Mediasi Kembali Digelar, Kesepakatan Damai Belum Terwujud
Jalan Panjang Perdamaian Prajuru Adat Taro Kelod, Tegallalang dengan Keluarga Mangku Warka
Jika saat ini belum juga menemukan kesepahaman, Kapolsek Tegallalang AKP Ketut Sudita meminta hal ini jangan dijadikan bahan memperuncing permasalahan.
GIANYAR, NusaBali
Polres Gianyar kembali menggelar mediasi antara prajuru Desa Adat Taro Kelod, Kecamatan Tegalalang, Gianyar dengan keluarga Mangku I Ketut Warka, Kamis (4/8). Pertemuan berlangsung di Ruang Rapat Lantai III Mapolres Gianyar. Namun dalam pertemuan kemarin belum terwujud kata sepakat berdamai kedua belah pihak.
Meskipun dari pihak Prajuru Adat sebelumnya sudah bersedia mengangkat sisa upakara dari rumah Mangku Warka, namun belum membuat keluarga Mangku Warka luluh. Mereka masih pikir-pikir dan belum bersedia mencabut laporan kasus pencabutan penjor Galungan yang telah menetapkan 6 orang prajuru kini berstatus sebagai tersangka. Selain itu masih terdapat poin persoalan yang belum selesai. Poin persoalan tersebut, di antaranya persoalan sosial, perdata, adat dan pidana.
Untuk persoalan sosial, yakni tentang pencabutan air. Diketahui sejak tahun 2019, akses air PAM dan air yang mengairi irigasi sawah keluarga Mangku Warka ditutup. Sementara dalam kasus perdata, pihak I Sabit yang menempati tanah perkara menyatakan siap untuk meninggalkan tanah tersebut. Permasalahan adat adalah terkait sanksi kanorayang dan kasus pidana terkait laporan pencabutan penjor.
Dalam mediasi yang ditengahi oleh Kasat Binmas Polres Gianyar AKP Gede Endrawan, Kapolsek Tegalalang AKP I Ketut Sudita dan Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Gianyar Anak Agung Alit Asmara itu, rupanya belum menemukan kesepakatan damai. Kebuntuan ini disebabkan pihak Mangku Warka belum mau mencabut laporan polisi yang menyebabkan enam prajuru saat ini menjadi tersangka atas kasus pencabutan penjor.
Sementara dari pihak prajuru, mereka menyatakan siap menyelesaikan permasalahan ini secara damai, memenuhi semua poin perdamaian. "Pada intinya, kami mau berdamai, memenuhi semua poin perdamaian asalkan laporan pidana dicabut," ujar Bendesa Taro Kelod, I Ketut Subawa dalam pertemuan kemarin.
Namun putra dari Mangku Warka, yakni I Wayan Gede Kartika mengatakan pihaknya belum bisa mencabut laporan polisi tersebut. Diapun memiliki berbagai alasan. Mulai dari dugaan penistaan agama. Menurutnya, pencabutan penjor Galungan merupakan tindak yang diduga menistakan agama.
Jika pihaknya mencabut laporan, pihaknya takut umat Hindu menyalahkannya, karena seakan-akan membenarkan tindakan tersebut.
Selain itu, pria yang karib disapa Yande ini menilai, menukar sanksi adat dengan sanksi pidana menurutnya tidak adil. Sebab, kata dia, sanksi adat yang diterima keluarganya dari prajuru, bukan atas kesalahannya. "Masalah pidana, artinya ini kan menyangkut masalah hukum. Saya sendiri tak ingin mempenjarakan prajuru. Saya dari dulu tak ada bikin masalah. Semua datangnya dari prajuru. Karena itu, saya butuh waktu untuk bisa mencabut laporan polisi. Tapi kalau saya didesak sekarang, maka jawaban saya, proses hukum tetap lanjut," ujar Yande.
