Rencana Pameran Tunggal di Belanda Tertunda
Seniman Topeng Buleleng, I Nyoman Sumargawa Tutup Usia di Usia 56 Tahun
Selama hidupnya, peraih penghargaan Dharma Kusuma tahun 2018 ini getol menyuarakan seni dan budaya ikonik Buleleng, seperti ukiran khas Buleleng, topeng rangda, topeng barong khas Buleleng.
SINGARAJA, NusaBali
Seniman topeng I Nyoman Sumargawa,56, tutup usia, Sabtu (21/5) pukul 23.30 Wita. Putra terbaik Buleleng yang berasal dari Banjar Ancak, Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng ini meninggal dunia karena penyakit komplikasi jantung, diabetes dan ginjal. Dia dikenal sebagai seniman multitalenta, karena menggeluti berbagai jenis kesenian. Tidak hanya seni topeng dan tari, tetapi juga sebagai pematung hingga pelukis.
Pensiunan pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ini sebelumnya sempat dirawat di rumah sakit Balimed Singaraja sejak, Sabtu pagi. Istrinya Ketut Nadri,58, saat ditemui di rumah duka mengatakan Sumargawa sempat mengeluh sakit pada dada kiri pada, Jumat (20/5) malam.
Sebulan sebelumnya, seniman topeng ini sudah divonis mengalami sakit jantung dan sempat diopname delapan hari pada awal Maret lalu. Namun setelah pulang dari rumah sakit kondisinya sudah membaik, hingga Jumat (20/5) malam lalu kambuh.
“Awalnya mengaku sakit di dada kiri, saya beri obat dari dokter hilang. Lalu setelah sakit dada hilang, sakit ulu hati saya kasih obat hilang. Tapi kemudian sakitnya pindah ke pinggang lalu ke lutut dan terakhir ke jempol kaki. Pokoknya satu malam tidak tidur berdua,” kata Nadri.
Karena Sumargawa berencana untuk ke Gianyar membeli cat lukis, sakit pada Jumat malam itu pun berhasil ditahannya. Lalu pada Sabtu (21/5) pukul 06.30 wita, Sumargawa bersama istri dan diantarkan anak keduanya Kadek Sumaryadi,36, berangkat ke Gianyar untuk membeli cat lukis.
Hanya saja dalam perjalanan sampai di wilayah Desa Tamblang, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Sumargawa mengeluh sakit lutut. Saat itu dia pun menyerah dan meminta anak keduanya memutar balik kendaraan dengan tujuan rumah sakit.
“Sampai di rumah sakit Balimed, masih bisa jalan sendiri ke UGD dan menjelaskan keluhannya kepada dokter. Tapi setelah ke kamar kecil tiga kali langsung lemas, kondisinya terus drop. Sore sudah kesulitan bicara, disuapin bubur air sudah tidak masuk, akhirnya dipindah ke ICU. Malam sekitar pukul 23.30 wita dokter bilang jantungnya sudah tidak bergerak, diambil tindakan juga tidak berhasil,” tutur Nadri yang juga guru di SDN 6 Bungkulan ini.
Seniman kelahiran 15 November 1956 ini dikatakan keluarganya memang sudah aktif berkesenian sejak tahun 1983. Sumargawa terlahir di keluarga seniman. Putra ketiga dari tiga bersaudara pasangan almarhum Jro Prawayah Made Laken dengan almarhum Ketut Pase Sri Mandi. Mengawali debutnya di dunia seni, selain aktif sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Sumargawa sudah menguasai sejumlah tari topeng sejak kecil. Bahkan dia pun melanjutkan sekolah seni di SMKI Gianyar. Meskipun S1 akhirnya dituntaskan di Universitas Ngurah Rai mengambil jurusan Hukum.
Kegiatan berkeseniannya terus dilakukan secara kontinyu. Kadang mantan Kabid Promosi Pariwisata Disbudpar Buleleng ini diorder untuk menari topeng Sidakarya sebagai penutup upacara, topeng tua, topeng manis hingga topeng bujuh.
