Art Xchange Gallery Gelar Pameran Tunggal Perupa Internasional Marisa R Ng
DENPASAR, NusaBali
Art Xchange Gallery di Kopi Bali House, Sanur, Bali, kembali akan menggelar pameran lukisan dengan menghadirkan perupa internasional Marisa R Ng dari Malaysia. Acara ini akan diadakan mulai tanggal 25-30 Juni 2022.
Serangkaian pameran tersebut Marisa juga akan membuat event 'Table Talk: Food, Our Universal Language' di mana dia akan menyajikan menu masakan multikultural karyanya bersama Chef Gabriel Pandanbuana dan Head Barista Juan Kenneth Wijaya.
Tempat duduk untuk ‘Table Talk: Food, Our Universal Language' terbatas untuk 9 orang semalam dan makanan akan disajikan di atas salah satu karya seni Marisa, tepat di tengah meja bundar berukuran 2 meter.
Pengalaman interaksi seni sembari bersantap ini diharapkan dapat menghubungkan orang-orang dalam mengeksplorasi dan berbagi, serta mempelajari kebudayaan. Makanan adalah suatu cara dalam menyatukan negara dan budaya yang berbeda-beda.
Direktur Art Xchange Gallery, Benny Oentoro, menyatakan akhir-akhir ini dunia kita sedang kacau dilanda oleh intoleransi akibat isu rasisme dan agama. Sebagian besar negara tanpa menyadarinya, telah membiarkan segregasi rasial antara kelompok yang berbeda. Kebebasan dan kesetaraan sudah hilang.
Pada tahun 2013, sebuah gerakan bernama Black Lives Matter dimulai. Gerakan ini menyoroti rasisme, diskriminasi dan ketidaksetaraan yang dialami oleh orang kulit hitam. Meskipun begitu, ini tidak hanya berlaku untuk orang kulit hitam. Di seluruh dunia, minoritas baik itu ras, budaya, atau agama menderita pelecehan dan intoleransi.
”Kita perlu introspeksi diri bahwa dunia ini terdiri dari ras, budaya, dan agama yang berbeda. Hanya ketika kita bersatu, saling menghormati inti dan nilai-nilai lain, kita dapat mulai hidup dalam harmoni,” ujar Benny Oentoro, pada konferensi pers di Art Xchange Gallery di Kopi Bali House, Sanur, Senin (20/6).
Karena itu, lanjut Benny, Art Xchange Gallery dengan senang hati menyelenggarakan pameran tunggal Marisa R Ng. Pameran yang dirangkai dengan Table Talk akan membuka dialog tentang perbedaan warisan ras, budaya, dan tradisi.
Pameran Table Talk: Food Our Universal Languange, menurut Benni, relevan untuk ditampilkan di Indonesia, karena masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai ras, suku, budaya, dan tradisi. Belakangan ini, minoritas mengalami pelecehan dan intoleransi di negara berpenduduk terbesar keempat di dunia ini.
Menurut Benny, tantangannya adalah bagaimana menjaga persatuan di antara ras multikultural yang begitu luas, dengan saling menghormati budaya dan latar belakang yang berbeda. "Jangan sampai kita melupakan semboyan nasional kita Bhinneka Tunggal Ika yang berarti kesatuan dalam keragaman," ujarnya.
Sementara Marisa R Ng mengungkapkan, makan di meja bundar akan menyatukan keluarga sekaligus mendekatkan orang. Dia menjelaskan, kata 'kesatuan' dalam bahasa Tiongkok memiliki pengucapan yang mirip dengan kata 'bulat' atau 'lingkaran'. Meja bundar, ujarnya, akan menyatukan keluarga serta membawa orang lebih dekat.
Marisa percaya bahwa makanan adalah bahasa universal kita. “Berbagi makanan bersama tanpa memandang ras dan status di meja bundar tetap menjadi simbol sejati toleransi, kepedulian, cinta, dan rasa hormat, tidak hanya untuk keluarga kita, tetapi juga untuk komunitas kita, bangsa kita dan dunia,” sebutnya.
