Peta LSD dan LP2B Tidak Sinkron
Beri Dampak Negatif Iklim Investasi
Meski mengantongi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK), bisa jadi terganjal Lahan Sawah Dilindungi (LSD).
SINGARAJA, NusaBali
Peta Lahan Sawah Dilindungi (LSD) yang dirilis pemerintah pusat diduga tidak sinkron dengan peta kawasan Lahan pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang disusun Pemerintah Kabupaten Buleleng. Peta yang diduga tumpang tindih itu disebut berpotensi memberikan dampak negatif terhadap iklim investasi di Buleleng.
Kepastian LSD dan LP2B sangat penting diketahui untuk menata pembangunan kawasan yang bisa dikembangkan untuk perumahan permukiman hingga kawasan industri. Sejumlah pengusaha yang bergerak di bidang properti mulai mengalami kendala saat mengurus izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Kendati dalam pengurusan awal PBG sudah mengantongi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK), nyatanya saat mengurus proses selanjutnya, ternyata kawasan itu dianggap masuk dalam LSD.
Ketua Komisi II DPRD Buleleng Putu Mangku Budiasa mengatakan, untuk menangani hal tersebut, pemerintah daerah harus duduk bersama dengan institusi agraria. Sehingga peta LSD dengan LP2B dapat disinkronkan menjadi satu kesatuan yang sama.
“Ini harus dicarikan solusi agar tidak menimbulkan kasus hukum kedepannya. Pemerintah daerah kami harapkan mengajukan pengurangan luasan LSD jika ada kasus SKRK dan KKPR terbit sebelum ketentuan LSD diterapkan,” ucap Mangku Budiasa.
Sementara itu Asisten Administrasi Umum Setda Buleleng Nyoman Genep mewakili eksekutif mengakui masih ada perbedaan data terkait peta LP2B dan LSD. Pemerintah daerah melalui Dinas PUTR Buleleng disebutnya sedang berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN) untuk mendapatkan solusi terkait persoalan tersebut.
Peta LP2B juga sedang dikebut di tahun ini agar dapat dituntaskan. Dinas PUTR Buleleng sebelumnya belum dapat menyelesaikan peta LP2B karena terbentur anggaran. Setahun terakhir peta LP2B baru mendata lahan pertanian produktif seluas 3.500 hektare di 53 desa. Sedangkan total target LP2B yang dicanangkan sesuai rencana seluas 6.443 hektare tersebar di seluruh daerah Buleleng.
Pemkab Buleleng juga tengah mengejar penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan, untuk dapat dijadikan acuan berinvestasi. “Penyusunan RDTR ini sedang kami mantapkan juag untuk memberikan kepastian hukum pada investor,” kata Genep. *k23
Kepastian LSD dan LP2B sangat penting diketahui untuk menata pembangunan kawasan yang bisa dikembangkan untuk perumahan permukiman hingga kawasan industri. Sejumlah pengusaha yang bergerak di bidang properti mulai mengalami kendala saat mengurus izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Kendati dalam pengurusan awal PBG sudah mengantongi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK), nyatanya saat mengurus proses selanjutnya, ternyata kawasan itu dianggap masuk dalam LSD.
Ketua Komisi II DPRD Buleleng Putu Mangku Budiasa mengatakan, untuk menangani hal tersebut, pemerintah daerah harus duduk bersama dengan institusi agraria. Sehingga peta LSD dengan LP2B dapat disinkronkan menjadi satu kesatuan yang sama.
“Ini harus dicarikan solusi agar tidak menimbulkan kasus hukum kedepannya. Pemerintah daerah kami harapkan mengajukan pengurangan luasan LSD jika ada kasus SKRK dan KKPR terbit sebelum ketentuan LSD diterapkan,” ucap Mangku Budiasa.
Sementara itu Asisten Administrasi Umum Setda Buleleng Nyoman Genep mewakili eksekutif mengakui masih ada perbedaan data terkait peta LP2B dan LSD. Pemerintah daerah melalui Dinas PUTR Buleleng disebutnya sedang berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN) untuk mendapatkan solusi terkait persoalan tersebut.
Peta LP2B juga sedang dikebut di tahun ini agar dapat dituntaskan. Dinas PUTR Buleleng sebelumnya belum dapat menyelesaikan peta LP2B karena terbentur anggaran. Setahun terakhir peta LP2B baru mendata lahan pertanian produktif seluas 3.500 hektare di 53 desa. Sedangkan total target LP2B yang dicanangkan sesuai rencana seluas 6.443 hektare tersebar di seluruh daerah Buleleng.
Pemkab Buleleng juga tengah mengejar penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan, untuk dapat dijadikan acuan berinvestasi. “Penyusunan RDTR ini sedang kami mantapkan juag untuk memberikan kepastian hukum pada investor,” kata Genep. *k23
1
Komentar