Kelompok Seni Lukis Kalisa Kutuh Siapkan Dua Lukisan Besar Sambut Even KTT G20
Dikerjakan Bersama 87 Pelukis, Ditarget Tuntas Oktober Nanti
Anak Agung Gde Rai, pemilik Agung Rai Museum of Art (Arma) sebut Harmoni dan Flora Fauna merupakan karya terbesar di Bali bahkan di Indonesia yang dikerjakan secara kolektif.
GIANYAR, NusaBali
Kelompok Seni Lukis Kalisa Kutuh Banjar Kutuh Kelod, Desa Petulu, Kecamatan Ubud, Gianyar ingin berkontribusi terhadap even besar KTT G20 yang mengusung tema ‘Pemulihan bersama dan bersama kita kuat (recover, together, recover stronge)’. Selaras dengan tema tersebut kelompok seni lukis Kalisa yang berjumlah 87 orang membuat lukisan bersama.
"Kami bahas sekitar 5 bulan lalu untuk membuat dua karya lukisan besar merespon even besar KTT G20 yang berlangsung di Bali," ungkap Sekretaris Kelompok Seni Lukis Kalisa Kutuh I Made Suweta di sela pembinaan seni di Balai Banjar Kutuh Kelod, Desa Petulu, Kecamatan Ubud, Gianyar, Minggu (17/7) pagi.
Lukisan pertama berjudul ‘Harmoni’ berukuran 10 meter x 2,8 meter. Lukisan kedua berjudul ‘Flora Fauna’ berukuran 7 meter x 1,5 meter. Menariknya, dua lukisan besar ini dikerjakan secara kolektif atau gotong royong oleh semua pelukis yang ada di Banjar Kutuh Kelod. Dalam mewujudkan karya lukisan ini para pelukis sebanjar ini menggunakan teknik melukis Kutuhisme.
Mulai dari Nguwet membuat sketsa pembagian bidang komposisi proporsi, kemudian Nyawi mempertegas sketsa menggunakan spidol atau sejenisnya, Nyelah proses memberi kesan gelap terang dan memberi gradasi atas bawah, Ngabur memberi detail aksen pada objek lukisan, selanjutnya memberikan kesan warna pada daun kayu dan lainnya. Teknik berikutnya Nyenter yakni memberikan kontur sinar pada bidang atau objek lukisan, Ngelem mempertegas kontur sinar dan memberi kesan cahaya, Nyenter kedua memberi kesan hidup hingga tahap akhir menyempurnakan kesan dimensi pada objek lukisan.
Dua lukisan yang pengerjaannya dimulai Maret 2022 lalu ini ditarget tuntas bulan Oktober 2022 mendatang. Saat ini proses pengerjaan kedua lukisan ini sudah sekitar 70 persen. "Akan dipamerkan di Museum Arma Ubud hingga November 2022, menyambut kunjungan delegasi KTT G20," jelas Guru Seni SMKN 1 Mas Ubud ini.
Lukisan Harmoni mengisyaratkan sebuah pesan damai ketika manusia mampu melestarikan alam semesta. Ketika semua isi alam hidup berdampingan secara rukun berdampingan. Burung bisa terbang secara bebas, ada sawah yang indah, suara alam terwakili oleh air terjun yang mengalir tanpa rekayasa.
"Ada pula bangunan pura di atas sebagai simbol kita wajib bersyukur atas apa yang telah Tuhan berikan dan kita semua wajib menjaga serta melestarikan. Kami mengajak mari dari desa kita lestarikan alam untuk dunia," ujar Made Suweta. Sesuai tema Harmoni, penggarapan lukisan ini menyatukan perbedaan karakter, menahan ego, bersatu padu dengan semangat kerjasama mewujudkan cita-cita untuk melahirkan sebuah karya. "Semoga lukisan ini bisa bermanfaat sebagai pesan pelestarian alam serta perdamaian dunia," harapnya.
Lukisan Flora Fauna memiliki makna hampir sama dengan lukisan Harmoni. Setiap individu yang mempunyai karakter masing-masing coba disatukan. "Pesan lain yang ingin kami sampaikan adalah mari belajar dari alam yang tidak pernah mempertentangkan perbedaan. Justru perbedaan dijadikan sebuah keserasian dan keharmonisan," jelasnya. Perbedaan itu nampak dari bentuk daun dan pohon, jenis burung yang berlainan yang justru terlihat indah dengan warna bunga pada pohon dan beraneka ragam jenis dan warna burung.
