Cok Ace Tawarkan 'Padma Bhuwana' untuk Bali
Kembangkan Pariwisata Sesuai Potensi Kabupaten/Kota
‘Manusia sering kali memperlakukan alam sekehendak hatinya. Sementara alam merupakan kekuatan penggerak aktif yang mahabesar’
DENPASAR,NusaBali
Pembangunan pariwisata di kabupaten dan kota tidak boleh dilakukan dengan konsep pariwisata yang sama. Karena masing-masing daerah punya potensi, kelebihan yang berbeda-beda sesuai dengan konsep Asta Dewata.
“Jadi jangan semua wilayah di Bali kita kembangkan dengan konsep pariwisata yang sama. Karena masing-masing daerah itu ada potensi dengan keunggulan yang berbeda-beda,” beber Wakil Gubernur Bali Prof Dr Ir Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace saat menjadi pembicara dalam acara Ulang Tahun Program Studi Doktor Ilmu Kajian Budaya Universitas Udayana ke-21, di Gedung Ksiarnawa, Taman Budaya Denpasar, Senin (18/7).
Dalam seminar yang mengangkat topik ‘Kebijakan Publik dalam Kajian Budaya’ Cok Ace mengatakan sebagai pemegang kebijakan, Gubernur dan Wakil Gubernur Bali menelaah seluruh permasalahan di Bali menggunakan pendekatan teori kajian budaya. “Karena di Bali tidak bisa dilepaskan dari adat dan budaya yang sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Panglingsir Puri Ubud, Gianyar ini.
Untuk itu, Wagub Cok Ace menyatakan bahwa dirinya bekerjasama sangat baik dengan Gubernur Wayan Koster. Kata dia, Gubernur Koster memiliki ide dan konsep dalam pembangunan Bali yang dituangkan dalam buku Ekonomi Kerthi Bali. Sementara dirinya menuangkannya dalam buku Padma Bhuwana.
Cok Ace yang penulis buku ‘Padma Bhuwana Bali’ memaparkan bahwa Bali yang ditopang dengan kekuatan pariwisata dan taksu alamnya, menjadikan Bali memiliki keistimewaan tersendiri jika dibandingkan dengan wilayah lain.
“Semesta tanpa kita sadari sudah membentuk Bali sedemikian rupa dengan tata titi dan asta kosala-kosalinya. Pariwisata Bali yang datang dan masuk dari pintu selatan (Badung), secara niskala adalah letaknya Dewa Brahma (dapur), kita posisikan bahwa pariwisata yang berkembang di Bali selatan sebagai penopang / penghasil rupiah yang menyerap devisa untuk pembangunan Bali secara keseluruhan,” ujar Cok Ace.
“Tetapi apabila kita sesuaikan dengan asta dewatanya, maka di wilayah timur juga bisa kita kembangkan menjadi pariwisata spiritual (spiritual tourism) dan spiritual religius, karena timur adalah tempat berstananya Dewa Iswara,” terang Wagub Cok Ace.
Untuk wilayah Bali Barat, kata Cok Ace dikuasai oleh kemahakuasaan Dewa Baruna. Secara etimologis letak wilayah barat sangat sesuai untuk mengembangkan perikanan. Sementara wilayah Bali Utara yang dikuasai oleh kemahakuasaan Dewa Wisnu sebagai lambang dari kemakmuran/ kesejahteraan, sangat sesuai untuk mengembangkan hasil pertanian dan kebutuhan hidup seperti padi, sayur mayur dan berbagai jenis bumbu dapur.
“Sementara untuk Bali bagian Tengah dikuasai oleh kekuatan Dewa Siwa. Di wilayah yang sarat dengan pengembangan wisata sejarah, warisan budaya dan seni ini memberikan nuansa berbeda bagi wisatawan yang datang. Karena wilayah Bali Tengah yang kita ketahui adalah berkedudukan di Kabupaten Gianyar akan menyiapkan sejumlah daerah wisata yang memiliki daya tarik alam hijau dan natural, menawarkan kerajinan seni hasil dari kreativitas tangan masyarakat lokalnya,” papar Wagub Cok Ace.
Berdasarkan hal tersebut, Cok Ace mengatakan Pemprov Bali dibawah kepemimpinan Koster-Ace sedang menggarap beberapa pembangunan strategis guna meningkatkan pembangunan ekonomi Bali. Salah satunya penataan parkir di Pura Besakih, Karangasem, pembangunan jalan tol, shortcut, dermaga segitiga emas Sanur-Nusa penida dan beberapa pembangunan strategis lainnya.
Sementara, terhadap keterpurukan pariwisata Bali saat pandemi Covid-19 yang berimplikasi luas terhadap kondisi perekonomian masyarakat Bali, termasuk meningkatnya angka kemiskinan, semakin memperkuat keyakinan bahwa ada banyak aspek yang masih harus diperbaiki dalam pembangunan Bali. “Kembali lagi, harmoni antara wadah dan isi sebagai sumber kebahagiaan hidup itulah yang belum terwujud dalam pembangunan Bali saat ini,” ujar Bupati Gianyar periode 2007-2012 ini.
