Fenomena PMK Serang Hewan Ternak, Gering Sasab Merana Ala Tetua Bali
Susastra yang menjadi rujukan tentang kaberebehan atau gering sasab merana tersebuts, alah satunya Tutur Babad Dewa.
DENPASAR, NusaBali
Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menjangkiti ratusan ternak sapi
petani Bali, tidak semata dipandang sebagai peristiwa alamiah atau
fenomena sekala.
petani Bali, tidak semata dipandang sebagai peristiwa alamiah atau
fenomena sekala.
Panglingsir atau para tetua di Bali sudah mencatatkan hal seperti ini sebagai peristwia niskala Beberapa istilah yang dikenal terkoat hal itu, yakni kaberebehan, gering sasab merana, dan istilah lain bermakna serupa. ‘’Kondisi itu mengggambarkan sarwa sato (segala binatang), bahkan juga tetumbuhan, menderita karena wabah,’’ ujar I Dewa Ketut Soma, penekun susastra Bali asal Desa Satra, Kecamatan Klungkung, Jumat (29/7).
Pria yang juga penggiat upakara Hindu Bali ini, menuturkan ada sumber-sumber susastra yang menjadi rujukan tentang kaberebehan atau gering sasab merana tersebuts, alah satunya Tutur Babad Dewa. Kurang lebih mengacu lontar tersebut, patut dilaksanakan upacara pamelehpeh, jika terjadi wabah yang menjangkiti hewan, berkaki dua, kaki empat. “Sulu ro, suku pat. Bantennya sesuai dengan kampuannya, nista madya utama serta desa kala patra,” ujar laki-laki yang aktif jadi pemandu prosesi karya ini.
Dewa Soma percaya masih ada sumber- sumber susastra lain, tentang keberebehan, gering sasab merana. Susastra itu baik yang memuat sebab-sebab atau pemicu, dampak hingga penanggulanganya secara juga melalui jalan niskala, sesuai kearifan lokal Bali. Atau juga jenis upacara lain dengan sebutan yang berbeda sesuai dresta setempat. Namun dengan tatuwek atau tujuan yang sama, memohon agar keberebehan gering sasab merana, metilar (berakhir) sehingga ternak tersembuhkan.
Selain di, pada tempat tertentu di Bali ada tempat suci berupa palinggih atau pura yang menjadi tempat warga nunas kesembuhan ternak. Salah satunya Pura Tumpa di Desa Adat Tangkas, Klungkung. Diceritakan Dewa Soma, Pura Tumpa oleh warga Klungkung dan sekitar, sejak dulu dikenal sebagai tempat memohon kesembuhan untuk ternak yang sakit. “Ngaturang pejati, nunas Pakuluh. Itu yang dipakai sarana agar ternak sembuh,” terang Dewa Soma. Di tempat atau daerah lain, lanjut Dewa Soma, juga palinggih atau pura yang oleh warga menjadi tempat mapinunas kasembuhan, terhadap terhadap ternak peliharaan. “Ya, ada juga. Di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar, juga ada,” ucapnya.
Sedangkan untuk di lingkup desa adat, Pura Bale Agung dan Pura Puseh, menurut Dewa Soma, merupakan tempat suci untuk memohon kesembuhan hewan peliharaan. Lebih khusus lagi, kalau di Pura Puseh ada palinggih Masceti. Di sana memohon agar merana merana cepat berakhir. “Pengacep kepada Ida Sanghyang Rare Angon,” jelasnya. Mengacu indik, kata Dewa Soma Sanghyang Rare Angon merupakan perwujudan Sang Hyang Siwa, sebagai pengembala untuk menguji kesetiaannya saktinya Dewi Uma.
Dewa Soma percaya, tradisi ritual untuk pemelehpeh yang juga sering disebut pemahayu merupakan kearifan lokal para tetua Bali pada masa lampau. Kearifan lokal tersebut menyikapi perubahan lingkungan karena pengaruh siklus sasih (iklim). Salah satu musim panca roba. “Perubahan sasih yang ekstrem tentu berpengaruh terhadap daya tahan (imun),” ujarnya. Baik daya tahan manusia, hewan dan tumbuhan. Sehingga perlu laku, agar keseimbangan, keharmonisan itu kembali. Itulah,menurutnya kaitan sasih panca roba, dengan wabah penyakit. Itu pula mengapa pada bagian- bagian tertentu, seperti mulut dan mulut atau bagian lain tubuh (ternak) rentan sakit.
Sebagaimana diketahui wabah PMK yang berjangkit, telah menyebabkan banyak ternak petani dipotong beryarat, karena positif PMK. Jika tertanggulangi, tentunya potensial mengurangi populasi sapi Bali yang hanya berkisar 5.00 an ribu ekor. Padahal sapi Bali merupakan jenis sapi tergolong ternak flasma nutfah.
Terpisah, Ketua PHDI Bangli I Nyoman Sukra mengiyakan perlu ada solusi niskala terhadap fenomena seperti kasus PMK yang menjangkiti sapi. Namun yang punya kewenangan memutuskan adalah sulinggih. "Sulinggih bukan perseorangannya, tetapi lembaga atau parumannya, yakni paruman sulinggih," ucap Sukra. Walau demikian dia menegaskan, penyelesaian secara niskala dengan menggelar upakara mesti tepat. Seperti memperbaiki kendaraan, bagian yang diperbaiki benar-benar bagian onderdil yang rusak dan layak ganti. Misalnya jangan karena aki yang rusak, malah busi yang diganti.Tak kena jadinya. "Yen istilahnya care Bali masing-masing ada dewanya, sehingga mesti sesuai(upacaranya)," tandas Sukra. *k17
Komentar