Lontar Gedong Kirtya Disadur Media Digital
Keberadaan lontar-lontar kuna yang tersimpan di Museum Lontar Gedong Kirtya Singaraja, Buleleng mendapat perhatian khusus dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
SINGARAJA, NusaBali
Pihak ANRI akan memberi pendampingan dalam perawatan lontar secara fisik, sementara isi yang tertuang dalam lontar-lontar tersebut akan disalin ke dalam aplikasi media digital.
Terkait rencana ini, petugas dari ANRI telah meninjau langsung keberadaan lontar-lontar ke Museum Lontar Gedong Kirtya Singaraja, Kamis (16/3) lalu, setelah berkoordinasi dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Buleleng. Rombongan ANRI yang terjun ke Gedong Kirtya hari itu berjumlah 5 orang, dipimpin oleh Kasubdit Reproduksi dan Digitalisasi Arsip Direktorat Konservasi ANRI, Sartono Putro Edi Nugroho.
Menurut Sartono Putro, ANRI mempunyai beberapa direktorat, salah satunya Direktorat Konservasi. Nah, di bawah Direktorat Konservasi ini ada Subdit Penyimpanan, Restorasi, Alih Media, dan Pemanfaatan. Subdit inilah yang nantinya akan memberikan pendampingan terhadap keberadaan lontar-lontar yang tersimpan di Musem Lontar Gedong Kirtya Singaraja, baik dari sisi perawatan maupun alih media digital.
“Kita bantu daerah mengakuisisi dokumen yang ada di sini (Gedong Kirtya), kita jaga keaslian, dan rawat fisiknya. Untuk aksesnya nanti, kita alihkan ke media digital,” terang Sartono usai tinjau keberadaan lontar di Museum Lontar Gedong Kirtya Singaraja.
Sartono menyebutkan, keberadaan lontar-lontar kuna di Gedong Kirtya juga harus mengikuti perkembangan digital. Nantinya, secara bertahap seluruh isi yang tertuang dalam lontar-lontar tersebut akan dialihkan ke media digital, sehingga lebih aman dan mudah diakses.
Pihak ANRI juga akan memberikan pendampingan baik secara langsung maupun pelatihan-pelatihan kepada petugas kearsipan di Museum Lontar Gedong Kirtya Singaraja. “Nanti fisiknya tetap kita rawat dan simpan dengan baik, sedangkan isinya kita format dalam bentuk digital. Sehingga nanti kalau ada penelitian, misalnya, bisa lewat format digital saja,” katanya.
Dalam kunjungan tersebut, rombongan ANRI cukup kagum dengan keberadaan Museum Lontar Gedong Kirtya Singaraja, wearisan sejarah yang berlokasi di Jalan Veteran Singaraja berjarak sekitar 100 meter sebelah timur Kantor Bupati Buleleng ini. Hanya saja, pihak ANRI menilai Gedong Kirtya yang berdiri sejak 2 Juni 1928 belum penuhi syarat standar sebagai penyimpanan dokumen lontar, karena suhu dan kelembaban di dalam ruang penyimpanan tidak diatur dengan baik. “Ini (Gedong Kirtya) sangat antik sekali. Memang dari stadar penyimpanan belum, karena suhu dan kelembaban udaranya harus dijaga dengan baik,” ujar Satrino.
Sementara itu, Plt Kadis Perpustakaan dan Kerasipan Daerah Kabupaten Buleleng, I Made Suyasa, mengatakan befsyukur dengan turun tanggannya pihak ANRI. Menurut Suyasa, pendampingan dari ANRI sangat diharapkan dalam rangka membantu perawatan dan penyelamatan dokumen penting yang tersimpan di Museum Lontar Ge-dung Kirtya Singaraja.
“Jadi, keterbatasan yang ada nantinya bisa diatasi dengan bantuan dari ANRI, sehinga kearsipan yang ada dapat kita diketahui apa sudah penuhi standar atau belum. Jadi, kunjungan ANRI ini memberi manfaat yang sangat banyak bagi kearsipan daerah,” ujar Suyasa kepada NusaBali.
Museum Lontar Gedung Kirtya Singaraja sendiri didirikan 2 Juni 1928, namun baru beroperasi mulai 14 Desember 1928. Pendirian Museum Lontar Gedong Kirtya diprakarsai oleh sejarawan Belanda, Dr HN van Der Tuuk. Saat itu, Dr HN van Der Tuuk datang ke Bali dan bertemu dengan para raja serta tokoh agama. Kemudian, mereka berdikusi mengenai kekayaan dan kesenian sastra (lontar) yang ada di Bali.
