Pasar 'Gemuk' Pariwisata Belum Digarap Maksimal
GIPI sebut kuncinya membuka rute penerbangan dari negara tersebut ke Bali.
DENPASAR,NusaBali
Negara- negara ‘ gemuk’, maksudnya negara-negara penyumbang wisatawan ke Bali dalam jumlah besar harus cepat digarap, baik oleh pemerintah maupun industri pariwisata. Negara- negara tersebut, antara India, Korea, Jepang, ASEAN dan Australia. China termasuk didalamnya.
Namun karena otoritas China masih menerapkan kebijakan zero Covid-19, jelas belum bisa mengharapkan wisman dari negara Tirai Bambu itu akan datang ke Bali dalam waktu dekat.
Hal tersebut disampaikan pelaku pariwisata Bali I Nyoman Astama, Rabu (27/7). Pernyataan tersebut sehubungan masih belum maksimalnya pertumbuhan wisatawan manca negara (wisman) ke Bali.
Sebelum pandemi Covid-19, kata Astama, kunjungan wisman berkisar 16-17 ribu per hari. Sedangkan wisatawan nusantara(wisnus) sampai 30 ribu per hari.
Namun pasca pandemi, pasca pandemi sampai sekarang, angka kunjungan, khususnya wisman baru 5.000 – 7.000 per hari.
“Jadi masih jauh dibanding sebelum pandemi,” ucap pria Wakil Ketua III Bidang Kebijakan dan Manajemen, Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali.
Diakui faktor China, maksudnya wisman asal China atau Tiongkok, berkontribusi signifikan terhadap jumlah kunjungan wisman ke Bali sebelum pandemi. Sedangkan saat ini, wisman China masih nihil, karena pemberlakuan zero Covid-19 otoritas negeri ‘tirai bambu’ tersebut.
Karenanya, untuk menambal bolong kunjungan wisman Tiongkok, ‘pasar-pasar besar’ lainnya mesti cepat digarap.
Pasar di luar China itu, adalah Australia, negara- negara Asean, India, Jepang dan Korsel. Apalagi warga negara dari negara- negara tersebut sudah mulai melakukan traveling, seperti Vietnam, Philipina dan lainnya. Serta India, salah satu negara yang termasuk memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia.
“Kuncinya adalah ada pesawat dari negara- negara tersebut ke Bali,” kata Astama.
Terkait hal itu, kepada pemerintah diminta konsisten, berkelanjutan dengan kebijakan pembukaan pariwisata Bali. Misalnya seandainya kasus positif Covid -19 naik, jangan sampai dilakukan penutupan. Kalau itu sampai terjadi, Astama meyakinkan kepercayaan pasar akan menurun bahkan bisa hilang. Karena itu, Pemeritah kata dia harus tak berubah dengan kebijakan pembukaan border.
Tentu saja, kata Astama tidak cukup dengan angan-angan saja. Menurut dia kesiapan infrastruktur itu wajib. Kualitas produk, layanan dan tata kelola pariwisata Bali harus benar- benar mendukung dan siap untuk itu.
“Secara umum, kita mungkin sudah siap,” ucap Managing Director Pasifik Holidays Destination Manajement Company (DMC) ini.
Namun detailnya yang nyata sangat perlu. Beberapa diantaranya soal kebersihan seperti sampah, toilet, kelancaran aksesbilitas sampai masalah keamanan. Pengangkutan sampah misalnya dengan truk misalnya, jangan sampai tercecer dan menebarkan aroma tak sedap. Demikian juga dengan toilet di DTW, juga harus terpelihara dan berfungsi dengan baik. Tak kalah penting akses dan pelayanan di bandara.
“Harus dipikirkan tamu sudah melakukan perjalanan jauh, capai jangan sampai terkesan berbelit-belit, ribet,” kata Astama. Persoalan-persoalan ini harus diantipasi.
Detail kesiapan itulah harus pasti. Bila persiapan itu tidak ada, akan percuma, walaupun berkoar- koar ke luar berpromosi ke luar negeri. “Jadi detail kesiapan pelayanan harus pasti,” tandas Astama. *K17.
Namun karena otoritas China masih menerapkan kebijakan zero Covid-19, jelas belum bisa mengharapkan wisman dari negara Tirai Bambu itu akan datang ke Bali dalam waktu dekat.
Hal tersebut disampaikan pelaku pariwisata Bali I Nyoman Astama, Rabu (27/7). Pernyataan tersebut sehubungan masih belum maksimalnya pertumbuhan wisatawan manca negara (wisman) ke Bali.
Sebelum pandemi Covid-19, kata Astama, kunjungan wisman berkisar 16-17 ribu per hari. Sedangkan wisatawan nusantara(wisnus) sampai 30 ribu per hari.
Namun pasca pandemi, pasca pandemi sampai sekarang, angka kunjungan, khususnya wisman baru 5.000 – 7.000 per hari.
“Jadi masih jauh dibanding sebelum pandemi,” ucap pria Wakil Ketua III Bidang Kebijakan dan Manajemen, Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali.
Diakui faktor China, maksudnya wisman asal China atau Tiongkok, berkontribusi signifikan terhadap jumlah kunjungan wisman ke Bali sebelum pandemi. Sedangkan saat ini, wisman China masih nihil, karena pemberlakuan zero Covid-19 otoritas negeri ‘tirai bambu’ tersebut.
Karenanya, untuk menambal bolong kunjungan wisman Tiongkok, ‘pasar-pasar besar’ lainnya mesti cepat digarap.
Pasar di luar China itu, adalah Australia, negara- negara Asean, India, Jepang dan Korsel. Apalagi warga negara dari negara- negara tersebut sudah mulai melakukan traveling, seperti Vietnam, Philipina dan lainnya. Serta India, salah satu negara yang termasuk memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia.
“Kuncinya adalah ada pesawat dari negara- negara tersebut ke Bali,” kata Astama.
Terkait hal itu, kepada pemerintah diminta konsisten, berkelanjutan dengan kebijakan pembukaan pariwisata Bali. Misalnya seandainya kasus positif Covid -19 naik, jangan sampai dilakukan penutupan. Kalau itu sampai terjadi, Astama meyakinkan kepercayaan pasar akan menurun bahkan bisa hilang. Karena itu, Pemeritah kata dia harus tak berubah dengan kebijakan pembukaan border.
Tentu saja, kata Astama tidak cukup dengan angan-angan saja. Menurut dia kesiapan infrastruktur itu wajib. Kualitas produk, layanan dan tata kelola pariwisata Bali harus benar- benar mendukung dan siap untuk itu.
“Secara umum, kita mungkin sudah siap,” ucap Managing Director Pasifik Holidays Destination Manajement Company (DMC) ini.
Namun detailnya yang nyata sangat perlu. Beberapa diantaranya soal kebersihan seperti sampah, toilet, kelancaran aksesbilitas sampai masalah keamanan. Pengangkutan sampah misalnya dengan truk misalnya, jangan sampai tercecer dan menebarkan aroma tak sedap. Demikian juga dengan toilet di DTW, juga harus terpelihara dan berfungsi dengan baik. Tak kalah penting akses dan pelayanan di bandara.
“Harus dipikirkan tamu sudah melakukan perjalanan jauh, capai jangan sampai terkesan berbelit-belit, ribet,” kata Astama. Persoalan-persoalan ini harus diantipasi.
Detail kesiapan itulah harus pasti. Bila persiapan itu tidak ada, akan percuma, walaupun berkoar- koar ke luar berpromosi ke luar negeri. “Jadi detail kesiapan pelayanan harus pasti,” tandas Astama. *K17.
Komentar