Rabies Kembali Telan Korban
Bocah 7 Tahun Meninggal, Digigit Anjing 2 Bulan Lalu
Dalam rentang waktu tiga hari terakhir, RSUD Buleleng menerima hingga 27 permintaan VAR dari pasien yang mengalami gigitan anjing.
SINGARAJA, NusaBali
Kasus gigitan anjing rabies nampaknya semakin mengkhawatirkan di Buleleng. Sebelumnya, seorang perempuan lanjut usia asal Desa Sari Mekar, Kecamatan/Kabupaten Buleleng bernama Nyoman Puri,62, meninggal dunia diduga akibat rabies, beberapa hari lalu. Kini kasus yang sama kembali terjadi dengan korban seorang bocah berumur 7 tahun berinisial KDAP.
Bocah laki-laki yang baru duduk di bangku sekolah dasar (SD) ini dinyatakan meninggal dunia sesaat usai dilarikan ke IGD RSUD Buleleng, Singaraja, Rabu (15/6) pagi. Korban yang tinggal di kawasan Perumahan Wirasambangan di Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng ini, diketahui memiliki riwayat digigit anjing dua bulan yang lalu pada bagian jari tangan.
Namun sesaat setelah digigit anjing, korban tidak mendapatkan penanganan medis. Luka gigitan tersebut hanya dibersihkan menggunakan sabun dan air mengalir. Kejadian ini juga tidak dilaporkan ke fasilitas kesehatan. Selang dua bulan kemudian sejak, Senin (13/6), suhu tubuh korban meninggi. Korban lantas dibawa ke Puskesmas Buleleng II kemudian rawat jalan.
Esoknya, kondisi korban semakin memburuk. Korban mengalami sejumlah gejala yang mengarah ke rabies berupa kejang, halusinasi, gelisah, tidak bisa menelan, takut dengan angin serta mulut mengeluarkan busa. Pada Rabu pagi pukul 10.00 Wita, korban dilarikan ke IGD RSUD Buleleng untuk mendapat penanganan medis.
Namun, setibanya di RSUD, korban dinyatakan sudah telah meninggal dunia. Orangtua korban, Putu Oka Pramana dan Kadek Wintarini nampak syok begitu mengetahui anak keduanya meninggal dunia. Mereka didampingi sejumlah keluarga di IGD RSUD Buleleng. Petugas medis melakukan observasi untuk memberikan vaksin anti rabies (VAR) kepada mereka. Saat dikonfirmasi, Wintarini menolak memberikan keterangan kepada awak media.
Dirut RSUD Buleleng, dr Putu Arya Nugraha membenarkan adanya pasien yang meninggal dunia diduga akibat rabies. Menurut dr Arya, korban datang ke rumah sakit dalam keadaan sudah meninggal. Korban tidak sempat diberikan tindakan medis. "Keterangan dari keluarganya, pasien mengalami demam tinggi, sulit menelan, gelisah, dan mulut mengeluarkan busa," bebernya.
Menurut dr Arya, pasien memiliki riwayat digigit anjing dua bulan sebelumnya. Setelah tergigit anjing, pasien tidak mendapatkan penanganan medis dan tidak mendapatkan Vaksin Anti Rabies (VAR). Hanya dilakukan pembersihan luka dengan menggunakan sabun. "Begitu bergejala baru dibawa ke Puskesmas dan dirujuk ke RSUD," katanya.
Kematian bocah berumur 7 tahun akibat gigitan anjing ini menambah panjang daftar kasus kematian diduga akibat rabies di RSUD Buleleng. Kata dr Arya, sejak Januari hingga pertengahan Juni ini, sudah ada 7 kasus pasien yang meninggal dunia akibat suspect rabies. Jumlah ini meningkat drastis dibanding tahun 2021 lalu yang hanya ditemukan 1 kasus kematian.
