Badung Tampilkan Topeng Bondres
Ceritakan Ritual Magpag Yeh Sebagai Pemuliaan Air
Setiap akan menghadapi masa tanam, masyarakat petani Desa Kapal diwajibkan menggelar upacara magpag yeh.
DENPASAR, NusaBali
Sanggar Seni Yudistira dan Majalangu, Duta Kabupaten Badung tampil membawakan kesenian Topeng Bondres serangkaian Pesta Kesenian (PKB) di Kalangan Ayodya, Taman Budaya (Art Center), Denpasar, Minggu (3/7). Dalam pementasan tersebut, mereka menceritakan ritual Magpag Yeh di Desa Kapal, Kecamatan Mengwi, yang bermakna pemuliaan air sebagaimana tema PKB 'Danu Kerthi Huluning Amreta', Memuliakan Air sebagai Sumber Kehidupan.
Topeng Bondres dengan judul 'Magpag Yeh' berawal dari cerita masyarakat Desa Kapal pada jaman pemerintahan Raja Kapal I Gusti Agung Made Agung yang aman, tentram, dan makmur. Sampai pada suatu ketika masyarakat agraris, para petani Desa Kapal mengalami resah karena lahan persubakan kekurangan air irigasi. Kebijaksanaan raja I Gusti Agung Made Agung tergerak untuk menangani dengan menyusuri Tukad Penet ke hulu sampai di Hulun Danau Beratan. Beryoga dan dianugerahi petunjuk untuk menaikkan air Tukad Penet di daerah Penarungan sebagai sarana pengairan persawahan masyarakat Kapal. Di tempat tersebut kemudian dibangun pura yang disebut Pura Paluh sebagai tempat magpag yeh.
Setiap akan menghadapi masa tanam, masyarakat petani Desa Kapal diwajibkan menggelar upacara magpag yeh. Upacara ini digelar mulai dari Pura Desa lan Puseh Desa Adat Kapal berjalan beriringan menuju Pura Paluh sebagai sumber air. Prosesi berjalan terkesan sangat unik karena diiringi lelampahan baris yang mengisahkan sejarah prosesi Magpag Yeh. Yeh simbol dari kesucian dan kemerthan dalam wujud keris, yaitu keris Desa, Puseh, dan Paluh diusung beriringan menuju Pura Paluh disertai dengan sarana tumpeng besar, pakelem bebek mapupuk emas, gabah, uang kepeng, dan lain sebagainya.
Koordinator pementasan, AA Bagus Sudarma mengungkapkan, ritual Magpag Yeh ini tertuang dalam purana Desa Kapal. Sejak turun temurun tradisi itu dilaksanakan karena memiliki peran penting terkait memohon air sebagai sumber pengairan di sawah dan penghidupan. “Bukan untuk pengairan sawah saja, untuk kehidupan kita semua. Semua yang pakai air itu harus subakti pada Bhatara di Ulun Danu Beratan. Karena pusatnya ini ada di Ulun Danu Beratan. Bahkan di Ulun Danu Beratan kita mengadakan prosesi mulang pakelem,” ungkapnya.
Untuk tampil di PKB, pihaknya melibatkan sebanyak 50 seniman baik penabuh maupun seniman topeng bondres. Butuh waktu dua bulan bagi Sanggar Yudistira dan Majalangu ini untuk memulai proses kreatif. Dikatakan, seniman topeng yang dilibatkan terdiri dari seniman senior dan seniman baru sebagai bentuk regenerasi. “Jadi saling mengisi. Senimannya tidak semuanya senior. Ada juga yang baru. Jadi biar ada regenerasi. Apalagi yang kami tampilkan ini pakem klasik,” kata Sudarma. *cr78
Topeng Bondres dengan judul 'Magpag Yeh' berawal dari cerita masyarakat Desa Kapal pada jaman pemerintahan Raja Kapal I Gusti Agung Made Agung yang aman, tentram, dan makmur. Sampai pada suatu ketika masyarakat agraris, para petani Desa Kapal mengalami resah karena lahan persubakan kekurangan air irigasi. Kebijaksanaan raja I Gusti Agung Made Agung tergerak untuk menangani dengan menyusuri Tukad Penet ke hulu sampai di Hulun Danau Beratan. Beryoga dan dianugerahi petunjuk untuk menaikkan air Tukad Penet di daerah Penarungan sebagai sarana pengairan persawahan masyarakat Kapal. Di tempat tersebut kemudian dibangun pura yang disebut Pura Paluh sebagai tempat magpag yeh.
Setiap akan menghadapi masa tanam, masyarakat petani Desa Kapal diwajibkan menggelar upacara magpag yeh. Upacara ini digelar mulai dari Pura Desa lan Puseh Desa Adat Kapal berjalan beriringan menuju Pura Paluh sebagai sumber air. Prosesi berjalan terkesan sangat unik karena diiringi lelampahan baris yang mengisahkan sejarah prosesi Magpag Yeh. Yeh simbol dari kesucian dan kemerthan dalam wujud keris, yaitu keris Desa, Puseh, dan Paluh diusung beriringan menuju Pura Paluh disertai dengan sarana tumpeng besar, pakelem bebek mapupuk emas, gabah, uang kepeng, dan lain sebagainya.
Koordinator pementasan, AA Bagus Sudarma mengungkapkan, ritual Magpag Yeh ini tertuang dalam purana Desa Kapal. Sejak turun temurun tradisi itu dilaksanakan karena memiliki peran penting terkait memohon air sebagai sumber pengairan di sawah dan penghidupan. “Bukan untuk pengairan sawah saja, untuk kehidupan kita semua. Semua yang pakai air itu harus subakti pada Bhatara di Ulun Danu Beratan. Karena pusatnya ini ada di Ulun Danu Beratan. Bahkan di Ulun Danu Beratan kita mengadakan prosesi mulang pakelem,” ungkapnya.
Untuk tampil di PKB, pihaknya melibatkan sebanyak 50 seniman baik penabuh maupun seniman topeng bondres. Butuh waktu dua bulan bagi Sanggar Yudistira dan Majalangu ini untuk memulai proses kreatif. Dikatakan, seniman topeng yang dilibatkan terdiri dari seniman senior dan seniman baru sebagai bentuk regenerasi. “Jadi saling mengisi. Senimannya tidak semuanya senior. Ada juga yang baru. Jadi biar ada regenerasi. Apalagi yang kami tampilkan ini pakem klasik,” kata Sudarma. *cr78
Komentar