Pada awalnya, HN van Der Tuuk baru berhasil mengumpulkan beberapa lontar, sebelum keburu meninggal dunia. Nah, niat baik almarhum HN van Der Tuuk untuk mendirikan museum lontar kemudian dilanjutkan oleh LJJ Caron, sebuah yayasan yang di dalamnya tergabung beberapa sastrawan ternama, seperti Ng Purbacaraka, Dr W R Stuterheim, Dr R Goris, Dr H Pigeand, dan Dr C Hooykaas.
Demi menghormati jasa almarhum HN van Der Tuuk, museum lontar pun dibangun di Kota Singaraja, yang kemudian diberi nama Museum Lontar Gedong Kirtya pada 2 Juni 1928---sekitar 4 bulan lebih sebelum diikrarkannya Sumpah Pemuda.
Di Gedong Kirtya Singaraja ini kin terdokumentasikan lontar-lontar ku-no. Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Museum Lontar Gedong Kirtya Singaraja (sat diwawancarai NusaBali pada 2015 silam), I Putu Gede Wiriasa, kini terdapat sekitar 1.757 judul lontar kuna yang tersimpan. Sebagian besar dari ribuan lontar itu adalah lontar tua asal Bali sendiri, khususnya Gumi Panji Sakti Buleleng.
Semua lontar tua yang telah usang itu disimpan dalam ruangan khusus di Museum Lontar Gedong Kirtya. Di dalam ruangan khusus itu, setiap jenis lontar dibungkus dengan kotak kayu Jati. Nah, di depan masing-masing kotak kayu Jati tersebut ditempeli kertas yang berisikan judul lontar di dalamnya.
Lontar-lontar tua tersebut dirawat dengan telaten oleh petugas UPTD Museum Lontar Gedong Kirtya, setiap dua minggu sekali. Sistem perawatannya semua masih manual, tidak seperti perawatan lontar kuno di museum sejenis yang ada di luar negeri. “Kalau di luar negeri, perawatan lontar kuno sudah menggunakan sentuhan teknologi canggih. Sedangkan lontar yang disimpan di Gedong Kirtya ini dirawat dengan mengisi silica gel di dalam kotak penyimpanan kayu Jati, untuk menjaga kelembaban lontar,” beber Gede Wiriasa kala itu. * k19
Terkait rencana ini, petugas dari ANRI telah meninjau langsung keberadaan lontar-lontar ke Museum Lontar Gedong Kirtya Singaraja, Kamis (16/3) lalu, setelah berkoordinasi dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Buleleng. Rombongan ANRI yang terjun ke Gedong Kirtya hari itu berjumlah 5 orang, dipimpin oleh Kasubdit Reproduksi dan Digitalisasi Arsip Direktorat Konservasi ANRI, Sartono Putro Edi Nugroho.
Menurut Sartono Putro, ANRI mempunyai beberapa direktorat, salah satunya Direktorat Konservasi. Nah, di bawah Direktorat Konservasi ini ada Subdit Penyimpanan, Restorasi, Alih Media, dan Pemanfaatan. Subdit inilah yang nantinya akan memberikan pendampingan terhadap keberadaan lontar-lontar yang tersimpan di Musem Lontar Gedong Kirtya Singaraja, baik dari sisi perawatan maupun alih media digital.
“Kita bantu daerah mengakuisisi dokumen yang ada di sini (Gedong Kirtya), kita jaga keaslian, dan rawat fisiknya. Untuk aksesnya nanti, kita alihkan ke media digital,” terang Sartono usai tinjau keberadaan lontar di Museum Lontar Gedong Kirtya Singaraja.
Sartono menyebutkan, keberadaan lontar-lontar kuna di Gedong Kirtya juga harus mengikuti perkembangan digital. Nantinya, secara bertahap seluruh isi yang tertuang dalam lontar-lontar tersebut akan dialihkan ke media digital, sehingga lebih aman dan mudah diakses.
Pihak ANRI juga akan memberikan pendampingan baik secara langsung maupun pelatihan-pelatihan kepada petugas kearsipan di Museum Lontar Gedong Kirtya Singaraja. “Nanti fisiknya tetap kita rawat dan simpan dengan baik, sedangkan isinya kita format dalam bentuk digital. Sehingga nanti kalau ada penelitian, misalnya, bisa lewat format digital saja,” katanya.