"Hingga hari ini (kemarin), pasien yang meninggal dunia akibat rabies tercatat sebanyak 7 orang. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, masih ada lagi yang memiliki gejala seperti rabies hingga meninggal dunia namun tidak dilaporkan dan tidak tercatat," ungkap dr Arya.
Tingginya kasus gigitan anjing rabies di Buleleng juga bisa dilihat dari banyaknya permintaan VAR di RSUD Buleleng. Bahkan, ungkap dr Arya, dalam rentang waktu tiga hari terakhir saja, RSUD Buleleng menerima hingga 27 permintaan VAR dari pasien yang mengalami gigitan anjing. "Artinya, dalam satu hari bisa ada sekitar 8 kasus gigitan," kata dr Arya.
"Untuk dosis pertama, disuntikkan dua vial VAR. Dengan banyaknya permintaan itu, sehingga stok cepat habis. Namun, tidak pernah sampai kosong. Kami selalu amprah, dengan kebutuhan tinggi kami selalu ada. Kami juga di-backup dengan stok VAR dari Dinas Kesehatan," jelas dr Arya.
Berkaca dari tingginya angka kematian akibat rabies, pihaknya berharap masyarakat lebih serius melakukan antisipasi hingga penanganan. Kata dia, masih perlu upaya edukasi terkait penyakit ini. Pasalnya, masyarakat masih ada yang terkesan menganggap sepele penyakit ini. Termasuk stigma buruk tentang rabies. "Saat disarankan VAR jangan menolak. Masih ada yang menolak karena stigma," aku dr Arya.
Dokter Arya menjelaskan, fenomena rabies ini juga perlu dilakukan antisipasi. "Dalam penanganan di hulu, masih banyak anjing berkeliaran yang mengakibatkan kasus gigitan. Kemudian di tengah penanganan dilakukan dengan VAR, secepatnya jika terjadi gigitan. Karena jika sudah terlambat dan menunjukkan gejala, itu bisa mengakibatkan kematian dengan prosentase yang cukup tinggi," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Buleleng, dr Sucipto menyebutkan pihaknya bersama dinas dan instansi terkait akan membentuk tim khusus merespon tingginya kasus rabies di Buleleng. Hal itu masih akan dibahas bersama Sekda Buleleng Gede Suyasa. Menurut dia, kasus rabies ini belum dapat dikategorikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), namun perlu penanganan yang serius.
Menurut Sucipto, hampir seluruh korban meninggal dunia setelah mengalami gigitan anjing tidak mendapatkan VAR. Padahal, sebut dia, stok VAR di Buleleng masih aman. "Ini sangat disayangkan sekali, yang meninggal karena seluruhnya tidak dapat VAR. Mereka tidak dapat VAR karena salah satunya tidak dilaporkan, merasa luka yang dialami tidak terlalu parah," ujarnya.
Sucipto mengungkapkan, pihaknya melakukan pengadaan VAR sebanyak 6.000 vial menggunakan APBD. Pengadaan itu dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, sebanyak 3.000 vial, dan telah habis digunakan dalam kurun waktu lima bulan, atau sejak Januari hingga Mei 2022. Sementara pengadaan tahap kedua masih dalam proses.
Sembari menunggu pengadaan tahap kedua, pihaknya telah meminta kiriman VAR dari Pemprov Bali sebanyak 1.000 vial. "Seluruh puskesmas dan tiga rumah sakit pemerintah di Buleleng sudah menjadi rabies center. Kalau stok VAR di salah satu Puskesmas habis akan dikirim dari stok yang ada di Puskesmas lain," katanya.
