Peternak Wajib Tahu, Begini Teknis Kompensasi dan Bantuan Hewan PMK
DENPASAR, NusaBali.com - Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) sudah menjanjikan dan menjamin hewan yang terdampak penanganan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) akan mendapat kompensasi maksimal Rp 10 juta sesuai hasil rapat bersama Kementan dan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marvest) pada Sabtu (23/7/2022) dan Keputusan Mentan (Kepmentan) RI Nomor 518/KPTS/PK.300/M/7/2022 yang ditetapkan di Jakarta pada 7 Juli lalu.
Keputusan tersebut secara tersirat mewajibkan semua hewan yang terdampak penanganan PMK seperti pemotongan bersyarat, stamping out, dan hewan mati yang terinfeksi PMK kemudian dipotong bersyarat, maupun hewan yang menunjukkan gejala klinis, terdaftar Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (iSIKHNAS) untuk dapat dilakukan verifikasi bahwa hewan yang dimiliki peternak memang terdampak wabah yang menyerang hewan berkaki belah itu.
Hal ini pun dipertegas kembali oleh Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan PMK Provinsi Bali, Dewa Made Indra, pada acara Coffee Morning Ombudsman RI Perwakilan Bali, pada Jumat (22/7/2022) pagi di Jalan Melati, Denpasar.
“Semua hewan (terdampak PMK dan pemotongan bersyarat) yang sudah terdaftar iSIKHNAS, kami berangkat dari data di platform itu (untuk diverifikasi pemberian kompensasi dan bantuan),” tegas Dewa Indra.
Berdasarkan Kepmentan tersebut, kompensasi dan bantuan diberikan kepada orang perseorangan atau kelompok ternak yang memenuhi syarat administratif dengan hewan ternak yang memenuhi kriteria terdampak penanganan PMK.
Syarat administratif yang dimaksud adalah melampirkan fotokopi KTP peternak atau ketua jika berbentuk kelompok peternak, hewan tersebut sudah didaftarkan pada iSIKHNAS oleh dinas terkait di tingkat kabupaten/kota, memiliki surat keterangan kepemilikan ternak dari kepala desa atau lurah setempat, melampirkan surat keterangan depopulasi (pemotongan bersyarat atau stamping out) atau mati terinfeksi PMK atau menunjukkan gejala klinis yang dikeluarkan oleh dokter hewan setempat, dan foto pelaksanaan (jika) depopulasi yang di-geotagging atau diberikan keterangan lokasi pengambilan gambar.
Kemudian, hewan-hewan terdampak PMK yang bisa diberikan kompensasi adalah hewan yang tidak diasuransikan atau tidak mendapatkan pengantian dari APBD Kabupaten/Kota dan berasal dari kawasan atau pulau yang berstatus zona hijau. Sedangkan yang dapat diberikan bantuan adalah hewan yang berada di kawasan atau pulau zona merah.
Sebelum diberikan kompensasi atau bantuan, hewan-hewan terdampak PMK yang terdaftar iSIKHNAS dilakukan verifikasi dan validasi terhadap data administratif dan kriteria hewan secara bertahap dari tingkat kabupaten/kota, kemudian provinsi, dan diteruskan ke pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan
Pembayaran kompensasi atau bantuan dilakukan melalui mekanisme belanja langsung atau LS, di mana dana kompensasi dari rekening kas negara dibayarkan secara langsung kepada rekening penerima kompensasi atau bantuan.
Meski sudah ada keputusan untuk besaran harga maksimal untuk hewan yang terdampak PMK, sampai saat ini belum ada formulasi teknis mengenai penentuan besaran variasi harga untuk tipe-tipe sapi.
“Belum ada formulasi untuk mengukur harga, karena sapi ini kan memiliki harganya masing-masing; kami sudah melakukan komunikasi dengan pemerintah pusat agar ada teknis regulasi tersebut,” ungkap mantan Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Bali itu.
Dewa Indra menambahkan tenggat waktu pendaftaran hewan-hewan terdampak PMK masih belum ditentukan dan akan menunggu perkembangan dan dinamika penyebaran wabah yang disebut ‘Covid-19-nya para hewan’ itu. *rat
1
Komentar