Menurut Cok Ace, manusia sering kali memperlakukan alam sekehendak hatinya. Sementara alam merupakan kekuatan penggerak aktif yang mahabesar. “Ibarat gelas berisi air, manusia tidak akan mendapatkan manfaat apa pun dari air tersebut ketika gelasnya pecah. Demikian pula dengan cara kerja alam ini, tidak ada satu pun kebahagiaan dapat diperoleh manusia manakala dia gagal membina hubungan integral, harmonis, dan berlanjut dengan alam-lingkungannya,” tandas Cok Ace.*nat
“Jadi jangan semua wilayah di Bali kita kembangkan dengan konsep pariwisata yang sama. Karena masing-masing daerah itu ada potensi dengan keunggulan yang berbeda-beda,” beber Wakil Gubernur Bali Prof Dr Ir Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace saat menjadi pembicara dalam acara Ulang Tahun Program Studi Doktor Ilmu Kajian Budaya Universitas Udayana ke-21, di Gedung Ksiarnawa, Taman Budaya Denpasar, Senin (18/7).
Dalam seminar yang mengangkat topik ‘Kebijakan Publik dalam Kajian Budaya’ Cok Ace mengatakan sebagai pemegang kebijakan, Gubernur dan Wakil Gubernur Bali menelaah seluruh permasalahan di Bali menggunakan pendekatan teori kajian budaya. “Karena di Bali tidak bisa dilepaskan dari adat dan budaya yang sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Panglingsir Puri Ubud, Gianyar ini.
Untuk itu, Wagub Cok Ace menyatakan bahwa dirinya bekerjasama sangat baik dengan Gubernur Wayan Koster. Kata dia, Gubernur Koster memiliki ide dan konsep dalam pembangunan Bali yang dituangkan dalam buku Ekonomi Kerthi Bali. Sementara dirinya menuangkannya dalam buku Padma Bhuwana.
Cok Ace yang penulis buku ‘Padma Bhuwana Bali’ memaparkan bahwa Bali yang ditopang dengan kekuatan pariwisata dan taksu alamnya, menjadikan Bali memiliki keistimewaan tersendiri jika dibandingkan dengan wilayah lain.
“Semesta tanpa kita sadari sudah membentuk Bali sedemikian rupa dengan tata titi dan asta kosala-kosalinya. Pariwisata Bali yang datang dan masuk dari pintu selatan (Badung), secara niskala adalah letaknya Dewa Brahma (dapur), kita posisikan bahwa pariwisata yang berkembang di Bali selatan sebagai penopang / penghasil rupiah yang menyerap devisa untuk pembangunan Bali secara keseluruhan,” ujar Cok Ace.
“Tetapi apabila kita sesuaikan dengan asta dewatanya, maka di wilayah timur juga bisa kita kembangkan menjadi pariwisata spiritual (spiritual tourism) dan spiritual religius, karena timur adalah tempat berstananya Dewa Iswara,” terang Wagub Cok Ace.
Untuk wilayah Bali Barat, kata Cok Ace dikuasai oleh kemahakuasaan Dewa Baruna. Secara etimologis letak wilayah barat sangat sesuai untuk mengembangkan perikanan. Sementara wilayah Bali Utara yang dikuasai oleh kemahakuasaan Dewa Wisnu sebagai lambang dari kemakmuran/ kesejahteraan, sangat sesuai untuk mengembangkan hasil pertanian dan kebutuhan hidup seperti padi, sayur mayur dan berbagai jenis bumbu dapur.
“Sementara untuk Bali bagian Tengah dikuasai oleh kekuatan Dewa Siwa. Di wilayah yang sarat dengan pengembangan wisata sejarah, warisan budaya dan seni ini memberikan nuansa berbeda bagi wisatawan yang datang. Karena wilayah Bali Tengah yang kita ketahui adalah berkedudukan di Kabupaten Gianyar akan menyiapkan sejumlah daerah wisata yang memiliki daya tarik alam hijau dan natural, menawarkan kerajinan seni hasil dari kreativitas tangan masyarakat lokalnya,” papar Wagub Cok Ace.
Berdasarkan hal tersebut, Cok Ace mengatakan Pemprov Bali dibawah kepemimpinan Koster-Ace sedang menggarap beberapa pembangunan strategis guna meningkatkan pembangunan ekonomi Bali. Salah satunya penataan parkir di Pura Besakih, Karangasem, pembangunan jalan tol, shortcut, dermaga segitiga emas Sanur-Nusa penida dan beberapa pembangunan strategis lainnya.
Sementara, terhadap keterpurukan pariwisata Bali saat pandemi Covid-19 yang berimplikasi luas terhadap kondisi perekonomian masyarakat Bali, termasuk meningkatnya angka kemiskinan, semakin memperkuat keyakinan bahwa ada banyak aspek yang masih harus diperbaiki dalam pembangunan Bali. “Kembali lagi, harmoni antara wadah dan isi sebagai sumber kebahagiaan hidup itulah yang belum terwujud dalam pembangunan Bali saat ini,” ujar Bupati Gianyar periode 2007-2012 ini.
Menurut Cok Ace, manusia sering kali memperlakukan alam sekehendak hatinya. Sementara alam merupakan kekuatan penggerak aktif yang mahabesar. “Ibarat gelas berisi air, manusia tidak akan mendapatkan manfaat apa pun dari air tersebut ketika gelasnya pecah. Demikian pula dengan cara kerja alam ini, tidak ada satu pun kebahagiaan dapat diperoleh manusia manakala dia gagal membina hubungan integral, harmonis, dan berlanjut dengan alam-lingkungannya,” tandas Cok Ace.*nat
Komentar