'Pencegahan Korupsi Berbasis Desa Adat'
Sinergi KPK, Gubernur Koster Wacanakan Perarem Antikorupsi
Apabila masyarakat terbukti melakukan tindakan korupsi melalui putusan pengadilan, dia juga akan mendapatkan sanksi adat di wilayahnya.
DENPASAR, NusaBali
Gubernur Bali, Wayan Koster mengungkapkan gagasannya untuk memperluas pendidikan anti korupsi melalui Desa Adat di Bali. Selain itu juga akan segera lakukan sosialisasi dan arahan ke Desa Adat di Bali untuk membuat Perarem Antikorupsi.
Hal ini disampaikan Gubernur Koster saat pembukaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Peningkatan Kapabilitas dan Pemberdayaan Masyarakat Antikorupsi bertema ‘Partisipasi Krama Ngwangun Provinsi Bali Bebas Saking Korupsi’ di Hotel Harris Denpasar pada Soma Wage Medangsia, Senin (27/6).
Hal ini disampaikan Gubernur Koster saat pembukaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Peningkatan Kapabilitas dan Pemberdayaan Masyarakat Antikorupsi bertema ‘Partisipasi Krama Ngwangun Provinsi Bali Bebas Saking Korupsi’ di Hotel Harris Denpasar pada Soma Wage Medangsia, Senin (27/6).
Menurutnya, saat ini Pemprov Bali telah mengeluarkan kebijakan pendidikan antikorupsi melalui sekolah dengan sasaran SD, SMP, SMA/SMK. Selain itu juga melaksanakan pendidikan antikorupsi dengan mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal di Bali yang diintegrasikan dalam sistem kemasyarakatan, yaitu seni dan budaya sebagai wahana edukasi kepada masyarakat.
“Tadi disampaikan KPK akan membentuk salah satu contoh desa yang bebas korupsi, jadi kalau belum ditetapkan saya izin usulkan pendidikan ini berbasis Desa Adat,” ujar Ketua DPD PDIP Bali ini. Dia mengatakan Desa Adat di Bali memiliki sistem pemerintahan seperti : 1) Prajuru Desa Adat (Pengurus Pemerintahan); 2) Sabha Desa Adat (Legislatif atau lembaga mitra kerja Prajuru Desa Adat yang melaksanakan fungsi pertimbangan dalam pengelolaan Desa Adat); dan 3) Kerta Desa Adat (Yudikatif atau lembaga mitra kerja Prajuru Desa Adat yang melaksanakan fungsi penyelesaian perkara adat/wicara berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat setempat).
“Selain itu di Desa Adat juga terdapat sanksi sosial yang diatur dengan rapi di dalam awig-awig dan Perarem Desa Adat,” ujar mantan Anggota Komisi X DPR RI dapil Bali tiga periode ini. Sehingga kehadiran program KPK ke Pulau Dewata yang disambut antusias oleh Gubernur Bali jebolan ITB ini, tidak saja akan membantu menata penyelenggara pemerintahan yang baik/good governance, tetapi juga untuk mengatasi penggunaan uang negara yang tidak sehat, selain memberikan pemahaman kepada masyarakat agar memiliki budaya hidup bersih secara komprehensif, mulai dari bersih dari sampah, bersih dari narkoba dan juga termasuk bersih dari korupsi.
“Jadi selain penindakan yang sedang digencarkan oleh KPK, memang juga dalam jangka panjang pendidikan ini sangat penting untuk masyarakat supaya kehidupan seperti ini (bersih) menjadi budaya. Jika sudah menjadi budaya, saya kira penegak hukum akan berkurang melakukan penindakan,” jelas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini yang disambut tepuk tangan.
Dia juga menegaskan setelah acara kemarin akan kumpul dengan Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali, Majelis Desa Adat (MDA) se-Bali, serta 1.493 Desa Adat di Bali untuk memberi arahan di dalam pembuatan Perarem Antikorupsi.
Pararem merupakan aturan atau keputusan Paruman Desa Adat sebagai pelaksanaan Awig-Awig yang mengatur hal-hal baru, serta untuk penyelesaian perkara adat. Sementara Awig-Awig merupakan aturan yang dibuat oleh Desa Adat dan berlaku bagi Krama Desa Adat dan Krama Tamiu.
“Bali yang kental dengan kearifan lokal masyarakatnya menjadikan Pararem sebagai media pencegahan korupsi yang mengikat. Hal ini turut menguatkan nilai-nilai di masyarakat Bali untuk tidak mengambil yang bukan haknya dan selalu mengedepankan kewajiban dari pada hak,” ujar mantan Anggota Komisi X DPR RI dapil Bali tiga periode ini.
Di sisi lain, kata Gubernur Koster, Perarem juga merupakan aturan atau hukum adat yang memiliki sanksi cukup berat. Apabila masyarakat terbukti melakukan tindakan korupsi melalui putusan pengadilan, dia juga akan mendapatkan sanksi adat di wilayahnya. Sehingga dengan dua sanksi, yaitu oleh negara maupun lingkungan masyarakatnya, diharapkan bisa membuat mereka semakin jera melakukan korupsi.
Sementara Plt Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana dalam sambutannya menyampaikan Bimtek Peningkatan Kapabilitas dan Pemberdayaan Masyarakat Antikorupsi diikuti sebanyak 150 orang peserta dengan menghadirkan akademisi dan internal KPK sebagai narasumber. Kegiatan ini berlangsung dari 27-28 Juni 2022 di Denpasar.
Para peserta berasal dari pemuka adat, pelajar, ormas dan lainnya yang diharapkan bisa menjadi pelopor antikorupsi dengan harapan dapat menyebarluaskan dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya integritas yang sejalan dengan program Pemprov Bali. Mengenai peran Desa Adat di dalam mengawasi dan mencegah korupsi, kata Wawan Wardiana sangat lebih efektif, karena di Desa Adat seperti yang disampaikan Gubernur Koster terdapat Awig-awig dan Perarem yang hukuman adatnya ditakuti masyarakat setempat.
“Sehingga berdasarkan catatan yang ada di Bali, memang Bali itu sangat kuat adat dengan budayanya, untuk itu hukum normatif yang dikuatkan hukum adat diharapkan lebih efektif di dalam melakukan pencegahan korupsi di Bali,” pungkasnya. *nat
Komentar