Pembagian PHR Secara Langsung ke Kabupaten Tunggu Revisi Perda
Penyaluran Pajak Hotel dan Restauran (PHR) oleh Pemkab Badung secara langsung kepada 6 kabupaten penerima, kecuali Gianyar, tidak bisa dilaksanakan Juni 2017 nanti.
DENPASAR, NusaBali
Pasalnya, DPRD Bali memastikan lebih dulu harus dilakukan revisi Perda APBD Induk Provinsi Bali Tahun 2017. Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Nyoman Sugawa Korry, menyatakan jika penyisihan PHR tetap dibagikan secara langsung kepada 6 kabupaten penerima tanpa revisi Perda APBD Induk 2017, ini berpotensi jadi temuan BPK. Menurut Sugawa Korry, dana PHR harus dibagikan berdasarkan mekanisme, dalam hal ini Perda.
“Dalam Perda APBD Induk 2017, pembagian dana PHR kepada 6 kabupaten penerima adalah melalui Provinsi Bali. Kalau nanti mau dibagikan secara langsung oleh Badung kepada 6 kabupaten penerima dan disetujui Gubernur Bali, maka itu menjadi persoalan,” jelas Sugawa Korry di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Kamis (30/3).
“Sebab, kami di DPRD Bali belum pernah diajak membahasnya. Kalau dipaksakan, akan menjadi temuan BPK yang berpengaruh terhadap opini penilaian terhadap pemeriksaan keuangan pihak penyalur PHR itu sendiri,” lanjut Sekretaris DPD I Golkar Bali ini.
Sugawa Korry menegaskan, Perda APBD Induk 2017 memuat mekanisme pembagian PHR dibahas bersama-sama eksekutif dan legislatif. Perda APBD Induk 2017 juga sudah melalui verifikasi ke pemerintah pusat. Kalau bagi-bagi PHR dari Badung akan dilaksanakan langsung kepada 6 kabupaten penerima, maka Perda APBD Induk 2017 harus diubah dulu. Dan, itu baru bisa dilakukan sekitar September 2017 mendatang.
“Hanya Perda yang bisa membatalkan Perda, bukan Gubernur, bukan juga Dewan. Maka, harus ada perubahan Perda dulu. Kami ingatkan eksekutif untuk melakukan kajian dan lebih hati-hati atas persoalan PHR ini,” ujar politisi senior Golkar asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng ini.
Menurut Sugawa Korry, penyisihan dana PHR Badung sebesar Rp 342 miliar yang diberikan kepada 6 kabupaten se-Bali: Tabanan, Jembrana, Buleleng, Bangli, Klungkung, dan Karangasem, seharusnya memiliki semangat pemerataan dan keadilan. Artinya, pembagian PHR adalah hak bagi kabupaten penerima dan kewajiban bagi yang memberikan. “Bukan atas dasar kesan belas kasihan,” kata Sugawa Korry.
Sugawa Korry mengingatkan, pariwisata Bali adalah milik masyarakat Bali. Turis ke Bali karena adanya Pura Besakih (di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem), adanya Geopark di Kintamani (Bangli), hingga adanya Tanah Lot (di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Tabanan). Jadi, pariwisata Bali ini adalah milik bersama.
“Dalam pambagian PHR pun harus mengacu dengan hak dan kewajiban. Kami tidak melarang PHR dibagikan secara langsung kepada 6 kabupaten penerima, tapi kami mengingatkan supaya sesuai dengan Perda APBD Induk 2017,” tandas Sugawa Korry seraya menyebutkan DPRD Bali akan membicarakan persoalan ini dengan pusat, terkait kepastain payung hukumnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, I Nyoman Suyasa, meminta supaya pembagian PHR dari Badung dikembalikan ke mekanisme awal, yakni melalui Pemprov Bali kepada 6 kabupaten penerima. “Bagi kami, ini masalah etika saja. Karena pembagian PHR ini etikanya dari provinsi kepada kabupaten,” ujar Suyasa, Kamis kemarin.
