Buleleng Harus Segera Tuntaskan PMK
Peternak juga harus rela sapinya yang terindikasi PMK dan yang sudah masuk kategori harus dipotong bersyarat.
SINGARAJA, NusaBali
Pemerintah Pusat menginstruksikan Pemkab Buleleng untuk segera menuntaskan penanganan penyakit mulut dan kuku (PMK) pada ternak, khususnya sapi. Mengingat pada November 2022, Bali ditunjuk menjadi tuan rumah pelaksanaan G20. Hal tersebut terungkap dalam rapat evaluasi penanganan PMK di Kantor Bupati Buleleng, Kota Singaraja, Selasa (19/7) siang.
"Memang tidak ada tenggat waktu. Namun, secepatnya. Tentunya hal ini agar pelaksanaan G20 bisa berjalan lancar. Jangan sampai PMK ini menghambat perekonomian di Bali. Khususnya, di bidang pariwisata," ujar Horas Maurits Panjaitan, Direktur Pelaksanaan Pertanggungjawaban dan Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri.
Maurits mengatakan, saat ini Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian RI masih menyusun petunjuk teknis terkait kompensasi kepada peternak yang sapinya dipotong bersyarat karena terinfeksi PMK. Pasalnya, menurut kebijakan pemerintah penuntasan PMK memang dilakukan dengan cara pemotongan bersyarat. "Anggarannya sudah ada di APBN. Kalau petunjuknya selesai, maka akan segera dilaksanakan," imbuhnya.
Menurut Maurits, meski sapi yang sempat dinyatakan terinfeksi PMK sudah dalam keadaan sehat, pemerintah tetap berharap peternak bisa merelakan sapinya untuk dipotong bersyarat. "Ini kebijakan pemerintah, peternak juga harus rela sapinya yang terindikasi PMK dan yang sudah masuk kategori harus dipotong bersyarat," ujarnya.
Di sisi lain, Pemkab Buleleng juga berencana memberikan kompensasi berupa bibit bagi peternak yang sapinya dipotong bersyarat. Namun, kata Maurits, pemberian kompensasi berupa bibit itu belum diusulkan ke pemerintah pusat. "Yang diatur dalam regulasi, pemberian bibit itu belum masuk dalam satu usulan. Namun itu bagus sebagai kompensasi, di luar dari kompensasi berupa uang," terang Maurits.
Pemerintah Pusat juga mendorong penanganan PMK dengan vaksinasi. Satgas Penanganan PMK Buleleng diharapkan bisa menggenjot vaksinasi. Mengingat, saat ini capaian vaksinasi di Buleleng masih pada angka lima persen. Saat ini dari 148.949 ekor populasi sapi di Buleleng, baru sekitar 7.000 ekor yang sudah divaksin. "Lalu dalam program 3T ; testing, tracing, dan treatmentnya. Karena yang jadi sorotan yakni Bali, NTB, Jatim," ungkap dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta mengungkapkan, hingga saat ini di Buleleng pemotongan bersyarat sudah dilakukan terhadap 58 ekor sapi yang terindikasi PMK dan masih menyisakan 210 ekor sapi, yang tersebar di lima desa di wilayah Kecamatan Gerokgak. Dia berharap, pemotongan bersyarat ini bisa dituntaskan selama seminggu ke depan.
Kata Sumiarta, saat ini sapi yang sebelumnya mengalami gejala PMK sudah banyak yang dalam keadaan sehat. Namun, untuk memastikan sapi tersebut sudah terbebas dari PMK harus dilakukan pemeriksaan dengan tes PCR. Pihaknya sendiri sudah menyampaikan hal itu ke Pemerintah Pusat. Namun, menurut tim ahli Balai Besar Veteriner sapi itu tetap harus dipotong bersyarat. "Walaupun dinyatakan sehat secara klinis, sapi harus dilakukan tes PCR lagi. Tapi para peternak menolak untuk dilakukan tes," kata Sumiarta.
Sumiarta mengungkapkan, masih ada peternak yang enggan menyerahkan sapinya untuk dipotong bersyarat. Lantaran belum ada kejelasan soal kompensasi yang akan diberikan. Dari wacana yang bergulir, pemerintah akan memberikan kompensasi berupa uang tunai hingga Rp 8 juta kepada peternak yang bersedia sapinya dipotong bersyarat.
