Cuaca Ekstrem, Nelayan Serangan Menganggur
DENPASAR, NusaBali
Angin kencang dan ombak tinggi belakangan ini membuat nelayan di Serangan, Denpasar Selatan, menurunkan aktivitas melaut. Hal itu bahkan berlangsung sejak Mei 2022 lalu.
Berdasar pengalaman para nelayan, cuaca ekstrem akan berlangsung hingga bulan Agustus nanti. “Tapi cuaca ekstrem tahun ini lebih terasa dibanding tahun sebelumnya,” ujar Ketua Kelompok Nelayan Madu Segara, Serangan, I Made Kariaka.
Kariaka menuturkan, pada saat ini sejatinya merupakan musim tangkapan ikan seperti tenggiri dan mahi-mahi. Namun cuaca yang cukup ekstrem menjadi kendala mereka mencari penghidupan.
Di sisi lain, subsidi bahan bakar mesin perahu dibatasi oleh pemerintah, sehingga jika mengandalkan kuota yang diberikan tersebut ruang jelajah nelayan di laut menjadi terbatas.
Perekonomian masyarakat yang masih belum pulih juga menjadi pertimbangan nelayan enggan melaut. Masyarakat di Serangan sebagai pasar utama hasil tangkapan nelayan belum meningkat daya belinya. Sehingga nelayan juga kesulitan memasarkan hasil tangkapannya.
“Dapat ikan, jualnya susah. Daya beli belum ada,” ucap Kariaka. Selama cuaca tidak bersahabat, praktis para nelayan menganggur. Sebagian terpaksa mencari pekerjaan sampingan menjadi buruh bangunan. Aktivitas pariwisata yang sebelumnya menjadi andalan sebagai penghasilan tambahan, belum dirasakan kebangkitannya di wilayah Serangan.
Nelayan Serangan lainnya, I Wayan Desta, menyampaikan hal yang sama. Dirinya sudah sejak bulan Mei tidak melaut. Nelayan yang biasa mencari tangkapan di wilayah pesisir ini menyebut, jika cuaca lebih bersahabat dia bisa mendapatkan ikan trinjan yang memang sedang musimnya.
Dari pesisir Serangan dia biasanya menyisir laut hingga wilayah pesisir Sanur. “Musim sekarang memang susah mencari ikan. Tapi beberapa tahun belakangan memang semakin sepi ikannya,” ungkap Desta. *cr78
Kariaka menuturkan, pada saat ini sejatinya merupakan musim tangkapan ikan seperti tenggiri dan mahi-mahi. Namun cuaca yang cukup ekstrem menjadi kendala mereka mencari penghidupan.
Di sisi lain, subsidi bahan bakar mesin perahu dibatasi oleh pemerintah, sehingga jika mengandalkan kuota yang diberikan tersebut ruang jelajah nelayan di laut menjadi terbatas.
Perekonomian masyarakat yang masih belum pulih juga menjadi pertimbangan nelayan enggan melaut. Masyarakat di Serangan sebagai pasar utama hasil tangkapan nelayan belum meningkat daya belinya. Sehingga nelayan juga kesulitan memasarkan hasil tangkapannya.
“Dapat ikan, jualnya susah. Daya beli belum ada,” ucap Kariaka. Selama cuaca tidak bersahabat, praktis para nelayan menganggur. Sebagian terpaksa mencari pekerjaan sampingan menjadi buruh bangunan. Aktivitas pariwisata yang sebelumnya menjadi andalan sebagai penghasilan tambahan, belum dirasakan kebangkitannya di wilayah Serangan.
Nelayan Serangan lainnya, I Wayan Desta, menyampaikan hal yang sama. Dirinya sudah sejak bulan Mei tidak melaut. Nelayan yang biasa mencari tangkapan di wilayah pesisir ini menyebut, jika cuaca lebih bersahabat dia bisa mendapatkan ikan trinjan yang memang sedang musimnya.
Dari pesisir Serangan dia biasanya menyisir laut hingga wilayah pesisir Sanur. “Musim sekarang memang susah mencari ikan. Tapi beberapa tahun belakangan memang semakin sepi ikannya,” ungkap Desta. *cr78
Komentar