Desa Adat Kuta Gandeng BI Awasi Money Changer Ilegal
Sidak rutin diperlukan demi menyelamatkan Kuta sebagai destinasi wisata internasional.
MANGUPURA, NusaBali
Menyikapi temuan money changer ilegal, Desa Adat Kuta bersama sejumlah tokoh masyarakat Kuta langsung melaksanakan rapat kordinasi dengan BI, Polri, dan TNI di Aula Kantor Camat Kuta, Badung pada Rabu (6/7) siang. Dalam rapat itu, sejumlah tokoh mendorong agar instansi terkait memaksimalkan pengawasan terhadap usaha money changer. Salah satunya dengan mengadakan kembali jalinan kerja sama pengawasan dan pendataan.
Salah seorang tokoh masyarakat Kuta, I Gusti Anom Gumanti mendorong agar BI bersama Desa Adat Kuta menjalin kerja sama terkait pengawasan usaha money changer. Pasalnya usaha money changer yang berbuat curang selama ini cukup meresahkan masyarakat. “Untuk urusan money changer, langkah paling sederhana yang bisa kita lakukan adalah sidak bersama,” katanya.
Apabila dari hasil sidak ditemukan ada pemalsuan izin usaha money changer, Anom Gumanti meminta pihak BI untuk melakukan pemidanaan. Hal itu dilakukan untuk memberikan efek jera, karena oknum tersebut secara tidak langsung juga mempermainkan legitimasi BI. “Karena ini berkaitan dengan citra pariwisata Bali. Jadi, kalau ada temuan seharusnya langsung ditindak,” tegas Anom Gumanti yang notabene anggota DPRD Badung ini.
Bendesa Adat Kuta I Wayan Wasista, juga berharap agar BI bersama-sama instansi terkait seperti Satpol PP, Kecamatan, Polri, TNI dan masyarakat dapat bersama-sama secara intensif menggelar sidak rutin. Langkah tersebut sangat diperlukan demi menyelamatkan Kuta sebagai destinasi wisata internasional.
Dikatakan Wasista, memastikan legalitas usaha money changer yang beroperasi di wilayah Kuta merupakan salah satu bentuk mengantisipasi adanya perilaku nakal, seperti penipuan terhadap konsumen. “Nanti kami akan bersurat untuk meminta dilakukan sidak. Ini juga akan kita sinergikan dalam awig-awig yang akan kita sahkan,” katanya.
Sementara, Kepala Unit Sistem Pembayaran, Perizinan dan Pengawasan BI wilayah III Bali Nusa Tenggara, Ni Putu Sulastri, mengaku sepakat untuk menindaklanjuti masalah ini dengan langsung action ke lapangan secara bersama-sama dengan instansi terkait. Dia mengatakan kewenangan BI hanyalah sebatas mengatur money changer yang sudah berizin. Ketika hal itu masuk kepada ranah pidana atau perdata, maka BI tidak bisa melakukan penindakan karena menyangkut wewenang.
Termasuk ketika usaha itu diketahui tidak berizin, hal itu juga bukan menjadi ranah kewenangan BI. Sebab dokumen izin usaha seperti SKTU itu ranahnya ada pada pemerintah daerah. “Kalau usaha itu tidak sesuai dengan peruntukan izin yang dikeluarkan pemerintah daerah, itu sebenarnya bisa ditindak. BI hanya menginformasikan mana usaha yang berizin, legal dan pentingnya usaha berizin,” jelasnya. *dar
Salah seorang tokoh masyarakat Kuta, I Gusti Anom Gumanti mendorong agar BI bersama Desa Adat Kuta menjalin kerja sama terkait pengawasan usaha money changer. Pasalnya usaha money changer yang berbuat curang selama ini cukup meresahkan masyarakat. “Untuk urusan money changer, langkah paling sederhana yang bisa kita lakukan adalah sidak bersama,” katanya.
Apabila dari hasil sidak ditemukan ada pemalsuan izin usaha money changer, Anom Gumanti meminta pihak BI untuk melakukan pemidanaan. Hal itu dilakukan untuk memberikan efek jera, karena oknum tersebut secara tidak langsung juga mempermainkan legitimasi BI. “Karena ini berkaitan dengan citra pariwisata Bali. Jadi, kalau ada temuan seharusnya langsung ditindak,” tegas Anom Gumanti yang notabene anggota DPRD Badung ini.
Bendesa Adat Kuta I Wayan Wasista, juga berharap agar BI bersama-sama instansi terkait seperti Satpol PP, Kecamatan, Polri, TNI dan masyarakat dapat bersama-sama secara intensif menggelar sidak rutin. Langkah tersebut sangat diperlukan demi menyelamatkan Kuta sebagai destinasi wisata internasional.
Dikatakan Wasista, memastikan legalitas usaha money changer yang beroperasi di wilayah Kuta merupakan salah satu bentuk mengantisipasi adanya perilaku nakal, seperti penipuan terhadap konsumen. “Nanti kami akan bersurat untuk meminta dilakukan sidak. Ini juga akan kita sinergikan dalam awig-awig yang akan kita sahkan,” katanya.
Sementara, Kepala Unit Sistem Pembayaran, Perizinan dan Pengawasan BI wilayah III Bali Nusa Tenggara, Ni Putu Sulastri, mengaku sepakat untuk menindaklanjuti masalah ini dengan langsung action ke lapangan secara bersama-sama dengan instansi terkait. Dia mengatakan kewenangan BI hanyalah sebatas mengatur money changer yang sudah berizin. Ketika hal itu masuk kepada ranah pidana atau perdata, maka BI tidak bisa melakukan penindakan karena menyangkut wewenang.
Termasuk ketika usaha itu diketahui tidak berizin, hal itu juga bukan menjadi ranah kewenangan BI. Sebab dokumen izin usaha seperti SKTU itu ranahnya ada pada pemerintah daerah. “Kalau usaha itu tidak sesuai dengan peruntukan izin yang dikeluarkan pemerintah daerah, itu sebenarnya bisa ditindak. BI hanya menginformasikan mana usaha yang berizin, legal dan pentingnya usaha berizin,” jelasnya. *dar
Komentar