BMPS Ungkap 27 SMA Swasta di Bali Gulung Tikar
Apresiasi Keberpihakan Gubernur Koster Terhadap Siswa Miskin
DENPASAR, NusaBali
Sejumlah sekolah swasta, khususnya tingkat SMA di Bali saat ini kondisinya megap-megap.
Bahkan pada tahun 2022 ini terdeteksi ada 27 SMA swasta yang terpaksa gulung tikar alias ditutup. Rontoknya sejumlah sekolah ini dikonfirmasi oleh Ketua BMPS (Badan Musyawarah Perguruan Swasta) Provinsi Bali, Gede Ngurah Ambara Putra, Kamis (26/5). “Iya betul. Jika pada tahun ajaran 2021/2022 masih terdata 101 SMA swasta, maka di tahun ajaran 2022/2023 menjadi 74 sekolah. Berarti ada 27 SMA swasta tutup,” ujarnya.
Adapun SMA swasta yang tutup terbanyak ada di Buleleng dan Jembrana yang masing-masing mencapai 7 sekolah. Disusul Denpasar (5), Tabanan (4), Badung (2), Gianyar (1) dan Klungkung (1). Adapun Karangasem masih bertahan sebanyak 10 SMA swasta, begitu pula Bangli masih memiliki 1 SMA swasta.
Faktor operasional yang tinggi disebut Ambara sebagai kondisi yang membuat SMA swasta sulit bertahan. "Karena tidak ada murid. Artinya minimnya siswa membuat sekolah tak mampu menutup biaya operasional yang tinggi,” terang calon Walikota Denpasar pada Pilkada Denpasar 2020 ini.
SMA swasta, kata Ambara, kekurangan murid karena saat ini jumlah bangku yang tersedia saat ini mencapai 20.000. Selain itu jumlah rombel (rombongan belajar) tiap kelas di SMA Negeri yang harusnya maksimal 36 siswa, dijejali lebih banyak lagi siswa. “Kalau ada 10 kelas, harusnya maksimal 360 siswa. Namun saat ini ada yang sampai 500 siswa,” terang Ambara yang mengungkap data berdasarkan hasil investigasi dari BMPS.
Hal lain yang membuat minimnya siswa, lanjut Ambara, adalah angka transisi siswa yang semakin membesar, terutama dari SMP ke SMA. “Berdasar data, ternyata banyak lulusan SMP tidak melanjutkan ke SMA,” ungkap Ambara.
Angka transisi siswa lulusan SMP pada tahun ajaran 2020/2021 yang terdata 65.479, namun data murid kelas X (SMA) 'hanya' 61.400 siswa. “Jadi angka transisinya mencapai 4.079 siswa,” ujar Ambara. Di sisi lain Ambara menengarai, lulusan SMP takut melanjutkan ke SMA swasta yang dinilai membayar lebih mahal dibandingkan negeri. “Karena itu kami apresiasi keputusan Pak Gubernur (Wayan Koster) yang akan memberikan bantuan sebesar Rp 1,5 juta per siswa kurang mampu atau miskin. Jadi kebijakan ini bisa sinergi dengan sekolah swasta,” kata Ambara.
Sebagaimana diketahui Gubernur Bali Wayan Koster mengeluarkan kebijakan baru dalam pengelolaan SMA/SMK/SLB se-Bali, sebagai wujud keberpihakan untuk semua siswa miskin. Kebijakan tersebut sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di mana pengelolaan semua SMA/SMK/SLB Negeri dan Swasta kewenangan beralih dari Kota/Kabupaten ke Pemerintah Provinsi.
Sehingga Pemerintah Provinsi Bali berkewajiban menangani seluruh penyelenggaraan pendidikan dan pembiayaan untuk seluruh SMA/SMK/SLB Negeri di seluruh Bali beserta para guru dan siswanya, serta harus membantu sebanyak 193 SMA/SMK Swasta. Dengan demikian, Ambara berharap sebanyak 27 sekolah yang tutup masih bisa diselamatkan. Karena hal ini dinilai lebih ideal dibandingkan dengan membangun sekolah baru yang disebut perlu Rp 12 miliar untuk satu sekolah. “Kecuali kalau jauh dari jangkauan, memang harusnya dibangun sekolah baru,” tambahnya. *mao
Komentar