Kelompok seni lukis Kalisa Kutuh sendiri berdiri sejak 3 Maret 2015. Anggotanya terdiri dari semua pelukis yang ada di Banjar Kutuh berjumlah 87 orang. Kelompok ini didirikan atas dasar kesadaran bersama untuk kembali membangkitkan lukisan tradisional Kutuh yang pernah berjaya di era tahun 1980-an. "Kalisa Kutuh didirikan bertujuan memotivasi pelukis yang sudah tidak aktif untuk kembali melukis, terlebih lagi merangsang anak-anak dan generasi muda untuk bisa melukis," jelas Made Suweta.
Seni lukis Kutuh punya kekhasan tersendiri dibandingkan seni lukis yang ada di tempat lain. Seni lukis Kutuh dominan bergaya seni tema flora fauna khususnya burung Kutuh. "Yang membedakan style lukis Kutuh adalah penggambaran objek lebih realis dengan penggarapan yang detail dengan proporsi dan anatomi uang mendekati kenyataan," terangnya. Sejak berdiri, kelompok ini sudah beberapa kali melaksanakan pameran.
Panglingsir Puri Ubud, Tjokorda Gede Putra Artha Astawa Sukawati yang hadir langsung memberikan pembinaan meminta agar seniman Kutuh Kelod ini tetap percaya diri dan mempertahankan jati diri. Pihaknya pun tak ingin terjadinya banting harga atau 'asal payu'. Sebab, hal tersebut akan bisa mempertahankan kualitas lukisan, serta kepercayaan pasar. "Saat ini yang kita butuhkan adalah strategi, bagaimana kita bisa mempertahankan seni dan bagaimana kita bisa menjalankan dapur. Jadi, selain membuat karya yang besar, juga membuat yang kecil namun tetap mempertahankan kualitas," ujarnya.
Apresiasi serupa juga disampaikan Anak Agung Gde Rai pemilik Agung Rai Museum of Art (Arma). Menurutnya Harmoni dan Flora Fauna ini merupakan karya terbesar di Bali bahkan di Indonesia yang dikerjakan secara kolektif. "Di sinilah terasa spirit gotong royong para pelukis. Walau berbeda karakter, berbeda emosi tujuannya satu. Di balik karya ini ada akumulasi pemikiran yang jenius," ungkapnya. *nvi
Kelompok Seni Lukis Kalisa Kutuh Banjar Kutuh Kelod, Desa Petulu, Kecamatan Ubud, Gianyar ingin berkontribusi terhadap even besar KTT G20 yang mengusung tema ‘Pemulihan bersama dan bersama kita kuat (recover, together, recover stronge)’. Selaras dengan tema tersebut kelompok seni lukis Kalisa yang berjumlah 87 orang membuat lukisan bersama.
"Kami bahas sekitar 5 bulan lalu untuk membuat dua karya lukisan besar merespon even besar KTT G20 yang berlangsung di Bali," ungkap Sekretaris Kelompok Seni Lukis Kalisa Kutuh I Made Suweta di sela pembinaan seni di Balai Banjar Kutuh Kelod, Desa Petulu, Kecamatan Ubud, Gianyar, Minggu (17/7) pagi.
Lukisan pertama berjudul ‘Harmoni’ berukuran 10 meter x 2,8 meter. Lukisan kedua berjudul ‘Flora Fauna’ berukuran 7 meter x 1,5 meter. Menariknya, dua lukisan besar ini dikerjakan secara kolektif atau gotong royong oleh semua pelukis yang ada di Banjar Kutuh Kelod. Dalam mewujudkan karya lukisan ini para pelukis sebanjar ini menggunakan teknik melukis Kutuhisme.
Mulai dari Nguwet membuat sketsa pembagian bidang komposisi proporsi, kemudian Nyawi mempertegas sketsa menggunakan spidol atau sejenisnya, Nyelah proses memberi kesan gelap terang dan memberi gradasi atas bawah, Ngabur memberi detail aksen pada objek lukisan, selanjutnya memberikan kesan warna pada daun kayu dan lainnya. Teknik berikutnya Nyenter yakni memberikan kontur sinar pada bidang atau objek lukisan, Ngelem mempertegas kontur sinar dan memberi kesan cahaya, Nyenter kedua memberi kesan hidup hingga tahap akhir menyempurnakan kesan dimensi pada objek lukisan.
