Ratusan Tahun Berpisah, 2 Gong Keramat Hadiah Raja Buleleng Disatukan
Gong Sekar Sandat Diusung Desa Adat Panji, Sukasada, Sekar Gadung Diusung Desa Adat Menyali, Sawan
Gong Sekar Sandat sering dipakai untuk memohon berkat dan keselamatan saat sedang mengalami wabah. Sedangkan gong Sekar Gadung selalu memberi isyarat jika akan terjadi peristiwa besar.
SINGARAJA, NusaBali
Dua buah gong jegir berukuran sama tampak tergantung di Bale Mas Jaba Tengah Pura Desa Adat Panji, Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng pada Saniscara Kliwon Kuningan, Sabtu (18/6). Satu di antaranya diselimuti kain poleng dan satu lagi dikalungi rangkaian bunga gumitir. Keduanya digantung bersanding sebagai simbol purusa (laki-laki) dan pradana (perempuan).
Dua gong berpasangan ini merupakan gong keramat hadiah dari Raja Buleleng I Gusti Panji Sakti sekitar tahun 1600-an. Satu gong yang dinamai Sekar Sandat yang melambangkan pradana diusung oleh krama Desa Adat Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng. Sedangkan satu gong lainnya dinamai Sekar Gadung simbol purusa, diusung oleh krama Desa Adat Menyali, Desa Menyali, Kecamatan Sawan, Buleleng.
Prajuru desa dan tokoh adat Desa Menyali bersama sekaa gongnya memutuskan nangkilang duen ida (Gong Sekar Gadung) ke Pura Desa Adat Panji, saat ngabekin Hari Raya Kuningan. Prajuru desa bersepakat menjalin kembali tali silaturahmi yang sempat dijalin Raja Panji Sakti melalui gong keramat tersebut.
Rombongan dipimpin Kelian Desa Adat Menyali Gede Carita didampingi Jro Pasek Menyali Made Sutama, Perbekel Desa Menyali I Made Jaya Harta, tokoh adat I Gede Budasi. Rombongan diterima Perbekel Desa Panji Made Mangku Ariawan dan Prajuru Desa Adat Panji.
Dua gong berpasangan ini merupakan gong keramat hadiah dari Raja Buleleng I Gusti Panji Sakti sekitar tahun 1600-an. Satu gong yang dinamai Sekar Sandat yang melambangkan pradana diusung oleh krama Desa Adat Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng. Sedangkan satu gong lainnya dinamai Sekar Gadung simbol purusa, diusung oleh krama Desa Adat Menyali, Desa Menyali, Kecamatan Sawan, Buleleng.
Prajuru desa dan tokoh adat Desa Menyali bersama sekaa gongnya memutuskan nangkilang duen ida (Gong Sekar Gadung) ke Pura Desa Adat Panji, saat ngabekin Hari Raya Kuningan. Prajuru desa bersepakat menjalin kembali tali silaturahmi yang sempat dijalin Raja Panji Sakti melalui gong keramat tersebut.
Rombongan dipimpin Kelian Desa Adat Menyali Gede Carita didampingi Jro Pasek Menyali Made Sutama, Perbekel Desa Menyali I Made Jaya Harta, tokoh adat I Gede Budasi. Rombongan diterima Perbekel Desa Panji Made Mangku Ariawan dan Prajuru Desa Adat Panji.
Menurut Gede Budasi, gong Sekar Gadung merupakan pasangan gong Sekar Sandat, hadiah Raja Panji Sakti. Kedua gong ini diberikan sebagai hadiah atas keberhasilan Raja Panji Sakti mengatasi kapal dagang China yang karam di Pantai Penimbangan.
Saat itu Raja Panji Sakti selain secara niskala menggunakan kekuatan keris saktinya, juga menghadirkan abdinya dari Pasek Menyali, Pasek Bulian, Pasek Kubutambahan, dan Pasek Gobleg untuk membantu.