Kuasa hukum pihak Mangku Warka, Gusti Ngurah Wisnu Wardana yang diminta memberikan pemahaman oleh AKP Endrawan agar kliennya mau berdamai mengatakan secara pribadi dia sangat ingin persoalan ini diselesaikan secara damai. Namun bagaimana pun, dia memahami kondisi kliennya. Ibaratnya sebuah luka, luka yang dialami kliennya sudah sangat dalam dan butuh waktu dan proses untuk menyembuhkan.
"Secara pribadi, kedamaian itu adalah satu harapan bagi kita semua. Tapi kami di sini mengikuti klien kami," ujar Ngurah Wisnu didampingi rekan pengacaranya, I Gede Sukerta.
Sementara Kapolsek Tegalalang, AKP Sudita berterima kasih pada kedua belah pihak, karena sudah bersedia hadir untuk menyelesaikan permasalahan. Diakui, memang dalam menelurkan perdamaian ini memerlukan waktu, agar benar-benar mendapatkan kedamaian yang hakiki. Damai dari hati, dan tak lagi ada unek-unek di kemudian hari. "Saya secara pribadi dan institusi meminta pada Jro Mangku Warka agar secara ikhlas marilah kita komunikasikan, agar damai. Jangan bahas lagi latar belakangnya, mari kita utamakan perdamaian. Begitu juga dengan prajuru, saya berterima kasih karena betul-betul ingin menyelesaikan permasalahan ini secara damai," ujarnya.
Namun jika belum juga menemukan kesepahaman, AKP Sudita meminta agar jangan hal ini dijadikan sebagai bahan memperuncing permasalahan. "Saya mohon jangan lagi menunda-nunda waktu, agar makin cepat tak ada beban lagi dalam pikiran. Mudah-mudahan dari Mangku bisa mempertimbangkan hal ini," ujar Kapolsek AKP Sudita. Kasat Binmas Polres Gianyar, AKP Endrawan pun tak bisa berbuat banyak terkait hal tersebut. Dengan pernyataan dari pihak Mangku Warka, perdamaian hakiki dalam persoalan ini masih jauh. Dia berharap ke depan pihak Mangku Warka mau mencabut laporan tersebut.
"Ini merupakan keberhasilan tertunda. Kami sendiri tak tahu kapan ini akan selesai," ujarnya. Sebelumnya mediasi juga dilakukan di rumah Mangku I Ketut Warka pada 26 dan 27 Juli 2022 lalu. Lalu berlanjut pada pemindahan material sisa upakara berupa taring bambu maupun bekas atap Ambengan yang dulu disesaki di pekarangan rumah Mangku Warka pada, Jumat (29/7) lalu. *nvi
Meskipun dari pihak Prajuru Adat sebelumnya sudah bersedia mengangkat sisa upakara dari rumah Mangku Warka, namun belum membuat keluarga Mangku Warka luluh. Mereka masih pikir-pikir dan belum bersedia mencabut laporan kasus pencabutan penjor Galungan yang telah menetapkan 6 orang prajuru kini berstatus sebagai tersangka. Selain itu masih terdapat poin persoalan yang belum selesai. Poin persoalan tersebut, di antaranya persoalan sosial, perdata, adat dan pidana.
Untuk persoalan sosial, yakni tentang pencabutan air. Diketahui sejak tahun 2019, akses air PAM dan air yang mengairi irigasi sawah keluarga Mangku Warka ditutup. Sementara dalam kasus perdata, pihak I Sabit yang menempati tanah perkara menyatakan siap untuk meninggalkan tanah tersebut. Permasalahan adat adalah terkait sanksi kanorayang dan kasus pidana terkait laporan pencabutan penjor.
Dalam mediasi yang ditengahi oleh Kasat Binmas Polres Gianyar AKP Gede Endrawan, Kapolsek Tegalalang AKP I Ketut Sudita dan Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Gianyar Anak Agung Alit Asmara itu, rupanya belum menemukan kesepakatan damai. Kebuntuan ini disebabkan pihak Mangku Warka belum mau mencabut laporan polisi yang menyebabkan enam prajuru saat ini menjadi tersangka atas kasus pencabutan penjor.
