Tahun Politik 2024, Anak Agung Gde Agung: Saya Serahkan ke Ida Bhatara
MANGUPURA, NusaBali.com – Ketajaman Anak Agung Gde Agung dalam kancah perpolitikan memang tidak perlu diragukan lagi. Sepak terjangnya sebagai Bupati Badung yang sukses memimpin kabupaten kaya di Bali itu selama dua periode 2005-2010 dan 2010-2015 menjadikan panglingsir (sesepuh) Puri Ageng Mengwi ini memiliki modal politik yang kuat di daerah.
Berselang empat tahun, tepatnya pada tahun 2019, politisi kelahiran Badung, 25 Mei 1949 melanjutkan karier politiknya sebagai calon senator di DPD RI perwakilan Bali untuk masa bakti 2019-2024.
Ia bahkan menjadi salah satu pendaftar pertama yang dilayani Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali di hari Minggu (22/4/2019) pagi pada periode pendaftaran calon DPD RI di pemilihan legislatif tahun 2019. Diantar ratusan pendukung dengan pakaian serba hijau, Gde Agung menyerahkan 3.145 dukungan riil berupa tanda tangan dan KTP.
Dengan warisan modal politik 365 ribu pemilih yang berada di wilayah di Kabupaten Badung selama menjabat bupati dua periode, pemimpin yang gemar tertawa ini mampu melenggang ke Senayan dengan perolehan 229.675 suara.
Dengan basis politik yang dianggap cukup, kini penasihat Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Badung itu dipertanyakan proyeksinya untuk maju lebih jauh di kancah politik terutama menjadi orang nomor satu di Provinsi Bali menjelang tahun politik 2024.
Gde Agung pun menyangsikan peluangnya untuk membuat kejutan di tahun 2024, ia berpendapat bahwa kehidupannya tidak dikuasai penuh oleh dirinya. “Saya kalau ditanya begitu, terus terang dalam kehidupan saya yang mengatur diri saya itu bukan 100 persen saya sendiri; melainkan Ida Bhatara apakah itu melalui rasa dan lain-lain; jadi, semua bergantung pada Ida Bhatara, sasuhunan, dan leluhur saya,” tutur Gde Agung di akhir acara penyerahan bantuan 1.900 paket sembako kepada 38 desa adat se-Kecamatan Mengwi di Wantilan Pura Taman Ayun, Senin (18/7/2022) pagi.
Politisi karismatik itu menegaskan bahwa pada tahun 2024, dirinya sudah berusia 75 tahun, dan di usia sesenja itu sudah saatnya dia berpikir ulang untuk terjun di kancah perpolitikan.
“Sama seperti pohon, daunnya itu layu, kering, akhirnya keropos dan jatuh; muncullah daun-daun baru, mudah-mudahan daun yang baru ini tidak berulat ketika baru muncul,” imbuh Gde Agung sembari menjelaskan saatnya yang muda diberikan kesempatan untuk memimpin.
Menurutnya, saat ini banyak pemimpin muda yang potensial. Namun, ia mengingatkan agar generasi muda yang terjun di kancah politik harus ‘mulat sarira’ (mengendalikan diri) dan berpegang teguh pada filosofi Tri Kaya Parisudha (tiga perbuatan yang dianjurkan atau disucikan).
“Bagaimana kita berpikir, mengolah pikiran kita untuk bisa mengabdi kepada masyarakat, berbicara yang menyejukkan masyarakat, dan berbuat yang bermanfaat bagi masyarakat,” kata anggota Komite III DPD RI itu.
Gde Agung mengharapkan generasi muda yang ingin ke masuk ke dunia politik untuk tidak grasa-grusu dan memanfaatkan fasilitas orang tua melainkan berusaha mematangkan diri terlebih dahulu. Selain itu, pemimpin muda Bali harus memahami dresta (tata krama atau etika), agar mampu berpikir, berbicara, dan bertindak sesuai dresta orang Bali.
Meski menjelaskan panjang lebar tentang kepemimpinan generasi muda, daun-daun muda, Gde Agung tidak memberikan jawaban yang tegas mengenai proyeksinya untuk berbicara banyak di Pemilu tahun 2024.
Ia meragukan ambisinya dari segi usia yang sudah hampir seabad kurang satu setengah dekade, namun kata kunci yang ia beberkan adalah belum bisa memastikan.
“Saya kira jauh dari pada itu, secara biologis sudah 75 tahun pada saat itu, di usia seperti itu sudah seharusnya tidak berpikir yang bersifat ambisius untuk meraih sesuatu yang bikin kita mabuk; nah, hanya saja, saya belum bisa saya pastikan, saya kira seperti yang saya katakan tadi, semua tergantung di luhur sajalah, selesai itu,” tutup Gde Agung.
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, menjelaskan bahwa hanya diatur batas usia minimal bagi seseorang untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah yaitu 30 tahun untuk gubernur dan wakil gubernur. Peraturan tersebut tidak menerangkan batas maksimal untuk menjadi calon kepala daerah. *rat
1
Komentar