Dua lukisan yang pengerjaannya dimulai Maret 2022 lalu ini ditarget tuntas bulan Oktober 2022 mendatang. Saat ini proses pengerjaan kedua lukisan ini sudah sekitar 70 persen. "Akan dipamerkan di Museum Arma Ubud hingga November 2022, menyambut kunjungan delegasi KTT G20," jelas Guru Seni SMKN 1 Mas Ubud ini.
Lukisan Harmoni mengisyaratkan sebuah pesan damai ketika manusia mampu melestarikan alam semesta. Ketika semua isi alam hidup berdampingan secara rukun berdampingan. Burung bisa terbang secara bebas, ada sawah yang indah, suara alam terwakili oleh air terjun yang mengalir tanpa rekayasa.
"Ada pula bangunan pura di atas sebagai simbol kita wajib bersyukur atas apa yang telah Tuhan berikan dan kita semua wajib menjaga serta melestarikan. Kami mengajak mari dari desa kita lestarikan alam untuk dunia," ujar Made Suweta. Sesuai tema Harmoni, penggarapan lukisan ini menyatukan perbedaan karakter, menahan ego, bersatu padu dengan semangat kerjasama mewujudkan cita-cita untuk melahirkan sebuah karya. "Semoga lukisan ini bisa bermanfaat sebagai pesan pelestarian alam serta perdamaian dunia," harapnya.
Lukisan Flora Fauna memiliki makna hampir sama dengan lukisan Harmoni. Setiap individu yang mempunyai karakter masing-masing coba disatukan. "Pesan lain yang ingin kami sampaikan adalah mari belajar dari alam yang tidak pernah mempertentangkan perbedaan. Justru perbedaan dijadikan sebuah keserasian dan keharmonisan," jelasnya. Perbedaan itu nampak dari bentuk daun dan pohon, jenis burung yang berlainan yang justru terlihat indah dengan warna bunga pada pohon dan beraneka ragam jenis dan warna burung.
Kelompok seni lukis Kalisa Kutuh sendiri berdiri sejak 3 Maret 2015. Anggotanya terdiri dari semua pelukis yang ada di Banjar Kutuh berjumlah 87 orang. Kelompok ini didirikan atas dasar kesadaran bersama untuk kembali membangkitkan lukisan tradisional Kutuh yang pernah berjaya di era tahun 1980-an. "Kalisa Kutuh didirikan bertujuan memotivasi pelukis yang sudah tidak aktif untuk kembali melukis, terlebih lagi merangsang anak-anak dan generasi muda untuk bisa melukis," jelas Made Suweta.
Seni lukis Kutuh punya kekhasan tersendiri dibandingkan seni lukis yang ada di tempat lain. Seni lukis Kutuh dominan bergaya seni tema flora fauna khususnya burung Kutuh. "Yang membedakan style lukis Kutuh adalah penggambaran objek lebih realis dengan penggarapan yang detail dengan proporsi dan anatomi uang mendekati kenyataan," terangnya. Sejak berdiri, kelompok ini sudah beberapa kali melaksanakan pameran.
Panglingsir Puri Ubud, Tjokorda Gede Putra Artha Astawa Sukawati yang hadir langsung memberikan pembinaan meminta agar seniman Kutuh Kelod ini tetap percaya diri dan mempertahankan jati diri. Pihaknya pun tak ingin terjadinya banting harga atau 'asal payu'. Sebab, hal tersebut akan bisa mempertahankan kualitas lukisan, serta kepercayaan pasar. "Saat ini yang kita butuhkan adalah strategi, bagaimana kita bisa mempertahankan seni dan bagaimana kita bisa menjalankan dapur. Jadi, selain membuat karya yang besar, juga membuat yang kecil namun tetap mempertahankan kualitas," ujarnya.
Apresiasi serupa juga disampaikan Anak Agung Gde Rai pemilik Agung Rai Museum of Art (Arma). Menurutnya Harmoni dan Flora Fauna ini merupakan karya terbesar di Bali bahkan di Indonesia yang dikerjakan secara kolektif. "Di sinilah terasa spirit gotong royong para pelukis. Walau berbeda karakter, berbeda emosi tujuannya satu. Di balik karya ini ada akumulasi pemikiran yang jenius," ungkapnya. *nvi
1
Komentar