Menurut Sumiarta, keengganan peternak untuk sapinya dipotong bersyarat juga dipicu tukang jagal yang membeli sapi petani dengan harga rendah. Kendati ditemukan sejumlah kendala di lapangan terkait penanganan PMK, pihaknya optimis wabah PMK ini bisa segera tertangani. *mzk
"Memang tidak ada tenggat waktu. Namun, secepatnya. Tentunya hal ini agar pelaksanaan G20 bisa berjalan lancar. Jangan sampai PMK ini menghambat perekonomian di Bali. Khususnya, di bidang pariwisata," ujar Horas Maurits Panjaitan, Direktur Pelaksanaan Pertanggungjawaban dan Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri.
Maurits mengatakan, saat ini Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian RI masih menyusun petunjuk teknis terkait kompensasi kepada peternak yang sapinya dipotong bersyarat karena terinfeksi PMK. Pasalnya, menurut kebijakan pemerintah penuntasan PMK memang dilakukan dengan cara pemotongan bersyarat. "Anggarannya sudah ada di APBN. Kalau petunjuknya selesai, maka akan segera dilaksanakan," imbuhnya.
Menurut Maurits, meski sapi yang sempat dinyatakan terinfeksi PMK sudah dalam keadaan sehat, pemerintah tetap berharap peternak bisa merelakan sapinya untuk dipotong bersyarat. "Ini kebijakan pemerintah, peternak juga harus rela sapinya yang terindikasi PMK dan yang sudah masuk kategori harus dipotong bersyarat," ujarnya.
Di sisi lain, Pemkab Buleleng juga berencana memberikan kompensasi berupa bibit bagi peternak yang sapinya dipotong bersyarat. Namun, kata Maurits, pemberian kompensasi berupa bibit itu belum diusulkan ke pemerintah pusat. "Yang diatur dalam regulasi, pemberian bibit itu belum masuk dalam satu usulan. Namun itu bagus sebagai kompensasi, di luar dari kompensasi berupa uang," terang Maurits.
Pemerintah Pusat juga mendorong penanganan PMK dengan vaksinasi. Satgas Penanganan PMK Buleleng diharapkan bisa menggenjot vaksinasi. Mengingat, saat ini capaian vaksinasi di Buleleng masih pada angka lima persen. Saat ini dari 148.949 ekor populasi sapi di Buleleng, baru sekitar 7.000 ekor yang sudah divaksin. "Lalu dalam program 3T ; testing, tracing, dan treatmentnya. Karena yang jadi sorotan yakni Bali, NTB, Jatim," ungkap dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta mengungkapkan, hingga saat ini di Buleleng pemotongan bersyarat sudah dilakukan terhadap 58 ekor sapi yang terindikasi PMK dan masih menyisakan 210 ekor sapi, yang tersebar di lima desa di wilayah Kecamatan Gerokgak. Dia berharap, pemotongan bersyarat ini bisa dituntaskan selama seminggu ke depan.
Kata Sumiarta, saat ini sapi yang sebelumnya mengalami gejala PMK sudah banyak yang dalam keadaan sehat. Namun, untuk memastikan sapi tersebut sudah terbebas dari PMK harus dilakukan pemeriksaan dengan tes PCR. Pihaknya sendiri sudah menyampaikan hal itu ke Pemerintah Pusat. Namun, menurut tim ahli Balai Besar Veteriner sapi itu tetap harus dipotong bersyarat. "Walaupun dinyatakan sehat secara klinis, sapi harus dilakukan tes PCR lagi. Tapi para peternak menolak untuk dilakukan tes," kata Sumiarta.
Sumiarta mengungkapkan, masih ada peternak yang enggan menyerahkan sapinya untuk dipotong bersyarat. Lantaran belum ada kejelasan soal kompensasi yang akan diberikan. Dari wacana yang bergulir, pemerintah akan memberikan kompensasi berupa uang tunai hingga Rp 8 juta kepada peternak yang bersedia sapinya dipotong bersyarat.
Menurut Sumiarta, keengganan peternak untuk sapinya dipotong bersyarat juga dipicu tukang jagal yang membeli sapi petani dengan harga rendah. Kendati ditemukan sejumlah kendala di lapangan terkait penanganan PMK, pihaknya optimis wabah PMK ini bisa segera tertangani. *mzk
1
Komentar