Disinggung terkait observasi, dr Sucipto menyebut hal itu memang sudah menjadi SOP. Pasien yang mendapatkan gigitan anjing di daerah dengan kategori rendah, memang tidak dapat langsung diberikan VAR. Petugas medis akan meminta kepada pasien untuk mengobservasi anjing terlebih dahulu selama 14 hari. Jika anjing tersebut mati, petugas Dinas Pertanian akan mengecek sampel, dan pasien akan diberikan suntikan VAR. "Tapi kalau yang menggigit adalah anjing liar, VAR bisa langsung diberikan. Karena pasien tidak mungkin bisa memantau anjing tersebut. Kemudian, jika luka gigitan di kategori tinggi seperti di bagian jari dan wajah, VAR harus langsung diberikan," jelasnya. *mz
Bocah laki-laki yang baru duduk di bangku sekolah dasar (SD) ini dinyatakan meninggal dunia sesaat usai dilarikan ke IGD RSUD Buleleng, Singaraja, Rabu (15/6) pagi. Korban yang tinggal di kawasan Perumahan Wirasambangan di Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng ini, diketahui memiliki riwayat digigit anjing dua bulan yang lalu pada bagian jari tangan.
Namun sesaat setelah digigit anjing, korban tidak mendapatkan penanganan medis. Luka gigitan tersebut hanya dibersihkan menggunakan sabun dan air mengalir. Kejadian ini juga tidak dilaporkan ke fasilitas kesehatan. Selang dua bulan kemudian sejak, Senin (13/6), suhu tubuh korban meninggi. Korban lantas dibawa ke Puskesmas Buleleng II kemudian rawat jalan.
Esoknya, kondisi korban semakin memburuk. Korban mengalami sejumlah gejala yang mengarah ke rabies berupa kejang, halusinasi, gelisah, tidak bisa menelan, takut dengan angin serta mulut mengeluarkan busa. Pada Rabu pagi pukul 10.00 Wita, korban dilarikan ke IGD RSUD Buleleng untuk mendapat penanganan medis.
Namun, setibanya di RSUD, korban dinyatakan sudah telah meninggal dunia. Orangtua korban, Putu Oka Pramana dan Kadek Wintarini nampak syok begitu mengetahui anak keduanya meninggal dunia. Mereka didampingi sejumlah keluarga di IGD RSUD Buleleng. Petugas medis melakukan observasi untuk memberikan vaksin anti rabies (VAR) kepada mereka. Saat dikonfirmasi, Wintarini menolak memberikan keterangan kepada awak media.
Dirut RSUD Buleleng, dr Putu Arya Nugraha membenarkan adanya pasien yang meninggal dunia diduga akibat rabies. Menurut dr Arya, korban datang ke rumah sakit dalam keadaan sudah meninggal. Korban tidak sempat diberikan tindakan medis. "Keterangan dari keluarganya, pasien mengalami demam tinggi, sulit menelan, gelisah, dan mulut mengeluarkan busa," bebernya.
Menurut dr Arya, pasien memiliki riwayat digigit anjing dua bulan sebelumnya. Setelah tergigit anjing, pasien tidak mendapatkan penanganan medis dan tidak mendapatkan Vaksin Anti Rabies (VAR). Hanya dilakukan pembersihan luka dengan menggunakan sabun. "Begitu bergejala baru dibawa ke Puskesmas dan dirujuk ke RSUD," katanya.
Kematian bocah berumur 7 tahun akibat gigitan anjing ini menambah panjang daftar kasus kematian diduga akibat rabies di RSUD Buleleng. Kata dr Arya, sejak Januari hingga pertengahan Juni ini, sudah ada 7 kasus pasien yang meninggal dunia akibat suspect rabies. Jumlah ini meningkat drastis dibanding tahun 2021 lalu yang hanya ditemukan 1 kasus kematian.
"Hingga hari ini (kemarin), pasien yang meninggal dunia akibat rabies tercatat sebanyak 7 orang. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, masih ada lagi yang memiliki gejala seperti rabies hingga meninggal dunia namun tidak dilaporkan dan tidak tercatat," ungkap dr Arya.
