Pinjol Legal Hanya Boleh Akses CAMILAN
AFPI minta masyarakat mewaspadai pinjol ilegal yang masih marak
JAKARTA, NusaBali
Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengimbau masyarakat untuk mewaspadai adanya pinjaman online ilegal atau pinjol ilegal yang masih marak. Untuk terus mendorong financial technology atau fintech pendanaan di Tanah Air, pelaku industri telah melakukan berbagai langkah termasuk menyesuaikan aturan-aturan di AFPI.
Salah satunya adalah seluruh penyelenggara fintech pendanaan legal atau anggota AFPI hanya boleh mengakses data peminjam berupa CAMILAN (camera, mikrofon, dan location).
“Jika ada yang melebihi akses CAMILAN ini, berarti pinjol ilegal,” katanya dalam konferensi pers virtual, Jumat (22/7).
AFPI juga menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi untuk penyelenggara fintech, khususnya kepada komisaris dan direksi dan pemegang saham dalam rangka peningkatan kompetensi, selain sertifikasi kepada tenaga penagihan, customer service dan jabatan-jabatan lainnya secara bertahap.
Pelatihan dan sertifikasi ini tujuannya untuk membangun industri fintech pendanaan yang handal, sehat dalam mendukung akselerasi peningkatan inklusi keuangan. Hal ini dilakukan dengan memastikan para anggota AFPI melakukan praktek bisnis yang beretika, sesuai Pedoman Perilaku AFPI yang berkomitmen tinggi terwujudnya perlindungan konsumen secara maksimal.
Lebih jauh, Sekretaris Jenderal AFPI yang juga CEO dan Co-Founder Dompet Kilat, Sunu Widyatmoko, menyatakan para pelaku usaha yang merupakan anggota AFPI itu telah bersiap memenuhi seluruh ketentuan dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau No.10/POJK.05/2022 untuk menyukseskan fokus G20 sektor transformasi ekonomi digital.
Sunu menjelaskan 102 anggota yang terdiri dari para penyelenggara fintech (peer-to-peer) P2P lending atau fintech pendanaan di Tanah Air menyambut baik kehadiran aturan terbaru OJK tersebut. Peraturan baru ini telah sesuai dengan ekspektasi para penyelenggara, di mana dalam dua tahun terakhir telah ikut rutin berdiskusi dan memberikan masukan kepada OJK untuk ketentuan di dalamnya.
“Para anggota AFPI berkomitmen penuhi seluruh ketentuan dalam POJK terbaru yang memang tujuannya untuk memperkuat industri fintech pendanaan," kata Sunu seperti dilansir Tempo.
Dalam POJK terbaru itu ada klausul yang mana pemenuhannya diberikan ruang penyesuaian hingga 3 tahun ke depan usai aturan diberlakukan.
Wakil Ketua Bidang Hubungan Masyarakat AFPI yang juga CEO Mekar, Pandu Aditya Kristy mengatakan, berdasarkan data OJK per Mei 2022, Fintech Pendanaan telah bekerja sama dengan lembaga jasa keuangan senilai Rp 2,58 triliun melalui 234 rekening pemberi pinjaman.
“Angka ini jauh lebih tinggi dari posisi Mei 2021 yang masih senilai Rp1,12 triliun dari 54 rekening pemberi pinjaman,” katanya.
Berdasarkan data OJK pula tercatat outstanding penyaluran pinjaman dari industri fintech pendanaan per Mei 2022 sebesar Rp 40,17 triliun, atau meningkat 54,14 persen dari posisi Mei 2021 yang masih Rp 21,74 triliun. Adapun penyaluran pendanaan fintech ke sektor produktif, sepanjang Januari-Mei 2022, tercatat sebesar Rp 44 triliun atau rata-rata 50,60 persen dari total penyaluran. *
Salah satunya adalah seluruh penyelenggara fintech pendanaan legal atau anggota AFPI hanya boleh mengakses data peminjam berupa CAMILAN (camera, mikrofon, dan location).
“Jika ada yang melebihi akses CAMILAN ini, berarti pinjol ilegal,” katanya dalam konferensi pers virtual, Jumat (22/7).
AFPI juga menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi untuk penyelenggara fintech, khususnya kepada komisaris dan direksi dan pemegang saham dalam rangka peningkatan kompetensi, selain sertifikasi kepada tenaga penagihan, customer service dan jabatan-jabatan lainnya secara bertahap.
Pelatihan dan sertifikasi ini tujuannya untuk membangun industri fintech pendanaan yang handal, sehat dalam mendukung akselerasi peningkatan inklusi keuangan. Hal ini dilakukan dengan memastikan para anggota AFPI melakukan praktek bisnis yang beretika, sesuai Pedoman Perilaku AFPI yang berkomitmen tinggi terwujudnya perlindungan konsumen secara maksimal.
Lebih jauh, Sekretaris Jenderal AFPI yang juga CEO dan Co-Founder Dompet Kilat, Sunu Widyatmoko, menyatakan para pelaku usaha yang merupakan anggota AFPI itu telah bersiap memenuhi seluruh ketentuan dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau No.10/POJK.05/2022 untuk menyukseskan fokus G20 sektor transformasi ekonomi digital.
Sunu menjelaskan 102 anggota yang terdiri dari para penyelenggara fintech (peer-to-peer) P2P lending atau fintech pendanaan di Tanah Air menyambut baik kehadiran aturan terbaru OJK tersebut. Peraturan baru ini telah sesuai dengan ekspektasi para penyelenggara, di mana dalam dua tahun terakhir telah ikut rutin berdiskusi dan memberikan masukan kepada OJK untuk ketentuan di dalamnya.
“Para anggota AFPI berkomitmen penuhi seluruh ketentuan dalam POJK terbaru yang memang tujuannya untuk memperkuat industri fintech pendanaan," kata Sunu seperti dilansir Tempo.
Dalam POJK terbaru itu ada klausul yang mana pemenuhannya diberikan ruang penyesuaian hingga 3 tahun ke depan usai aturan diberlakukan.
Wakil Ketua Bidang Hubungan Masyarakat AFPI yang juga CEO Mekar, Pandu Aditya Kristy mengatakan, berdasarkan data OJK per Mei 2022, Fintech Pendanaan telah bekerja sama dengan lembaga jasa keuangan senilai Rp 2,58 triliun melalui 234 rekening pemberi pinjaman.
“Angka ini jauh lebih tinggi dari posisi Mei 2021 yang masih senilai Rp1,12 triliun dari 54 rekening pemberi pinjaman,” katanya.
Berdasarkan data OJK pula tercatat outstanding penyaluran pinjaman dari industri fintech pendanaan per Mei 2022 sebesar Rp 40,17 triliun, atau meningkat 54,14 persen dari posisi Mei 2021 yang masih Rp 21,74 triliun. Adapun penyaluran pendanaan fintech ke sektor produktif, sepanjang Januari-Mei 2022, tercatat sebesar Rp 44 triliun atau rata-rata 50,60 persen dari total penyaluran. *
Komentar