Korea Selatan. Pada saat itu saya mengemban tugas sebagai Youth Leader (YL) Kontingen 2016,” jelasnya.
Program IKYEP / PPI-Kor ini terdiri dari 2 fase. Fase Korea dan Fase Indonesia. Pada Fase Korea para delegasi berkesempatan mengunjungi tempat-tempat penting dan bersejarah, museum, kunjungan ke Kementrian dan Kedutaan Besar RI, berbagi dengan para pemuda Korea, serta berinteraksi langsung merasakan hidup bersama keluarga Korea dalam program homestay. “Awalnya perlu usaha ekstra untuk menyesuaikan diri dengan temperatur musim gugur di Korea yang berkisar antara 3 hingga -6 derajat celcius. Beruntung bisa dilalui, karena yang menarik perhatian adalah suasana musim gugur yang didominasi warna orange,” kenangnya.
Kebiasan menarik yang ia jumpai dari masyarakat di sana adalah kebiasaan untuk bergerak cepat. Mereka seringkali mengucapkan "Paliii... Paliiiii... " yang artinya "Cepat... cepat..". “Artinya kami diminta untuk berjalan lebih cepat atau menyelesaikan sesuatu dengan lebih cepat. Rupanya kebiasan ini berawal dari masa kemerdekaan mereka dahulu. Mereka dituntut untuk bergerak cepat, efektif, dan efisien dalam segala hal agar tidak tertinggal dari negara lainnya yang tidak mengalami penjajahan,” ujarnya.
Hal yang paling berkesan adalah ketika para delegasi Indonesia berkesempatan untuk menampilkan kebudayaan Indonesia berupa tarian dan nyanyian daerah di aula utama pusat kepemudaan Korea Selatan. “Seluruh penonton tampak antusias dan menikmati, serta tidak ada rasa haru dan bangga yang dapat menggantikan pengalaman tersebut,” terangnya.
Setelah selama 10 hari berada di Korea, delegasi kembali ke Indonesia untuk mempersiapkan diri pada fase Malang. Delegasi pemuda Korea menyusul kemudian dan kami bertemu di Jakarta untuk tahap pengenalan. “Dari program ini saya mendapat seorang counterpart program bernama Chae Moon Hee. Kami melanjutkan program homestay di Kota Malang, Jawa Timur. Rasanya senang sekali bisa memperkenalkan kebudayaan Indonesia kepada mereka. Kami belajar kebudayaan, berlatih gambelan dan tarian Jawa bersama. Kami juga tinggal bersama seorang keluarga yang sangat baik dan menyenangkan. Pengalaman menariknya adalah ketika kami berkesempatan mengunjungi Gunung Bromo. Para delegasi Korea tampak sangat antusias, meskipun beberapa diantaranya juga kelelahan. Saat yang paling mengharukan adalah ketika harus melepas keberangkatan kawan - kawan Korea kami untuk kembali ke negara asalnya. Seluruh kontingen menangis,” kenangnya.
Ditambahkan Gung Cik, Program ini membuka pemikirannya bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Mulai dari sekedar berharap dapat ke luar negeri hingga menjadi Duta Muda Indonesia. “Halangan akan senantiasa menguji niat kita namun jangan pernah berhenti. Seperti menemukan sebuah batu besar di tengah jalan, berbeloklah, menyampinglah, atau lakukan berbagai cara untuk melewati batu itu. Yang penting tetap lakukan sesuatu. Jangan pernah berhenti mengejar mimpi,” ujarnya penuh motivasi. * nvi
DENPASAR, NusaBali
Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI setiap tahun membuka peluang bagi pemuda-pemudi yang aktif dan berkarakter untuk meraih pengalaman tak terlupakan dan menjadi Duta Muda Indonesia melalui program Pertukaran Pemuda Antar Negara dan Kapal Pemuda Nusantara. Pada Tahun 2016 lalu, sebanyak 8 Pemuda Bali menikmati perjalanan bersejarah ke luar negeri ini. Salah satunya, I Gusti Ayu Agung Diah Acintya sebagai Youth Leader Delegasi Pemuda Indonesia untuk Program Pertukaran Pemuda Indonesia-Korea Selatan tahun 2016. Indonesia - Korea Youth Exchange Program (IKYEP) adalah Program Pertukaran Pemuda Indonesia dan Korea Selatan (PPI-Kor) yang bertujuan untuk memperkuat hubungan strategis antar kedua negara dengan membangun hubungan saling memahami antar para pemudanya.