Di sela-sela kesibukannya sebagai ASN juga dimanfaatkannya untuk melukis dan membuat berbagai jenis topeng. Bahkan karya lukisan yang beraliran ekspresionis bernuansa Bali banyak dibeli tokoh terkenal. Seperti Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri, Mantan Jaksa Agung RI Marzuki Darusman dan tokoh terkenal Bali lainnya. “Termahal dulu pernah dijual sampai tujuh puluh jutaan,” jelas Putra Kedua Sumaryadi.
Selama hidupnya, peraih penghargaan Dharma Kusuma tahun 2018 ini memang sangat getol menyuarakan seni dan budaya ikonik Buleleng. Seperti ukiran khas Buleleng, topeng rangda, topeng barong khas Buleleng. Bahkan ornamen seni ikonik Buleleng sudah selesai digarapnya dan disimpan di galeri Sumargawa.
Rencana terakhirnya yang masih belum sempat terealisasi adalah menggelar pameran tunggal di Belanda. Sumargawa memang sering dikunjungi tamu Belanda yang sudah menyiapkan dan mengagendakan pameran tunggalnya pada pertengahan tahun 2021 lalu. Hanya saja karena masih situasi pandemi Covid-19, rencananya tersebut masih ditunda.
“Saya sudah ditawari ikut ke Belanda, tetapi karena masih Covid-19 masih ditunda. Padahal tempat dan agenda acara sudah disiapkan temannya yang dari Belanda itu. Rencana selain pameran lukisan dan topeng juga akan menari di sana,” kenang Nadri. Sementara itu istri, anak, menantunya saat ini sudah mengikhlaskan kepergian Sumargawa menghadap Tuhan. Prosesi upacara pengabenan akan digelar pada Anggara Paing Sungsang, Selasa (31/5) mendatang di setra Desa Adat Bungkulan. Prosesi pengabenan pun merupakan pesan mendiang, jauh sebelum divonis sakit jantung.
Pesan itu disampaikan Sumargawa kepada istri dan anak-anaknya. “Bapak dulu bilang kalau meninggal jangan dikremasi, tapi minta diaben saja. Katanya biar tidak hilang budaya Bali. Karena dalam ngaben itu ada budaya gotong-royong, silaturahmi dan nilai lainnya,” kata Sumaryadi. *k23
Seniman topeng I Nyoman Sumargawa,56, tutup usia, Sabtu (21/5) pukul 23.30 Wita. Putra terbaik Buleleng yang berasal dari Banjar Ancak, Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng ini meninggal dunia karena penyakit komplikasi jantung, diabetes dan ginjal. Dia dikenal sebagai seniman multitalenta, karena menggeluti berbagai jenis kesenian. Tidak hanya seni topeng dan tari, tetapi juga sebagai pematung hingga pelukis.
Pensiunan pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ini sebelumnya sempat dirawat di rumah sakit Balimed Singaraja sejak, Sabtu pagi. Istrinya Ketut Nadri,58, saat ditemui di rumah duka mengatakan Sumargawa sempat mengeluh sakit pada dada kiri pada, Jumat (20/5) malam.
Sebulan sebelumnya, seniman topeng ini sudah divonis mengalami sakit jantung dan sempat diopname delapan hari pada awal Maret lalu. Namun setelah pulang dari rumah sakit kondisinya sudah membaik, hingga Jumat (20/5) malam lalu kambuh.
“Awalnya mengaku sakit di dada kiri, saya beri obat dari dokter hilang. Lalu setelah sakit dada hilang, sakit ulu hati saya kasih obat hilang. Tapi kemudian sakitnya pindah ke pinggang lalu ke lutut dan terakhir ke jempol kaki. Pokoknya satu malam tidak tidur berdua,” kata Nadri.
Karena Sumargawa berencana untuk ke Gianyar membeli cat lukis, sakit pada Jumat malam itu pun berhasil ditahannya. Lalu pada Sabtu (21/5) pukul 06.30 wita, Sumargawa bersama istri dan diantarkan anak keduanya Kadek Sumaryadi,36, berangkat ke Gianyar untuk membeli cat lukis.