“Pengabdi raja saat itu membantu secara fisik dan spiritual agar air laut naik dan kapal dapat terdorong. Setelah kapal berhasil diselamatkan ternyata kapal dagang itu membawa banyak barang. Tetapi raja hanya mengambil dua saja yakni dua gong ini. Satu sebagai simbol purusa diberikan untuk Pasek Menyali dan satu simbol pradana distanakan di Panji,” ungkap Budasi yang juga seorang akademisi.
Gong pemberian raja ini seiring berjalannya waktu sangat terkenal. Selain memiliki suara yang nyaring, gong Sekar Gadung ini juga memiliki cerita mistis. Sejak dulu, tetua krama Desa Menyali menyimpannya di Pura Desa Adat Menyali. Gong ini selalu memberi isyarat jika akan terjadi sebuah peristiwa besar, baik peristiwa positif maupun negatif.
“Gong ini sering berbunyi sendiri, kalau akan ada peristiwa penting. Seperti pada tahun 1971 saat peng-Golkar-an, saat ada musibah zaman dulu. Sering memberi tanda sehingga selama ini kami keramatkan,” imbuh Kelian Desa Adat Menyali Made Carita.
Kemudian pada zaman penjajahan Belanda, karena gong Sekar Gadung dikenal mistis dan sebagai sarana pemersatu kerajaan, sempat ingin dihancurkan oleh Belanda. Gong keramat saat dibawa dan pentas di Puri Buleleng disaksikan Belanda, gong keramat tidak mau berbunyi. Belanda yang sudah memiliki niat tidak baik langsung memukulnya beberapa kali hingga pecah di bagian bawah.
Keberadaan gong keramat Sekar Gadung hanya diturunkan saat piodalan di Pura Desa pada Hari Raya Galungan, pertunjukan gong mebarung. Namun saat diturunkan hanya digantung tidak dimainkan. “Sebelum tedun tentu ada ritualnya diupacarai, memohon restu kepada Ida Sasuhunan. Kalau tahapannya kurang seperti tadi pas mau jalan ke sini lupa banyuawang (pembersihan dengan air kelapa), mobil yang ngangkut sempat macet,” ungkap Made Carita.
Sejak ikut campur Belanda untuk memecah belah kekuatan Buleleng, gong keramat Sekar Gadung tidak pernah lagi bersanding dengan pasangannya, Sekar Sandat yang disungsung krama Desa Panji. Hingga saat ini menjadi kali pertama krama Desa Menyali untuk membuktikan cerita-cerita tetuanya terdahulu tentang hubungan kekerabatan secara spiritual dengan Desa Panji.
“Kami bersama Bulian, Kubutambahan, Panji, punya tim untuk menelusuri sejarah dan menarik benang merah dari penuturan tetua kami disandingkan dengan catatan dalam lontar, babad atau prasasti, untuk menyambung kembali persaudaraan dan silaturahmi,” tegas Made Carita.
Semangat raja-raja Buleleng pada zaman dahulu yang membentuk persatuan dengan banua-banua, diharapkan menjadi sistem kesatuan kembali untuk memajukan Buleleng. Bersatunya seluruh daerah di Buleleng dapat menjadi kekuatan untuk mewujudkan Buleleng yang lebih baik.
Perbekel Desa Panji Made Mangku Ariawan juga mengatakan keberadaan gong keramat Sekar Sandat yang disungsung krama Desa Panji, juga diyakini memiliki kekuatan gaib. Gong duwen Ida ini sering dipakai untuk memohon berkat dan keselamatan saat sedang mengalami wabah.
“Kami di sini sering memohon pawisik dan juga anugerah untuk nangluk merana saat pandemi Covid-19 ini juga sempat minta keselamatan untuk krama di sini,” kata Mangku Ariawan.
Mantan anggota DPRD Buleleng ini pun menyambut gembira upaya krama Desa Menyali yang mengawali silaturahmi dengan menghadirkan gong keramat untuk disandingkan. “Saya meyakini dua gong simbol purusa dan pradana jika disatukan akan membawa kehidupan yang lebih baik dan makmur. Bukan hanya untuk Panji dan Menyali tetapi untuk Denbukit (Buleleng),” tandas Mangku Ariawan. *k23
Komentar