Adapun Marisa R Ng adalah seniman abstrak ekspresionis Malaysia, memiliki latar belakang budaya campuran, ayah Tionghoa dan ibu Melayu. Dia sangat akrab dengan budaya dan tradisi Melayu dan Tiongkok. *cr78
Tempat duduk untuk ‘Table Talk: Food, Our Universal Language' terbatas untuk 9 orang semalam dan makanan akan disajikan di atas salah satu karya seni Marisa, tepat di tengah meja bundar berukuran 2 meter.
Pengalaman interaksi seni sembari bersantap ini diharapkan dapat menghubungkan orang-orang dalam mengeksplorasi dan berbagi, serta mempelajari kebudayaan. Makanan adalah suatu cara dalam menyatukan negara dan budaya yang berbeda-beda.
Direktur Art Xchange Gallery, Benny Oentoro, menyatakan akhir-akhir ini dunia kita sedang kacau dilanda oleh intoleransi akibat isu rasisme dan agama. Sebagian besar negara tanpa menyadarinya, telah membiarkan segregasi rasial antara kelompok yang berbeda. Kebebasan dan kesetaraan sudah hilang.
Pada tahun 2013, sebuah gerakan bernama Black Lives Matter dimulai. Gerakan ini menyoroti rasisme, diskriminasi dan ketidaksetaraan yang dialami oleh orang kulit hitam. Meskipun begitu, ini tidak hanya berlaku untuk orang kulit hitam. Di seluruh dunia, minoritas baik itu ras, budaya, atau agama menderita pelecehan dan intoleransi.
”Kita perlu introspeksi diri bahwa dunia ini terdiri dari ras, budaya, dan agama yang berbeda. Hanya ketika kita bersatu, saling menghormati inti dan nilai-nilai lain, kita dapat mulai hidup dalam harmoni,” ujar Benny Oentoro, pada konferensi pers di Art Xchange Gallery di Kopi Bali House, Sanur, Senin (20/6).
Karena itu, lanjut Benny, Art Xchange Gallery dengan senang hati menyelenggarakan pameran tunggal Marisa R Ng. Pameran yang dirangkai dengan Table Talk akan membuka dialog tentang perbedaan warisan ras, budaya, dan tradisi.
Pameran Table Talk: Food Our Universal Languange, menurut Benni, relevan untuk ditampilkan di Indonesia, karena masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai ras, suku, budaya, dan tradisi. Belakangan ini, minoritas mengalami pelecehan dan intoleransi di negara berpenduduk terbesar keempat di dunia ini.
Menurut Benny, tantangannya adalah bagaimana menjaga persatuan di antara ras multikultural yang begitu luas, dengan saling menghormati budaya dan latar belakang yang berbeda. "Jangan sampai kita melupakan semboyan nasional kita Bhinneka Tunggal Ika yang berarti kesatuan dalam keragaman," ujarnya.
Sementara Marisa R Ng mengungkapkan, makan di meja bundar akan menyatukan keluarga sekaligus mendekatkan orang. Dia menjelaskan, kata 'kesatuan' dalam bahasa Tiongkok memiliki pengucapan yang mirip dengan kata 'bulat' atau 'lingkaran'. Meja bundar, ujarnya, akan menyatukan keluarga serta membawa orang lebih dekat.
Marisa percaya bahwa makanan adalah bahasa universal kita. “Berbagi makanan bersama tanpa memandang ras dan status di meja bundar tetap menjadi simbol sejati toleransi, kepedulian, cinta, dan rasa hormat, tidak hanya untuk keluarga kita, tetapi juga untuk komunitas kita, bangsa kita dan dunia,” sebutnya.
Adapun Marisa R Ng adalah seniman abstrak ekspresionis Malaysia, memiliki latar belakang budaya campuran, ayah Tionghoa dan ibu Melayu. Dia sangat akrab dengan budaya dan tradisi Melayu dan Tiongkok. *cr78
Komentar