Dalam kunjungan tersebut, rombongan ANRI cukup kagum dengan keberadaan Museum Lontar Gedong Kirtya Singaraja, wearisan sejarah yang berlokasi di Jalan Veteran Singaraja berjarak sekitar 100 meter sebelah timur Kantor Bupati Buleleng ini. Hanya saja, pihak ANRI menilai Gedong Kirtya yang berdiri sejak 2 Juni 1928 belum penuhi syarat standar sebagai penyimpanan dokumen lontar, karena suhu dan kelembaban di dalam ruang penyimpanan tidak diatur dengan baik. “Ini (Gedong Kirtya) sangat antik sekali. Memang dari stadar penyimpanan belum, karena suhu dan kelembaban udaranya harus dijaga dengan baik,” ujar Satrino.
Sementara itu, Plt Kadis Perpustakaan dan Kerasipan Daerah Kabupaten Buleleng, I Made Suyasa, mengatakan befsyukur dengan turun tanggannya pihak ANRI. Menurut Suyasa, pendampingan dari ANRI sangat diharapkan dalam rangka membantu perawatan dan penyelamatan dokumen penting yang tersimpan di Museum Lontar Ge-dung Kirtya Singaraja.
“Jadi, keterbatasan yang ada nantinya bisa diatasi dengan bantuan dari ANRI, sehinga kearsipan yang ada dapat kita diketahui apa sudah penuhi standar atau belum. Jadi, kunjungan ANRI ini memberi manfaat yang sangat banyak bagi kearsipan daerah,” ujar Suyasa kepada NusaBali.
Museum Lontar Gedung Kirtya Singaraja sendiri didirikan 2 Juni 1928, namun baru beroperasi mulai 14 Desember 1928. Pendirian Museum Lontar Gedong Kirtya diprakarsai oleh sejarawan Belanda, Dr HN van Der Tuuk. Saat itu, Dr HN van Der Tuuk datang ke Bali dan bertemu dengan para raja serta tokoh agama. Kemudian, mereka berdikusi mengenai kekayaan dan kesenian sastra (lontar) yang ada di Bali.
Pada awalnya, HN van Der Tuuk baru berhasil mengumpulkan beberapa lontar, sebelum keburu meninggal dunia. Nah, niat baik almarhum HN van Der Tuuk untuk mendirikan museum lontar kemudian dilanjutkan oleh LJJ Caron, sebuah yayasan yang di dalamnya tergabung beberapa sastrawan ternama, seperti Ng Purbacaraka, Dr W R Stuterheim, Dr R Goris, Dr H Pigeand, dan Dr C Hooykaas.
Demi menghormati jasa almarhum HN van Der Tuuk, museum lontar pun dibangun di Kota Singaraja, yang kemudian diberi nama Museum Lontar Gedong Kirtya pada 2 Juni 1928---sekitar 4 bulan lebih sebelum diikrarkannya Sumpah Pemuda.
Di Gedong Kirtya Singaraja ini kin terdokumentasikan lontar-lontar ku-no. Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Museum Lontar Gedong Kirtya Singaraja (sat diwawancarai NusaBali pada 2015 silam), I Putu Gede Wiriasa, kini terdapat sekitar 1.757 judul lontar kuna yang tersimpan. Sebagian besar dari ribuan lontar itu adalah lontar tua asal Bali sendiri, khususnya Gumi Panji Sakti Buleleng.
Semua lontar tua yang telah usang itu disimpan dalam ruangan khusus di Museum Lontar Gedong Kirtya. Di dalam ruangan khusus itu, setiap jenis lontar dibungkus dengan kotak kayu Jati. Nah, di depan masing-masing kotak kayu Jati tersebut ditempeli kertas yang berisikan judul lontar di dalamnya.
Lontar-lontar tua tersebut dirawat dengan telaten oleh petugas UPTD Museum Lontar Gedong Kirtya, setiap dua minggu sekali. Sistem perawatannya semua masih manual, tidak seperti perawatan lontar kuno di museum sejenis yang ada di luar negeri. “Kalau di luar negeri, perawatan lontar kuno sudah menggunakan sentuhan teknologi canggih. Sedangkan lontar yang disimpan di Gedong Kirtya ini dirawat dengan mengisi silica gel di dalam kotak penyimpanan kayu Jati, untuk menjaga kelembaban lontar,” beber Gede Wiriasa kala itu. * k19
Komentar