Tingginya kasus gigitan anjing rabies di Buleleng juga bisa dilihat dari banyaknya permintaan VAR di RSUD Buleleng. Bahkan, ungkap dr Arya, dalam rentang waktu tiga hari terakhir saja, RSUD Buleleng menerima hingga 27 permintaan VAR dari pasien yang mengalami gigitan anjing. "Artinya, dalam satu hari bisa ada sekitar 8 kasus gigitan," kata dr Arya.
"Untuk dosis pertama, disuntikkan dua vial VAR. Dengan banyaknya permintaan itu, sehingga stok cepat habis. Namun, tidak pernah sampai kosong. Kami selalu amprah, dengan kebutuhan tinggi kami selalu ada. Kami juga di-backup dengan stok VAR dari Dinas Kesehatan," jelas dr Arya.
Berkaca dari tingginya angka kematian akibat rabies, pihaknya berharap masyarakat lebih serius melakukan antisipasi hingga penanganan. Kata dia, masih perlu upaya edukasi terkait penyakit ini. Pasalnya, masyarakat masih ada yang terkesan menganggap sepele penyakit ini. Termasuk stigma buruk tentang rabies. "Saat disarankan VAR jangan menolak. Masih ada yang menolak karena stigma," aku dr Arya.
Dokter Arya menjelaskan, fenomena rabies ini juga perlu dilakukan antisipasi. "Dalam penanganan di hulu, masih banyak anjing berkeliaran yang mengakibatkan kasus gigitan. Kemudian di tengah penanganan dilakukan dengan VAR, secepatnya jika terjadi gigitan. Karena jika sudah terlambat dan menunjukkan gejala, itu bisa mengakibatkan kematian dengan prosentase yang cukup tinggi," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Buleleng, dr Sucipto menyebutkan pihaknya bersama dinas dan instansi terkait akan membentuk tim khusus merespon tingginya kasus rabies di Buleleng. Hal itu masih akan dibahas bersama Sekda Buleleng Gede Suyasa. Menurut dia, kasus rabies ini belum dapat dikategorikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), namun perlu penanganan yang serius.
Menurut Sucipto, hampir seluruh korban meninggal dunia setelah mengalami gigitan anjing tidak mendapatkan VAR. Padahal, sebut dia, stok VAR di Buleleng masih aman. "Ini sangat disayangkan sekali, yang meninggal karena seluruhnya tidak dapat VAR. Mereka tidak dapat VAR karena salah satunya tidak dilaporkan, merasa luka yang dialami tidak terlalu parah," ujarnya.
Sucipto mengungkapkan, pihaknya melakukan pengadaan VAR sebanyak 6.000 vial menggunakan APBD. Pengadaan itu dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, sebanyak 3.000 vial, dan telah habis digunakan dalam kurun waktu lima bulan, atau sejak Januari hingga Mei 2022. Sementara pengadaan tahap kedua masih dalam proses.
Sembari menunggu pengadaan tahap kedua, pihaknya telah meminta kiriman VAR dari Pemprov Bali sebanyak 1.000 vial. "Seluruh puskesmas dan tiga rumah sakit pemerintah di Buleleng sudah menjadi rabies center. Kalau stok VAR di salah satu Puskesmas habis akan dikirim dari stok yang ada di Puskesmas lain," katanya.
Disinggung terkait observasi, dr Sucipto menyebut hal itu memang sudah menjadi SOP. Pasien yang mendapatkan gigitan anjing di daerah dengan kategori rendah, memang tidak dapat langsung diberikan VAR. Petugas medis akan meminta kepada pasien untuk mengobservasi anjing terlebih dahulu selama 14 hari. Jika anjing tersebut mati, petugas Dinas Pertanian akan mengecek sampel, dan pasien akan diberikan suntikan VAR. "Tapi kalau yang menggigit adalah anjing liar, VAR bisa langsung diberikan. Karena pasien tidak mungkin bisa memantau anjing tersebut. Kemudian, jika luka gigitan di kategori tinggi seperti di bagian jari dan wajah, VAR harus langsung diberikan," jelasnya. *mz
Komentar