Dewan Soroti SiLPA yang Terlalu Tinggi
SiLPA Tahun 2021 Capai Rp 378,34 Miliar Lebih
Sekda Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Wiradana mengatakan, sisa anggaran yang menjadi SiLPA saat ini merupakan sisa dari proyek tahun 2021.
DENPASAR, NusaBali
DPRD Kota Denpasar menyoroti Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun 2021 terlalu tinggi saat rapat pembahasan Ranperda Kota Denpasar tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Denpasar Tahun Anggaran 2021 di Gedung DPRD Kota Denpasar, Jumat (24/6). Dewan mempertanyakan penyebab sisa anggaran capai Rp 378,34 miliar Lebih.
Hal itu terungkap dalam rapat yang dipimpin Ketua DPRD Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Gede bersama Sekda Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Wiradana yang dihadiri anggota Badan Anggaran (Banggar) dan anggota DPRD lainnya.
Anggota DPRD Kota Denpasar dari Fraksi Demokrat, Anak Agung Susruta Ngurah Putra mempertanyakan tingginya SiLPA mencapai Rp 378,34 miliar lebih. Apalagi total Anggaran Belanja Daerah dianggarkan sebesar Rp 2,20 triliun lebih sedangkan realisasinya hanya sebesar Rp 1,92 triliun lebih atau sebesar 87,36 persen.
Hal itu menurut dia harus menjadi perhatian khusus. "Perlu lebih teliti dalam penganggaran, mencari target itu bukan dengan perasaan tetapi penuh perhitungan. Sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh real dan tidak ada SiLPA yang besar," jelasnya.
Selain itu, dia juga mempertanyakan ada penerimaan kembali dana pinjaman yang seharusnya dipinjam oleh pihak luar sebanyak Rp 3,5 miliar. Sebab, dana pinjaman tersebut baru muncul saat ini, sebab tahun-tahun sebelumnya dana tersebut tidak ada.
"Itu ada dana pengembalian yang harusnya dipinjamkan ke luar tetapi malah kembali sebesar Rp 3,5 miliar yang menambah data SiLPA. Itu tolong dijelaskan dana pinjaman dari mana kemana dana itu. Dan dari mana sumber dana itu karena dari tahun ke tahun menurut kami tidak pernah ada dana seperti itu," ungkapnya.
Selain itu, Anggota DPRD dari Fraksi Nasdem-PSI yang sekaligus anggota Banggar, I Wayan Gatra menyatakan halnyang sama. Menurutnya, secara prinsip pertanggungjawaban ini sudah berjalan sesuai dengan mekanisme dan aturan yang ada. Satu hal yang menjadi penekanannya yakni terkait dengan realisasi anggaran Dinas Kesehatan dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana realisasi anggarannya hanya 20 persen.
Disatu sisi menurut dia, bahwa anggaran sangat terbatas, namun lain sisi terdapat beberapa OPD yang diberikan anggaran tetapi tidak dapat direalisasikan. Sehingga mengalokasikan anggaran yang sebenarnya masih dibutuhkan oleh yang lain, ini menurutnya menjadi anggaran yang mubazir.
"Saran kami ke depan, terhadap rancangan-rancangan anggaran yang dibutuhkan masing-masing OPD agar dapat diperhitungkan. Jangan sampai realisasi dibawah 50 persen, berarti itu tidak ada rancangan yang realistis. Oleh karena itu, semoga hal ini menjadi acuan untuk anggaran di tahun-tahun yang akan datang," ungkapnya.
Menurut dia, dalam perencanaan awal pengajuan RAPBD ini bisa menjadi perhatian, jika memang tidak diperlukan jangan sampai membuat anggaran yang besar. "Saran ini pada saat rapat kerja dengan Tim Anggaran dari eksekutif dapat kita sampaikan sebagai perbaikan, agar perencanaan bisa lebih matang dan realisasinya bisa lebih maksimal sehingga anggaran yang tidak dibutuhkan dapat kita alokasikan pada anggaran kebutuhan yang lain," ujarnya.
Sementara, Anggota DPRD dari Fraksi PDIP I Ketut Suteja Kumara menambahkan, Dewan di sini menurut dia memberikan perhatian kepada tingginya SiLPA, yang diketahui sampai sekitar 30 persen. Dia berharap ke depan dalam perencanaan anggaran agar memikirkan secara matang dan komprehensif sehingga tidak lagi terjadi peledakan pada SiLPA.
Karena SiLPA yang diperkenankan dalam regulasi adalah maksimal sebesar 10 persen. Jangan sampai menurut dia Pemerintah Kota menjadi perhatian akibat begitu banyaknya SiLPA yang terjadi. Sehingga perlu diuraikan apa sebab dan mengapa SiLPA yang begitu tinggi.
