Akademisi Unhi dan Unud Teliti Industri Arak Bali
SINGARAJA, NusaBali
Industri dan kekhasan Arak Bali memancing perhatian para akademisi Universitas Negeri Hindu Indonesia (Unhi) Denpasar dan Universitas Udayana (Unud).
Tiga akademisi dari dua kampus ini meneliti Arak Bali dengan judul penelitian ‘Respons atas Kebijakan Investasi dan Keberadaan Industri Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali (Arak Bali)’.
Penelitian diawali Focus Group Discussion (FGD) di Aula Kantor Perbekel Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng, Selasa (19/7). Tim peneliti terdiri dari, Ketua Dr Putu Yudy Wijaya SE MSi (Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis dan Pariwisata Unhi), anggota Dr Ni Nyoman Reni Suasih SIP MSi (dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unud), dan Dr I Putu Sastra Wibawa SH MH (Dekan Fakultas Hukum Unhi). Riset ini didukung Direktorat Riset, Teknologi dan Pengabdian Masyarakat (DRTPM) Kemendikbudristek melalui skema Penelitian Dasar Kompetitif Nasional (PDKN) Tahun 2022. FGD dilaksanakan atas kerja sama tim peneliti dengan Kerthi Bali Research Center (KBRC) Unhi, dipimpin I Putu Fery Karyada SPd MA. Selama ini, KBRC bersama perangkat Desa Les, Dinas Pariwisata Bali, dan Kelompok Ahli Bidang Pariwisata Pemprov Bali telah mengamati untuk menggali potensi Desa Les.
Ketua Tim Peneliti Putu Yudy menyebutkan fokus penelitian ini menimbang beberapa hal, antara lain Arak Bali telah menjadi bagian dari kehidupan sebagian masyarakat Bali, industri rumahan di beberapa desa, dan beberapa industri skala kecil. Arak, salah satu daya keragaman budaya Bali yang patut dilindungi, dipelihara, dikembangkan, dan dimanfaatkan untuk pemberdayaan ekonomi berkelanjutan berbasis budaya sesuai visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Penelitian ini juga menyimak sistem investasi industri Arak Bali yang telah memantik dinamika kebijakan di pusat dan daerah. Antara lain, Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali, menyebutkan minuman ini mengandung nilai budaya Bali yang perlu dilestarikan.
FGD menghadirkan Perbekel Desa Les Gde Adi Wistara SH dan Perbekel Desa Bondalem Gde Ngurah Sadu A, dan perwakilan perajin arak. Mereka menyebut perajin Arak Bali perlu diedukasi, antara lain tentang produksi, perizinan usaha, dan mengakses bantuan pemerintah. Karena untuk mohon bantuan itu, para perajin harus melalui suatu wadah dengan tata administrasi yang rumit. Di sisi lain, kemampuan sumber daya manusia (SDM) perajin masih terbatas. ''Dalam FGD juga muncul usulan pengembangan industri arak dan pembentukan koperasi arak dan distribusi melalui BUMDes dan BUMD,'' jelas dosen Unhi asal Desa/Kecamatan Sukawati, Gianyar ini.
Satu hal menarik, lanjut Putu Yudy, perajin arak merespons sangat positif Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020. Dengan Pergub ini, perajin arak tidak lagi was-was dengan risiko hukum dalam memproduksi dan menjual arak. Beberapa desa adat telah memiliki perarem yang mengatur tentang hal ini, salah satunya Desa Adat Bondalem. Desa ini memiliki 120 perajin arak.
Dalam FGD, muncul juga ide membuat industri Arak Bali skala besar. Namun, sulit membuat arak berstandar dari segi rasa, warna, maupun aroma, karena pasokan arak bergantung musiman. “Tidak mungkin untuk membuat arak rasa sama, seperti Wine. Perbedaan rasa inilah jadi nilai lebihnya arak. Padahal produk Bali ini eksklusif,” tambah Kelompok Ahli Pemprov Bali bidang Pariwisata, Dr (HC) Cipto Aji Gunawan. Pegiat pariwisata yang akrab disapa Pak Cip ini menyampaikan, terpenting mesti ada kebijakan untuk mempertemukan antara kemudahan memproduksi dan tanggung jawab produsen. Karena arak mesti dijamin aman untuk dikonsumsi, bukan pada standar rasa.
Putu Yudy menyampaikan hasil FGD ini akan dijadikan dasar untuk penyusunan policy brief (inti kebijakan) dan masukan bagi Pemprov Bali. Kajian ini akan dipertajam dengan observasi lapangan dan wawancara lanjutan dengan pelbagai stakeholder. FGD berikutnya akan membahas terkait adanya anggapan investasi minuman beralkohol sebagai investasi ‘hitam’. *k23
Komentar