Sedangkan Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Bali, I Wayan Sugiada, hampir senada dengan Sugawa Korry. Menurut Sugiada, pembagian PHR dari Badung kepada 6 kabupaten penerima tidak bisa dilaksanakan sesuai yang direncanakan, April atau Juni 2017. Masalahnya, Perda APBD Induk 2017 harus diubah dulu dengan Perda Perubahan. “Itu pun, kalau DPRD Bali setuju dengan pola penyalurannya. Kalau tidak, ya nggak bisa jalan,” tegas Sugiada saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Kamis kemarin.
Bagaimana kalau Badung tetap menyalurkan, apalagi dengan legal opinion dari kejaksaan? “Ya, silakan saja, itu kan hak Badung. Tapi, kalau terjadi masalah, itu masalah di Badung nanti, bukan kami (Provinsi Bali, Red),” terang Sugiada.
Pemprov Bali, kata Sugiada, sudah kirimkan surat kepada Kabupaten Badung dan Kota Denpasar sebagai pihak pemberi penyisihan dana PHR, serta 6 kabupaten yang menerima. Inti surat itu berisi tentang kesepakatan perubahan penyaluran PHR diserta dengan pencabutan kesepakatan. “Tapi, surat kami belum dijawab satu pun,” sesal Sugiada.
Badung sendiri sebelumnya berencana akan membagikan penyisihan dana PHR secara langsung kepada 6 kabupaten penerima, Juni 2017 mendatang. Terkait masalah ini, Bupati Badung Nyoman Giri Prasta mengajak perwakilan kepala daerah 6 kabupatenpenerima PHR menemui Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, di Kantor Gubernuran Niti Mandala Denpasar, 14 Maret 2017 lalu.
Menurut Bupati Giri Prasta, per Juni 2017 nanti ada penyisihan PHR sebesar Rp 342 miliar yang akan didistribusikan kepada 6 kabupaten penerima. Dari dana Rp 342 miliar tersebut, sebanyak Rp 300 miliar di antaranya dibagi rata 6 kabupaten penerima, hingga per daerah kebagian masing-masing Rp 50 miliar. Sedangkan sisanya sebesar Rp 42 miliar, dipakai membangun pura-pura yang mengalami kerusakan di 6 ka-bupaten penerima PHR. * nat
“Dalam Perda APBD Induk 2017, pembagian dana PHR kepada 6 kabupaten penerima adalah melalui Provinsi Bali. Kalau nanti mau dibagikan secara langsung oleh Badung kepada 6 kabupaten penerima dan disetujui Gubernur Bali, maka itu menjadi persoalan,” jelas Sugawa Korry di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Kamis (30/3).
“Sebab, kami di DPRD Bali belum pernah diajak membahasnya. Kalau dipaksakan, akan menjadi temuan BPK yang berpengaruh terhadap opini penilaian terhadap pemeriksaan keuangan pihak penyalur PHR itu sendiri,” lanjut Sekretaris DPD I Golkar Bali ini.
Sugawa Korry menegaskan, Perda APBD Induk 2017 memuat mekanisme pembagian PHR dibahas bersama-sama eksekutif dan legislatif. Perda APBD Induk 2017 juga sudah melalui verifikasi ke pemerintah pusat. Kalau bagi-bagi PHR dari Badung akan dilaksanakan langsung kepada 6 kabupaten penerima, maka Perda APBD Induk 2017 harus diubah dulu. Dan, itu baru bisa dilakukan sekitar September 2017 mendatang.
“Hanya Perda yang bisa membatalkan Perda, bukan Gubernur, bukan juga Dewan. Maka, harus ada perubahan Perda dulu. Kami ingatkan eksekutif untuk melakukan kajian dan lebih hati-hati atas persoalan PHR ini,” ujar politisi senior Golkar asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng ini.
