Pascarajam Pandemi, LPD Mesti Bersemi !
Era disrupsi harus disikapi. LPD harus mampu mengkonversi tantangan itu jadi peluang
GIANYAR, NusaBali
Bali sangat lelah menghadapi rajaman Covid-19 sejak Maret 2020. Pandemi ini melumpuhkan pelbagai sektor di Bali.
Namun, ada tanda-tanda cahaya gemilang. Sejak beberapa bulan terakhir, jumlah kasus pandemi menurun, meski belum sampai ke titik nol. Kondisi ini tentu memantik semangat baru bagi segenap usaha untuk bangkit kembali, tidak terkecuali Lembaga Perkreditan Desa (LPD).
Sebagaimana diketahui, sesuai data BPS tahun 2021, karena pandemi, pertumbuhan ekonomi di Bali pada akhir 2021 terkontraksi minus 2,47 persen. Namun, posisi ini lebih baik dibandingkan pertumbuhan 2020 yang minus 9,3 persen. Penderitaan bagi Bali ini karena dampak pandemi yang sangat berimbas ke sektor andalan, pariwisata. Sektor lain yang berafiliasi dengan pariwisata, seperti pertanian, perdagangan, jasa, dan industri lainnya, ikut merana. Hal ini pula akibat Bali yang amat jumawa dengan sektor turistik itu. Di lain sisi, bisnis pelancongan paling rentan terpengaruh isu-isu global, termasuk Covid-19 yang menimpa dunia.
Sejurus dengan itu, beberapa pengurus LPD mengakui, saat pandemi baru berlangsung enam bulan, perekonomian masyarakat Bali, terutama di kabupaten/kota yang sangat mengandalkan pariwisata, masih bergerak wajar. Kondisi ini ditandai progres pelunasan pinjaman di LPD masih normal, sesuai tahapan. Setelah enam bulan kemudian baru terasa beda. Tarikan nafas perekonomian Bali mulai tersenggal-senggal. Penandanya, sejumlah debitur LPD mulai terhimpit kesulitan ekonomi. Mereka pun makin sulit pula untuk menjalankan kewajiban pembayaran utang. Beberapa LPD telah berusaha untuk mereskedul tahapan pelunasan utang. Strategi ini terbilang cukup sukses, meski ada beberapa debitur yang mengalami kendala berat, karena masa pendemi kian panjang sampai bulan-bulan awal 2022.
Ketua Badan Kerja Sama (BKS) LPD Provinsi Bali Nyoman Cendikiawan mengakui, pandemi telah membuka mata hati sekaligus memberikan ‘pelajaran’ sangat berharga bagi seluruh komponen masyarakat, tak terkecuali pengelola LPD. Pelajaran dimaksud, siapa pun mesti membuka hati dan pikiran bahwa dinamika dunia usaha, termasuk LPD, tak selalu linier dengan apa yang direncanakan secara matang. Karena ada faktor eksternal, seperti bencana pandemi yang tidak terduga memberikan tantangan bahkan ancaman baru dalam operasional usaha. Pandemi juga memberikan pelajaran bahwa perlu sikap mewas diri terhadap kondisi ke depan dan tidak terbayangkan sebelumnya. ‘’Sedapat mungkin setiap pengelola LPD dan pihak terkait di dalamnya agar selalu bersiap diri menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi,’’ jelas Ketua LPD Desa Adat Talepud, Desa Sebatu, Kecamatan Tegallalang, Gianyar ini.
Dia menyebutkan, siapa pun tak boleh hanyut, apalagi termakan oleh kondisi bancana tersebut. Lebih-lebih, kasus pandemi sudah menurun bahkan nyaris ke titik nol persen konfirmasi positif. Keadaan ini pula disambut menjadi semangat baru untuk merecovery atau memulihkan kondisi soisial ekonomi masyarakat. Terkait ‘pasca Covid-19’ ini, Nyoman Cendikiawan melalui BKS LPD Provinsi Bali telah merapatkan barisan untuk mengaplikasikan strategi baru serangkaian upaya penguatan daya operasioal LPD.
