Desa Enggan Beli Buku Perpustakaan
Dalam Musrenbangdes tidak ada usulan pengadaan buku bacaan perpustakaan.
SINGARAJA, NusaBali
Seluruh desa di Buleleng diimbau alokasikan dana pengadaan buku bacaan sebagai perpustakaan desa. Imbauan ini dikeluarkan Pemkab Buleleng menyusul keraguan pihak desa alokasikan dana tersebut.
Imbauan itu dikeluarkan sekitar Januari 2017, ditandatangani Sekda Buleleng Dewa Ketut Puspaka. Imbauan ini karena ada keengganan dari pihak desa alokasikan dana pengadaan buku tersebut dalam APBDes Induk 2017. Nilai pengadaan buku itu mencapai Rp 50 juta. “Belum semua desa mau alokasikan dana pembelian buku. Kalau dibelikan buku, nanti siapa yang mau datang membaca buku. Tempat juga belum memungkinkan, justru nanti mubasir, lebih baik dananya pakai kegiatan lainnya,” ungkap salah satu perbekel di Kecamatan Seririt yang enggan namanya ditulis, belum lama ini.
Masih kata sumber, belum semua desa bersedia alokasikan dana pengadaan buku pada APBDes Induk 2017. Disamping kerena menilai belum urgen, hasil musyawarah pembangunan desa (Musrenbangdes) tidak ada usulan pengadaan buku bacaan perpustakaan. “Penyusunan APBDes itu berdasarkan hasil Musrenbangdes, sedangkan Musrenbangdes tidak ada usulan itu. Kalau sekarang dicantumkan, takutnya salah,” imbuhnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Kadis PMD) Kabupaten Buleleng I Gede Sandhiyasa, Minggu (19/3), membenarkan ada imbauan tersebut. Namun ia menolak imbauan itu karena ada keengganan pihak desa alokasikan dana pengadaan buku tersebut. Disebutkan, imbauan itu karena pengadaan buku bacaan perpustakaan diatur dalam UU Desa yang dijabarkan melalui PP 43 tentang Desa. “Ya memang ada imbauan dari Pak Sekda, artinya pengalokasian pengadaan buku bacaan itu dibenarkan secara regulasi, karena diatur dalam UU Desa dan PP 43,” terangnya.
Menurut Sandhiyasa, besaran alokasi pengadaan buku bacaana tersebut tidak diatur, melainkan diserahkan kembali kepada masing-masing desa yang disesuaikan dengan skala prioritas dan kemampuan desa. Dana pengadaan buku bacaan itu diambilkan dari Dana Desa (dana pusat) yang dialokasikan pada pos pemberdayaan. “Pengadan buku bacaan itu kan menjawab perkembangan teknologi dan informasi yang ada. Nah, dalam pengalokasiannya diserahkan kepada masing-masing desa berdasar skala prioritas dan kemampuan keuangan desa. Tidak ada mengharuskan, apalagi ada besaran dananya. Kalau memang di APBDes Induk belum memungkinkan, bisa dialokasikan di APBDes Perubahan,” ujar birokrat asal Desa Bebetin, Kecamatan Sawan ini. *k19
Imbauan itu dikeluarkan sekitar Januari 2017, ditandatangani Sekda Buleleng Dewa Ketut Puspaka. Imbauan ini karena ada keengganan dari pihak desa alokasikan dana pengadaan buku tersebut dalam APBDes Induk 2017. Nilai pengadaan buku itu mencapai Rp 50 juta. “Belum semua desa mau alokasikan dana pembelian buku. Kalau dibelikan buku, nanti siapa yang mau datang membaca buku. Tempat juga belum memungkinkan, justru nanti mubasir, lebih baik dananya pakai kegiatan lainnya,” ungkap salah satu perbekel di Kecamatan Seririt yang enggan namanya ditulis, belum lama ini.
Masih kata sumber, belum semua desa bersedia alokasikan dana pengadaan buku pada APBDes Induk 2017. Disamping kerena menilai belum urgen, hasil musyawarah pembangunan desa (Musrenbangdes) tidak ada usulan pengadaan buku bacaan perpustakaan. “Penyusunan APBDes itu berdasarkan hasil Musrenbangdes, sedangkan Musrenbangdes tidak ada usulan itu. Kalau sekarang dicantumkan, takutnya salah,” imbuhnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Kadis PMD) Kabupaten Buleleng I Gede Sandhiyasa, Minggu (19/3), membenarkan ada imbauan tersebut. Namun ia menolak imbauan itu karena ada keengganan pihak desa alokasikan dana pengadaan buku tersebut. Disebutkan, imbauan itu karena pengadaan buku bacaan perpustakaan diatur dalam UU Desa yang dijabarkan melalui PP 43 tentang Desa. “Ya memang ada imbauan dari Pak Sekda, artinya pengalokasian pengadaan buku bacaan itu dibenarkan secara regulasi, karena diatur dalam UU Desa dan PP 43,” terangnya.
Menurut Sandhiyasa, besaran alokasi pengadaan buku bacaana tersebut tidak diatur, melainkan diserahkan kembali kepada masing-masing desa yang disesuaikan dengan skala prioritas dan kemampuan desa. Dana pengadaan buku bacaan itu diambilkan dari Dana Desa (dana pusat) yang dialokasikan pada pos pemberdayaan. “Pengadan buku bacaan itu kan menjawab perkembangan teknologi dan informasi yang ada. Nah, dalam pengalokasiannya diserahkan kepada masing-masing desa berdasar skala prioritas dan kemampuan keuangan desa. Tidak ada mengharuskan, apalagi ada besaran dananya. Kalau memang di APBDes Induk belum memungkinkan, bisa dialokasikan di APBDes Perubahan,” ujar birokrat asal Desa Bebetin, Kecamatan Sawan ini. *k19
Komentar