Hasto Orasi Geopolitik Bung Karno
JAKARTA, NusaBali
Sekjen DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mendapat undangan dari Universitas Negeri Padang (UNP) yang menggelar acara wisuda ke-127 di aula kampus tersebut di Kota Padang, Sumatera Barat, Minggu (3/7/2022).
Di sana, pria yang baru saja mendapat gelar Doktor Ilmu Pertahanan dan Geopolitik dari Universitas Pertahanan ini menyampaikan orasi ilmiah berjudul ‘Eksistensi Pemikiran Geopolitik Soekarno untuk Ketahanan Nasional’.
Hasto menekankan pemimpin nasional harus memiliki pemahaman terhadap geopolitik Indonesia, khususnya memiliki cara pandang outward looking. Hal itu sudah pernah dibuktikan Proklamator dan Presiden pertama RI Soekarno atau Bung Karno. Saat itu, atas perjuangan bangsa Indonesia, bangsa-bangsa Asia-Afrika seperti Maroko, Tunisia, Sudan, Aljazair, merdeka karena campur tangan Indonesia.
“Bahkan ketika Pakistan berjuang melawan Inggris, Indonesia mengirimkan angkatan perang. Atas upayanya tersebut, pada tahun 1965, Bung Karno mendapat gelar sebagai Pendekar dan Pahlawan Kemerdekaan Bangsa Islam melalui Konferensi Islam Asia Afrika,” urai Hasto.
Dalam kesempatan tersebut, Hasto menyampaikan pula pemikiran geopolitik Bung Karno tak bisa dilepaskan dari pemikiran Bung Hatta. Ketika memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dalam realitas sistem internasional yang anarkis, kemudian melahirkan Perang Dingin, Bung Hatta menyampaikan teori geopolitik yang dikenal dengan ‘Mendayung di Antara Dua Karang’.
Kata Hasto, itu adalah konsepsi kebijakan luar negeri bebas aktif yang terbukti relevan hingga sekarang. Memahami hal tersebut menjadi penting, sebab mempelajari pemikiran geopolitik Indonesia, tidak bisa terlepas dari tradisi intelektual para pendiri bangsa.
Di dalam tradisi intelektual ini, Bung Karno dan Bung Hatta hadir sebagai perpaduan pemimpin negarawan dan pemimpin pembelajar yang baik. Sebagai sosok pembelajar, mereka terus bergulat dengan buku sebagai jendela pengetahuan. Buku dipelajari secara kritis. Dengan buku, para pendiri bangsa melakukan dialog imajiner dengan tokoh-tokoh dunia.
Lalu membumikan dalam realitas kehidupan berbangsa, dan dengannya mencari arah masa depan. “Dwi Tunggal Soekarno-Hatta juga melahirkan pemahaman tentang kebijakan politik luar negeri bebas aktif. Dengannya bangsa Indonesia membangun rasa percaya diri untuk menjadi pemimpin di antara bangsa-bangsa,” tutur Hasto.
Dari sana terselenggara Konferensi Asia Afrika (KAA), lahir Gerakan Non Blok (GNB), hingga Conferences of the New Emerging Forces (Conefo). Kepemimpinan Indonesia tersebut didasarkan pada ideologi Pancasila yang mengandung cita-cita, bahwa kemerdekaan Indonesia ditujukan bagi persaudaraan dunia.
Dalam pandangan geopolitik Bung Karno, lanjut Hasto, Pancasila adalah ideologi geopolitik dunia. Pancasila lahir sebagai pandangan hidup bangsa dan sekaligus jawaban Indonesia atas keterbelahan dunia akibat perang dingin. Pancasila juga lahir sebagai jawaban atas struktur dunia yang tidak adil, akibat berbagai belenggu penjajahan yang telah menyebabkan Perang Dunia I dan Perang Dunia II yang telah menghancurkan peradaban umat manusia.
“Atas dasar hal tersebut, teori geopolitik Bung Karno didasarkan bahwa dunia akan damai dan berkeadilan apabila dunia bebas dari berbagai belenggu penjajahan,” jelas Hasto.
Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah pun mengapresiasi kehadiran Hasto di acara wisuda tersebut. “Kehadiran Pak Hasto ini menghadirkan sebuah spirit. Semoga dengan orasi ini akan mengembangkan pola pikir, kreativitas, inovasi, rasional, dan objektif khususnya bagi kita yang hadir di sini,” ucap Mahyeldi. Apalagi, Bung Karno punya hubungan batin dengan Sumbar. Misal, orang di sekeliling Bung Karno adalah berasal dari Minang. Mulai dari Hatta, Yamin, Sjahrir, hingga Hamka.
Sedangkan Rektor UNP Prof Ganefri menyatakan, para wisudawan harus meningkatkan kewaspadaan dan ketahanan nasional. Sesuai dengan pandangan Bung Karno, ketahanan suatu bangsa haruslah dipupuk dari tiga hal.
“Yaitu ketahanan politik, ketahanan ekonomi, dan ketahanan militer. Ketiga hal tersebut hendaklah diinternalisasi secara mendalam, terutama pada proses pendidikan, baik pada jenjang dasar hingga pendidikan tinggi,” ujar Prof Ganefri. *k22
Komentar