"Seperti yang disampaikan, bagaimana kita mengoptimalisasi anggaran, kalau seandainya pun anggaran itu tidak terpakai, SiLPA sebesar tiga ratusan miliar jika diletakkan di penyertaan modal memiliki bunga yang luar biasa. Kalau tidak salah sekitar 9 persen atau 10 persen per-tahun. Jika 10 persen pertahun sudah seharusnya meningkat setidaknya tiga ratus miliar dari kondisi yang ada," jelasnya.
Dia mengingatkan kepada pemerintah Kota Denpasar khususnya kepada OPD yang menangani hal ini serius melakukan perencanaan yang tepat dan akurat. Salah satunya bagaimana OPD melakukan sinkronisasi harga satuan.
Yang perlu dievaluasi juga menurut dia yakni program atau kegiatan yang mendapatkan perhatian agar tepat sasaran di masyarakat. Terdapat sebuah kegiatan yang komprehensif atau disinkronkan dengan nilai satuan, seperti bantuan kendaraan untuk murid. "Yang jelas kita sangat berharap bagaimana SiLPA ini bisa diatur sesuai pertauran yang ada," imbuhnya.
Menanggapi hal itu Sekda Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Wiradana mengatakan, sisa anggaran yang menjadi SiLPA saat ini merupakan sisa dari proyek tahun 2021. Di sisi lain karena pandemi Covid-19 ini, dia mengatakan untuk benar-benar memperhatikan anggaran yang digunakan agar tidak menjadi permasalahan.
Sehingga, sisa yang diperoleh menjadi SiLPA saat ini. "Kita ketahui saat ini kita sedang mengalami perekonomian yang berat. Di samping itu kita juga harus benar-benar memperhatikan pemakaian anggaran. Satu sisi, sisa anggaran tersebut juga dari sisa-sisa proyek pembangunan," ungkapnya.
Sementara, terkait dengan dana pinjaman Rp 3,5 miliar, Asisten Perekonomian Kota Denpasar, Made Sariawan mengatakan dana tersebut merupakan rencana yang pinjaman LPD Kota Denpasar. LPD se Kota Denpasar tidak mengajukan peminjaman dana bergulir sampai 2019 karena banyak dana yang tersimpan sehingga tidak ada LPD yang meminjam.
Dalam pemeriksaan BPK, karena tidak dipinjam sehingga dana yang ada pada bagian ekonomi itu di tahun 2020 mendapat masukan dari BPK dapat dikoordinasikan dengan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) agar dikembalikan ke kas daerah. "Saat itu harus ada kajian juga, karena dari kajian dari badan hukum kesimpulannya dana Rp 3,5 miliar itu dikembalikan ke BPKAD sebagai SiLPA," ungkapnya. *mis
Hal itu terungkap dalam rapat yang dipimpin Ketua DPRD Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Gede bersama Sekda Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Wiradana yang dihadiri anggota Badan Anggaran (Banggar) dan anggota DPRD lainnya.
Anggota DPRD Kota Denpasar dari Fraksi Demokrat, Anak Agung Susruta Ngurah Putra mempertanyakan tingginya SiLPA mencapai Rp 378,34 miliar lebih. Apalagi total Anggaran Belanja Daerah dianggarkan sebesar Rp 2,20 triliun lebih sedangkan realisasinya hanya sebesar Rp 1,92 triliun lebih atau sebesar 87,36 persen.
Hal itu menurut dia harus menjadi perhatian khusus. "Perlu lebih teliti dalam penganggaran, mencari target itu bukan dengan perasaan tetapi penuh perhitungan. Sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh real dan tidak ada SiLPA yang besar," jelasnya.
Selain itu, dia juga mempertanyakan ada penerimaan kembali dana pinjaman yang seharusnya dipinjam oleh pihak luar sebanyak Rp 3,5 miliar. Sebab, dana pinjaman tersebut baru muncul saat ini, sebab tahun-tahun sebelumnya dana tersebut tidak ada.
"Itu ada dana pengembalian yang harusnya dipinjamkan ke luar tetapi malah kembali sebesar Rp 3,5 miliar yang menambah data SiLPA. Itu tolong dijelaskan dana pinjaman dari mana kemana dana itu. Dan dari mana sumber dana itu karena dari tahun ke tahun menurut kami tidak pernah ada dana seperti itu," ungkapnya.
Selain itu, Anggota DPRD dari Fraksi Nasdem-PSI yang sekaligus anggota Banggar, I Wayan Gatra menyatakan halnyang sama. Menurutnya, secara prinsip pertanggungjawaban ini sudah berjalan sesuai dengan mekanisme dan aturan yang ada. Satu hal yang menjadi penekanannya yakni terkait dengan realisasi anggaran Dinas Kesehatan dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana realisasi anggarannya hanya 20 persen.