Ditemui di Denpasar, baru-baru ini, putri dari pasangan I Gusti Bagus Kastawan S SE dan Anak Agung Ayu Sri Rejeki ini mengisahkan keseruan pengalaman pertamanya ini ke luar negeri.
Berawal dari informasi tentang program ini yang diperoleh dari seorang teman kuliah yang juga merupakan anggota Purna Caraka Muda Indonesia Bali (PCMI Bali) sebagai wadah organisasi bagi para pemuda dari setiap provinsi di Indonesia yang telah menunaikan tugas sebagai seorang Duta Muda mewakili daerahnya maupun Negaranya. “Setelah mencari informasi lebih jauh saya mengetahui bahwa pada tahun 2016 PCMI mengadakan seleksi untuk memilih kandidat program Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) dan Kapal Pemuda Nusantara (KPN). Karena tertarik dengan Korea Selatan dan memang berharap dapat ke luar negeri, maka saya memilih untuk mendaftarkan diri pada program Pertukaran Pemuda Indonesia - Korea Selatan (PPI-Kor),” jelas dara cantik yang akrab disapa Gung Cik ini.
Program ini memiliki batas usia sehingga Gung Cik dengan segera mempersiapkan berkas-berkas untuk mendaftarkan diri. Di tengah kesibukannya menempuh studi S2 Program Magister Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unud sekaligus sedang bekerja di salah satu hotel di kawasan Sanur, ia memutuskan untuk mendaftar. “Saya rasa saya tidak boleh menunda-nunda kesempatan,” ungkapnya. Saat sibuk membagi waktu antara kuliah, pekerjaan dan persiapan program, Gung Cik dihadapkan pada sebuah tantangan karena ia terserang penyakit Demam Berdarah (DB) dan harus dirawat inap selama seminggu. “Salah satu essay yang merupakan syarat pendaftaran bahkan saya kerjakan di rumah sakit dan berkasnya harus dikumpulkan dengan bantuan adik laki-laki saya,” ungkapnya.
Dalam perjalanan, Program PPI-Kor ternyata menjadi program favorit bagi para pemudi Bali. Terbukti jumlah pendaftarnya yang mencapai 40-an orang. Padahal kuota Bali untuk program tersebut adalah 1 orang perempuan. Maka itu Gung Cik harus bersaing ketat dengan 40 peserta lainnya. “Kami melalui tahap seleksi interview, tes wawasan kebudayaan, kemampuan seni, dan psikologi untuk dapat lolos ke 5 besar,” kenangnya.
Beruntung, seleksi tahap awal mengantarkannya masuk 5 besar dan melanjutkan tahap seleksi berikutnya berupa leaderless discussion, uji pemahaman tentang wawasan umum, dan lain-lain. “Masuk 5 besar sudah menjadi pengalaman yang luar biasa. Apalagi setelah dewan juri memberi kepercayaan pada saya untuk menjadi delegasi PPI-Kor, saya sangat bersyukur,” ungkapnya.
Sejak terpilih di bulan April, ia memiliki waktu kurang lebih 5 bulan untuk mempersiapkan diri sebelum diberangkatkan program. “Saya dan delegasi Bali lainnya menjalani begitu banyak program pembekalan berupa homestay untuk lebih memahami Bali dan Indonesia dari berbagai aspek. Kami juga mempersiapkan penampilan seni yang akan dipentaskan dan pakaian - pakaian daerah yang akan di tampilkan di negara tujuan,” jelasnya.