Menurut Sugawa Korry, penyisihan dana PHR Badung sebesar Rp 342 miliar yang diberikan kepada 6 kabupaten se-Bali: Tabanan, Jembrana, Buleleng, Bangli, Klungkung, dan Karangasem, seharusnya memiliki semangat pemerataan dan keadilan. Artinya, pembagian PHR adalah hak bagi kabupaten penerima dan kewajiban bagi yang memberikan. “Bukan atas dasar kesan belas kasihan,” kata Sugawa Korry.
Sugawa Korry mengingatkan, pariwisata Bali adalah milik masyarakat Bali. Turis ke Bali karena adanya Pura Besakih (di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem), adanya Geopark di Kintamani (Bangli), hingga adanya Tanah Lot (di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Tabanan). Jadi, pariwisata Bali ini adalah milik bersama.
“Dalam pambagian PHR pun harus mengacu dengan hak dan kewajiban. Kami tidak melarang PHR dibagikan secara langsung kepada 6 kabupaten penerima, tapi kami mengingatkan supaya sesuai dengan Perda APBD Induk 2017,” tandas Sugawa Korry seraya menyebutkan DPRD Bali akan membicarakan persoalan ini dengan pusat, terkait kepastain payung hukumnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, I Nyoman Suyasa, meminta supaya pembagian PHR dari Badung dikembalikan ke mekanisme awal, yakni melalui Pemprov Bali kepada 6 kabupaten penerima. “Bagi kami, ini masalah etika saja. Karena pembagian PHR ini etikanya dari provinsi kepada kabupaten,” ujar Suyasa, Kamis kemarin.
Sedangkan Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Bali, I Wayan Sugiada, hampir senada dengan Sugawa Korry. Menurut Sugiada, pembagian PHR dari Badung kepada 6 kabupaten penerima tidak bisa dilaksanakan sesuai yang direncanakan, April atau Juni 2017. Masalahnya, Perda APBD Induk 2017 harus diubah dulu dengan Perda Perubahan. “Itu pun, kalau DPRD Bali setuju dengan pola penyalurannya. Kalau tidak, ya nggak bisa jalan,” tegas Sugiada saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Kamis kemarin.
Bagaimana kalau Badung tetap menyalurkan, apalagi dengan legal opinion dari kejaksaan? “Ya, silakan saja, itu kan hak Badung. Tapi, kalau terjadi masalah, itu masalah di Badung nanti, bukan kami (Provinsi Bali, Red),” terang Sugiada.
Pemprov Bali, kata Sugiada, sudah kirimkan surat kepada Kabupaten Badung dan Kota Denpasar sebagai pihak pemberi penyisihan dana PHR, serta 6 kabupaten yang menerima. Inti surat itu berisi tentang kesepakatan perubahan penyaluran PHR diserta dengan pencabutan kesepakatan. “Tapi, surat kami belum dijawab satu pun,” sesal Sugiada.
Badung sendiri sebelumnya berencana akan membagikan penyisihan dana PHR secara langsung kepada 6 kabupaten penerima, Juni 2017 mendatang. Terkait masalah ini, Bupati Badung Nyoman Giri Prasta mengajak perwakilan kepala daerah 6 kabupatenpenerima PHR menemui Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, di Kantor Gubernuran Niti Mandala Denpasar, 14 Maret 2017 lalu.
Menurut Bupati Giri Prasta, per Juni 2017 nanti ada penyisihan PHR sebesar Rp 342 miliar yang akan didistribusikan kepada 6 kabupaten penerima. Dari dana Rp 342 miliar tersebut, sebanyak Rp 300 miliar di antaranya dibagi rata 6 kabupaten penerima, hingga per daerah kebagian masing-masing Rp 50 miliar. Sedangkan sisanya sebesar Rp 42 miliar, dipakai membangun pura-pura yang mengalami kerusakan di 6 ka-bupaten penerima PHR. * nat
1
Komentar