Hanya saja dalam perjalanan sampai di wilayah Desa Tamblang, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Sumargawa mengeluh sakit lutut. Saat itu dia pun menyerah dan meminta anak keduanya memutar balik kendaraan dengan tujuan rumah sakit.
“Sampai di rumah sakit Balimed, masih bisa jalan sendiri ke UGD dan menjelaskan keluhannya kepada dokter. Tapi setelah ke kamar kecil tiga kali langsung lemas, kondisinya terus drop. Sore sudah kesulitan bicara, disuapin bubur air sudah tidak masuk, akhirnya dipindah ke ICU. Malam sekitar pukul 23.30 wita dokter bilang jantungnya sudah tidak bergerak, diambil tindakan juga tidak berhasil,” tutur Nadri yang juga guru di SDN 6 Bungkulan ini.
Seniman kelahiran 15 November 1956 ini dikatakan keluarganya memang sudah aktif berkesenian sejak tahun 1983. Sumargawa terlahir di keluarga seniman. Putra ketiga dari tiga bersaudara pasangan almarhum Jro Prawayah Made Laken dengan almarhum Ketut Pase Sri Mandi. Mengawali debutnya di dunia seni, selain aktif sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Sumargawa sudah menguasai sejumlah tari topeng sejak kecil. Bahkan dia pun melanjutkan sekolah seni di SMKI Gianyar. Meskipun S1 akhirnya dituntaskan di Universitas Ngurah Rai mengambil jurusan Hukum.
Kegiatan berkeseniannya terus dilakukan secara kontinyu. Kadang mantan Kabid Promosi Pariwisata Disbudpar Buleleng ini diorder untuk menari topeng Sidakarya sebagai penutup upacara, topeng tua, topeng manis hingga topeng bujuh.
Di sela-sela kesibukannya sebagai ASN juga dimanfaatkannya untuk melukis dan membuat berbagai jenis topeng. Bahkan karya lukisan yang beraliran ekspresionis bernuansa Bali banyak dibeli tokoh terkenal. Seperti Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri, Mantan Jaksa Agung RI Marzuki Darusman dan tokoh terkenal Bali lainnya. “Termahal dulu pernah dijual sampai tujuh puluh jutaan,” jelas Putra Kedua Sumaryadi.
Selama hidupnya, peraih penghargaan Dharma Kusuma tahun 2018 ini memang sangat getol menyuarakan seni dan budaya ikonik Buleleng. Seperti ukiran khas Buleleng, topeng rangda, topeng barong khas Buleleng. Bahkan ornamen seni ikonik Buleleng sudah selesai digarapnya dan disimpan di galeri Sumargawa.
Rencana terakhirnya yang masih belum sempat terealisasi adalah menggelar pameran tunggal di Belanda. Sumargawa memang sering dikunjungi tamu Belanda yang sudah menyiapkan dan mengagendakan pameran tunggalnya pada pertengahan tahun 2021 lalu. Hanya saja karena masih situasi pandemi Covid-19, rencananya tersebut masih ditunda.
“Saya sudah ditawari ikut ke Belanda, tetapi karena masih Covid-19 masih ditunda. Padahal tempat dan agenda acara sudah disiapkan temannya yang dari Belanda itu. Rencana selain pameran lukisan dan topeng juga akan menari di sana,” kenang Nadri. Sementara itu istri, anak, menantunya saat ini sudah mengikhlaskan kepergian Sumargawa menghadap Tuhan. Prosesi upacara pengabenan akan digelar pada Anggara Paing Sungsang, Selasa (31/5) mendatang di setra Desa Adat Bungkulan. Prosesi pengabenan pun merupakan pesan mendiang, jauh sebelum divonis sakit jantung.
Pesan itu disampaikan Sumargawa kepada istri dan anak-anaknya. “Bapak dulu bilang kalau meninggal jangan dikremasi, tapi minta diaben saja. Katanya biar tidak hilang budaya Bali. Karena dalam ngaben itu ada budaya gotong-royong, silaturahmi dan nilai lainnya,” kata Sumaryadi. *k23
Komentar