Pengenaan Retribusi Terancam Molor
Terkait Pengelolaan DTW Pantai Tanjung Benoa
Pengenaan retribusi harus didasari payung hukum yang mengatur besaran tarif retribusi, dasar hukum dimaksud berupa perda.
MANGUPURA, NusaBali
Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Badung menargetkan penerapan retribusi di Daya Tarik Wisata (DTW) Pantai Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung bisa terealisasi pada tahun 2023 mendatang. Rencana itu setelah Dinas Pariwisata mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Namun, rencana ini terancam molor karena terganjal aturan.
Kadispar Dispar Badung I Nyoman Rudiarta, Rabu (1/6) mengatakan Pantai Tanjung Benoa sudah ditetapkan sebagai DTW tahun 2005 silam. Kemudian pada 2021, Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta telah memberikan hak pengelolaan kepada pihak Desa Adat Tanjung Benoa. Bahkan diawal tahun 2022, desa adat selaku pengelola mengajukan permohonan perjanjian kerja sama terkait dengan pengenaan retribusi. Di sini lah kendalanya, menurut Rudiarta pengenaan retribusi harus didasari payung hukum yang mengatur besaran tarif retribusi, dasar hukum dimaksud berupa peraturan daerah (perda).
“Namun kaitan dengan adanya Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah, maka perda restribusi tidak lagi bisa berdiri sendiri. Melainkan menjadi satu kesatuan sebagai perda pajak dan retribusi daerah,” jelas Rudiarta.
Masih menurut dia, pihaknya di Dispar Badung sudah memberikan rancangan draft perda ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) yang akan diteruskan kembali ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), sehingga ada pembahasan-pembahasan lainnya. Nah, pembahasan dimaksud diharapkan sudah terlaksana pada perubahan 2022, sehingga bisa langsung ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama dan terlaksana pada 2023.
“Sekarang tergantung perda ini. Kalau sudah selesai di perubahan 2022, kita juga akan tindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama. Seperti apa pola perjanjian kerja sama, antara pengelola dan juga pemerintah daerah. Yang tentunya nanti ini juga membutuhkan sosialisasi-sosialisasi. Kalau memang selesai di 2022, saya yakin bisa kita laksanakan di 2023,” kata mantan Camat Kuta ini.
Sementara Kepala Bapenda Badung I Made Sutama, mengatakan perda pajak dan retribusi daerah sebagaimana diamanatkan UU Nomor 1 Tahun 2022, saat ini masih dalam penyusunan draft, terutama terkait dengan retribusi. Jika mengacu bunyi UU Nomor 1 Tahun 2022, maka perda dimaksud, kata Sutama, baru bisa dilaksanakan pada tahun 2024. Dengan demikian, berkaitan dengan rencana penerapan retribusi pada DTW Pantai Tanjung Benoa masih bisa menggunakan aturan yang sudah ada saat ini sebagai landasan. “Mudah-mudahan Juni ini draft-nya sudah bisa. Jadi kira-kira di Induk 2023 baru masuk di pembahasan,” tegasnya saat dikonfirmasi terpisah.
Bendesa Adat Tanjung Benoa I Made Yonda Wijaya, mengaku memiliki kemauan kuat untuk mengelola DTW Pantai Tanjung Benoa. Termasuk dengan menerapkan pengenaan retribusi atas kerja sama dengan pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan Pantai Tanjung Benoa sudah cukup lama menyandang status DTW tanpa pengelolaan dan pengenaan retribusi. “Berangkat dari kondisi itu, Desa Adat Tanjung Benoa bergerak untuk mengajukan diri sebagai pengelola. Disadari dengan adanya retribusi itu dapat sekaligus memberikan dampak positif terhadap pendapatan daerah,” kata Wijaya. *dar
Kadispar Dispar Badung I Nyoman Rudiarta, Rabu (1/6) mengatakan Pantai Tanjung Benoa sudah ditetapkan sebagai DTW tahun 2005 silam. Kemudian pada 2021, Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta telah memberikan hak pengelolaan kepada pihak Desa Adat Tanjung Benoa. Bahkan diawal tahun 2022, desa adat selaku pengelola mengajukan permohonan perjanjian kerja sama terkait dengan pengenaan retribusi. Di sini lah kendalanya, menurut Rudiarta pengenaan retribusi harus didasari payung hukum yang mengatur besaran tarif retribusi, dasar hukum dimaksud berupa peraturan daerah (perda).
“Namun kaitan dengan adanya Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah, maka perda restribusi tidak lagi bisa berdiri sendiri. Melainkan menjadi satu kesatuan sebagai perda pajak dan retribusi daerah,” jelas Rudiarta.
Masih menurut dia, pihaknya di Dispar Badung sudah memberikan rancangan draft perda ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) yang akan diteruskan kembali ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), sehingga ada pembahasan-pembahasan lainnya. Nah, pembahasan dimaksud diharapkan sudah terlaksana pada perubahan 2022, sehingga bisa langsung ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama dan terlaksana pada 2023.
“Sekarang tergantung perda ini. Kalau sudah selesai di perubahan 2022, kita juga akan tindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama. Seperti apa pola perjanjian kerja sama, antara pengelola dan juga pemerintah daerah. Yang tentunya nanti ini juga membutuhkan sosialisasi-sosialisasi. Kalau memang selesai di 2022, saya yakin bisa kita laksanakan di 2023,” kata mantan Camat Kuta ini.
Sementara Kepala Bapenda Badung I Made Sutama, mengatakan perda pajak dan retribusi daerah sebagaimana diamanatkan UU Nomor 1 Tahun 2022, saat ini masih dalam penyusunan draft, terutama terkait dengan retribusi. Jika mengacu bunyi UU Nomor 1 Tahun 2022, maka perda dimaksud, kata Sutama, baru bisa dilaksanakan pada tahun 2024. Dengan demikian, berkaitan dengan rencana penerapan retribusi pada DTW Pantai Tanjung Benoa masih bisa menggunakan aturan yang sudah ada saat ini sebagai landasan. “Mudah-mudahan Juni ini draft-nya sudah bisa. Jadi kira-kira di Induk 2023 baru masuk di pembahasan,” tegasnya saat dikonfirmasi terpisah.
Bendesa Adat Tanjung Benoa I Made Yonda Wijaya, mengaku memiliki kemauan kuat untuk mengelola DTW Pantai Tanjung Benoa. Termasuk dengan menerapkan pengenaan retribusi atas kerja sama dengan pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan Pantai Tanjung Benoa sudah cukup lama menyandang status DTW tanpa pengelolaan dan pengenaan retribusi. “Berangkat dari kondisi itu, Desa Adat Tanjung Benoa bergerak untuk mengajukan diri sebagai pengelola. Disadari dengan adanya retribusi itu dapat sekaligus memberikan dampak positif terhadap pendapatan daerah,” kata Wijaya. *dar
Komentar