Sementara dari pihak prajuru, mereka menyatakan siap menyelesaikan permasalahan ini secara damai, memenuhi semua poin perdamaian. "Pada intinya, kami mau berdamai, memenuhi semua poin perdamaian asalkan laporan pidana dicabut," ujar Bendesa Taro Kelod, I Ketut Subawa dalam pertemuan kemarin.
Namun putra dari Mangku Warka, yakni I Wayan Gede Kartika mengatakan pihaknya belum bisa mencabut laporan polisi tersebut. Diapun memiliki berbagai alasan. Mulai dari dugaan penistaan agama. Menurutnya, pencabutan penjor Galungan merupakan tindak yang diduga menistakan agama.
Jika pihaknya mencabut laporan, pihaknya takut umat Hindu menyalahkannya, karena seakan-akan membenarkan tindakan tersebut.
Selain itu, pria yang karib disapa Yande ini menilai, menukar sanksi adat dengan sanksi pidana menurutnya tidak adil. Sebab, kata dia, sanksi adat yang diterima keluarganya dari prajuru, bukan atas kesalahannya. "Masalah pidana, artinya ini kan menyangkut masalah hukum. Saya sendiri tak ingin mempenjarakan prajuru. Saya dari dulu tak ada bikin masalah. Semua datangnya dari prajuru. Karena itu, saya butuh waktu untuk bisa mencabut laporan polisi. Tapi kalau saya didesak sekarang, maka jawaban saya, proses hukum tetap lanjut," ujar Yande.
Kuasa hukum pihak Mangku Warka, Gusti Ngurah Wisnu Wardana yang diminta memberikan pemahaman oleh AKP Endrawan agar kliennya mau berdamai mengatakan secara pribadi dia sangat ingin persoalan ini diselesaikan secara damai. Namun bagaimana pun, dia memahami kondisi kliennya. Ibaratnya sebuah luka, luka yang dialami kliennya sudah sangat dalam dan butuh waktu dan proses untuk menyembuhkan.
"Secara pribadi, kedamaian itu adalah satu harapan bagi kita semua. Tapi kami di sini mengikuti klien kami," ujar Ngurah Wisnu didampingi rekan pengacaranya, I Gede Sukerta.
Sementara Kapolsek Tegalalang, AKP Sudita berterima kasih pada kedua belah pihak, karena sudah bersedia hadir untuk menyelesaikan permasalahan. Diakui, memang dalam menelurkan perdamaian ini memerlukan waktu, agar benar-benar mendapatkan kedamaian yang hakiki. Damai dari hati, dan tak lagi ada unek-unek di kemudian hari. "Saya secara pribadi dan institusi meminta pada Jro Mangku Warka agar secara ikhlas marilah kita komunikasikan, agar damai. Jangan bahas lagi latar belakangnya, mari kita utamakan perdamaian. Begitu juga dengan prajuru, saya berterima kasih karena betul-betul ingin menyelesaikan permasalahan ini secara damai," ujarnya.
Namun jika belum juga menemukan kesepahaman, AKP Sudita meminta agar jangan hal ini dijadikan sebagai bahan memperuncing permasalahan. "Saya mohon jangan lagi menunda-nunda waktu, agar makin cepat tak ada beban lagi dalam pikiran. Mudah-mudahan dari Mangku bisa mempertimbangkan hal ini," ujar Kapolsek AKP Sudita. Kasat Binmas Polres Gianyar, AKP Endrawan pun tak bisa berbuat banyak terkait hal tersebut. Dengan pernyataan dari pihak Mangku Warka, perdamaian hakiki dalam persoalan ini masih jauh. Dia berharap ke depan pihak Mangku Warka mau mencabut laporan tersebut.
"Ini merupakan keberhasilan tertunda. Kami sendiri tak tahu kapan ini akan selesai," ujarnya. Sebelumnya mediasi juga dilakukan di rumah Mangku I Ketut Warka pada 26 dan 27 Juli 2022 lalu. Lalu berlanjut pada pemindahan material sisa upakara berupa taring bambu maupun bekas atap Ambengan yang dulu disesaki di pekarangan rumah Mangku Warka pada, Jumat (29/7) lalu. *nvi
Komentar