Tepat pada tanggal 22 Oktober 2016, ia dilepas oleh Ketua PCMI Bali untuk berangkat program. Para delegasi terlebih dahulu berkumpul di Jakarta untuk mengikuti persiapan pra keberangkatan bersama seluruh delegasi dari provinsi lainnya. “Pada tanggal 26 Oktober 2016 kami berangkat ke Korea Selatan. Pada saat itu saya mengemban tugas sebagai Youth Leader (YL) Kontingen 2016,” jelasnya.
Program IKYEP / PPI-Kor ini terdiri dari 2 fase. Fase Korea dan Fase Indonesia. Pada Fase Korea para delegasi berkesempatan mengunjungi tempat-tempat penting dan bersejarah, museum, kunjungan ke Kementrian dan Kedutaan Besar RI, berbagi dengan para pemuda Korea, serta berinteraksi langsung merasakan hidup bersama keluarga Korea dalam program homestay. “Awalnya perlu usaha ekstra untuk menyesuaikan diri dengan temperatur musim gugur di Korea yang berkisar antara 3 hingga -6 derajat celcius. Beruntung bisa dilalui, karena yang menarik perhatian adalah suasana musim gugur yang didominasi warna orange,” kenangnya.
Kebiasan menarik yang ia jumpai dari masyarakat di sana adalah kebiasaan untuk bergerak cepat. Mereka seringkali mengucapkan "Paliii... Paliiiii... " yang artinya "Cepat... cepat..". “Artinya kami diminta untuk berjalan lebih cepat atau menyelesaikan sesuatu dengan lebih cepat. Rupanya kebiasan ini berawal dari masa kemerdekaan mereka dahulu. Mereka dituntut untuk bergerak cepat, efektif, dan efisien dalam segala hal agar tidak tertinggal dari negara lainnya yang tidak mengalami penjajahan,” ujarnya.
Hal yang paling berkesan adalah ketika para delegasi Indonesia berkesempatan untuk menampilkan kebudayaan Indonesia berupa tarian dan nyanyian daerah di aula utama pusat kepemudaan Korea Selatan. “Seluruh penonton tampak antusias dan menikmati, serta tidak ada rasa haru dan bangga yang dapat menggantikan pengalaman tersebut,” terangnya.
Setelah selama 10 hari berada di Korea, delegasi kembali ke Indonesia untuk mempersiapkan diri pada fase Malang. Delegasi pemuda Korea menyusul kemudian dan kami bertemu di Jakarta untuk tahap pengenalan. “Dari program ini saya mendapat seorang counterpart program bernama Chae Moon Hee. Kami melanjutkan program homestay di Kota Malang, Jawa Timur. Rasanya senang sekali bisa memperkenalkan kebudayaan Indonesia kepada mereka. Kami belajar kebudayaan, berlatih gambelan dan tarian Jawa bersama. Kami juga tinggal bersama seorang keluarga yang sangat baik dan menyenangkan. Pengalaman menariknya adalah ketika kami berkesempatan mengunjungi Gunung Bromo. Para delegasi Korea tampak sangat antusias, meskipun beberapa diantaranya juga kelelahan. Saat yang paling mengharukan adalah ketika harus melepas keberangkatan kawan - kawan Korea kami untuk kembali ke negara asalnya. Seluruh kontingen menangis,” kenangnya.
Ditambahkan Gung Cik, Program ini membuka pemikirannya bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Mulai dari sekedar berharap dapat ke luar negeri hingga menjadi Duta Muda Indonesia. “Halangan akan senantiasa menguji niat kita namun jangan pernah berhenti. Seperti menemukan sebuah batu besar di tengah jalan, berbeloklah, menyampinglah, atau lakukan berbagai cara untuk melewati batu itu. Yang penting tetap lakukan sesuatu. Jangan pernah berhenti mengejar mimpi,” ujarnya penuh motivasi. * nvi
Komentar