Beberapa langkah yang telah dan sedang diambil, antara lain, khususnya dalam hal penyelesaian kredit tersendat, dengan strategi tiga re. Pertama, rescheduling atau penjadwalan ulang penagihan cicilan. Upaya ini amat penting karena utang tak mungkin tak ditagih, hangus, atau diputihkan. Kedua, reconditioning atau persyaratan ulang, dengan mengubah seluruh atau sebagian perjanjian antara LPD dan nasabah agar nasabah dapat melunasi kewajibannya. Caranya, memberikan toleransi pembayaran hanya bunga pinjaman dalam kurun waktu tertentu, hingga kondisi keuangan nasabah makin pulih. Ketiga, restructuring atau penataan ulang, antara lain dengan penurunan suka bunga kredit, perpanjangan tahap waktu pengembalian kredit, dan lainnya. Tiga re ini mesti dilakukan agar pembayaran utang LPD melalui pelelangan atau penjualan barang jaminan, jika ada, dapat terhindarkan.
Strategi tersebut wajib agar LPD bisa beroperasi maksimal. Pengelola LPD wjaib memperkuat sejumlah substansi, yakni
meningatkan kompetensi pengurus, karyawan, dan pengawas. Setiap pengelola LPD wajib untuk menjaga kondusivitas operasional dan likuiditas, melalui sinergi harmonis dengan LPD tetangga. Operasional LPD agar tetap mengacu pada semangat yang smart, berlandaskaan analisis swot (strengths/kekuatan, weaknesses/kelemahan, opportunities/peluang, dan threats/ancaman).
Tak kalah penting yakni optimasi yakni sikap dan langkah konsisten untuk peningkatan pencapaian hasil sebagaimana komitmen/tujuan semula. Semangat dan optimasi ini tidak bisa asal-asalana atau sekadar, melainkan selalu dilandasi kajian yang berpegang pada data, pendekatan, spesifikasi, dan evaluasi secara menyeluruh. ‘’Jangan pula takut hadapi tantangan era disrupsi bidang informasi dan telekomunikasi di semua sektor. Era disrupsi harus disikapi. LPD harus mampu mengkonversi tantangan itu jadi peluang,’’ jelasnya.
Dalam hal disrupsi usaha, LPD adalah lembaga keuangan milik krama ‘tradisional’ desa adat Bali, dengan tetap dibackup managemen modern. Modernitas melalui pemanfaatan kecanggihan IT akan selalu membuka peluang terbuka bagi LPD agar bisa maju setara dengan lembaga keuangan modern lain. ‘’Dalam hal berteknologi LPD juga mengacu kemajuan barat, namun sistem pelayanan tetap berjiwa ketimuran,’’ jelas Nyoman Cendikiawan.
Sebab, jelas dia, jiwa pelayanan LPD selain ngayah, juga berlandaskan kohesivitas social ala Bali. Yakni, sagilik-saguluk salunglung sabayantaka, paras-paros sarpanaya, saling asah, asih, asuh (bersatu-padu, saling menghargai, saling mengingatkan, saling menyayangi, dan tolong-menolong. Oleh karena itu, saat awal LPD dirintis oleh Gubernur Bali Ida Bagus Mantra, LPD diwujudkan menjadi lembaga keuangan sosial religius, tanpa semata-mata profit oriented.
Oleh karena itu, sebuah desa adat di Bali, bagaimana pun kondisinya, tak ada alasan untuk tidak membangkitkan LPD. Apalagi lembaga ini punya landasan yuridis kuat, yakni Undang-undang No : 1 Tahun 2013 tentang LPD berdasarkan hukum adat. Perda Bali No : 3 Tahun 2017 tentang LPD Bali, Pergub Bali No : 44 Tahun 2017, berikut peraturan pelaksananya. Yang paling unik dan khas dibandingkan keberadaan lembaga keuangan lain, LPD milik krama desa adat yang didukung awig-awig. *lsa
Komentar