Disatu sisi menurut dia, bahwa anggaran sangat terbatas, namun lain sisi terdapat beberapa OPD yang diberikan anggaran tetapi tidak dapat direalisasikan. Sehingga mengalokasikan anggaran yang sebenarnya masih dibutuhkan oleh yang lain, ini menurutnya menjadi anggaran yang mubazir.
"Saran kami ke depan, terhadap rancangan-rancangan anggaran yang dibutuhkan masing-masing OPD agar dapat diperhitungkan. Jangan sampai realisasi dibawah 50 persen, berarti itu tidak ada rancangan yang realistis. Oleh karena itu, semoga hal ini menjadi acuan untuk anggaran di tahun-tahun yang akan datang," ungkapnya.
Menurut dia, dalam perencanaan awal pengajuan RAPBD ini bisa menjadi perhatian, jika memang tidak diperlukan jangan sampai membuat anggaran yang besar. "Saran ini pada saat rapat kerja dengan Tim Anggaran dari eksekutif dapat kita sampaikan sebagai perbaikan, agar perencanaan bisa lebih matang dan realisasinya bisa lebih maksimal sehingga anggaran yang tidak dibutuhkan dapat kita alokasikan pada anggaran kebutuhan yang lain," ujarnya.
Sementara, Anggota DPRD dari Fraksi PDIP I Ketut Suteja Kumara menambahkan, Dewan di sini menurut dia memberikan perhatian kepada tingginya SiLPA, yang diketahui sampai sekitar 30 persen. Dia berharap ke depan dalam perencanaan anggaran agar memikirkan secara matang dan komprehensif sehingga tidak lagi terjadi peledakan pada SiLPA.
Karena SiLPA yang diperkenankan dalam regulasi adalah maksimal sebesar 10 persen. Jangan sampai menurut dia Pemerintah Kota menjadi perhatian akibat begitu banyaknya SiLPA yang terjadi. Sehingga perlu diuraikan apa sebab dan mengapa SiLPA yang begitu tinggi.
"Seperti yang disampaikan, bagaimana kita mengoptimalisasi anggaran, kalau seandainya pun anggaran itu tidak terpakai, SiLPA sebesar tiga ratusan miliar jika diletakkan di penyertaan modal memiliki bunga yang luar biasa. Kalau tidak salah sekitar 9 persen atau 10 persen per-tahun. Jika 10 persen pertahun sudah seharusnya meningkat setidaknya tiga ratus miliar dari kondisi yang ada," jelasnya.
Dia mengingatkan kepada pemerintah Kota Denpasar khususnya kepada OPD yang menangani hal ini serius melakukan perencanaan yang tepat dan akurat. Salah satunya bagaimana OPD melakukan sinkronisasi harga satuan.
Yang perlu dievaluasi juga menurut dia yakni program atau kegiatan yang mendapatkan perhatian agar tepat sasaran di masyarakat. Terdapat sebuah kegiatan yang komprehensif atau disinkronkan dengan nilai satuan, seperti bantuan kendaraan untuk murid. "Yang jelas kita sangat berharap bagaimana SiLPA ini bisa diatur sesuai pertauran yang ada," imbuhnya.
Menanggapi hal itu Sekda Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Wiradana mengatakan, sisa anggaran yang menjadi SiLPA saat ini merupakan sisa dari proyek tahun 2021. Di sisi lain karena pandemi Covid-19 ini, dia mengatakan untuk benar-benar memperhatikan anggaran yang digunakan agar tidak menjadi permasalahan.
Sehingga, sisa yang diperoleh menjadi SiLPA saat ini. "Kita ketahui saat ini kita sedang mengalami perekonomian yang berat. Di samping itu kita juga harus benar-benar memperhatikan pemakaian anggaran. Satu sisi, sisa anggaran tersebut juga dari sisa-sisa proyek pembangunan," ungkapnya.
Sementara, terkait dengan dana pinjaman Rp 3,5 miliar, Asisten Perekonomian Kota Denpasar, Made Sariawan mengatakan dana tersebut merupakan rencana yang pinjaman LPD Kota Denpasar. LPD se Kota Denpasar tidak mengajukan peminjaman dana bergulir sampai 2019 karena banyak dana yang tersimpan sehingga tidak ada LPD yang meminjam.
Dalam pemeriksaan BPK, karena tidak dipinjam sehingga dana yang ada pada bagian ekonomi itu di tahun 2020 mendapat masukan dari BPK dapat dikoordinasikan dengan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) agar dikembalikan ke kas daerah. "Saat itu harus ada kajian juga, karena dari kajian dari badan hukum kesimpulannya dana Rp 3,5 miliar itu dikembalikan ke BPKAD sebagai SiLPA," ungkapnya. *mis
1
Komentar