'Dialog Harmoni' dari Perupa 'Tiga Bara'
Melalui karya-karya mereka para pengunjung diharapkan tergugah dengan pesan-pesan yang ingin mereka sampaikan
GIANYAR, NusaBali
Tiga orang seniman (perupa) yang menamakan dirinya ‘Tiga Bara’ menggelar pameran bertajuk ‘Dialog Harmoni’ di Kulidan Kitchen and Space, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Pameran yang digelar 6-13 Agustus 2022 tersebut diharapkan menciptakan interaksi selayaknya sebuah percakapan atau dialog dari para seniman melalui karya seni.Sebagai bagian dari masyarakat seni, tampaknya belum cukup bagi tiga orang seniman Nyoman Handi Yasa, I Ketut Bagia Yasa, dan Anak Agung Gede Wira Merta, berhenti pada tataran menuangkan ekspresi. Tentu, setiap ekspresi dapat dibaca sebagai tanda, dan berangkat dari kegelisahan.
Nama ‘Tiga Bara’ pun mewakili apa yang ingin mereka lakukan bersama, bersama-sama saling memantik satu sama lain agar tidak pernah berhenti berani berkarya dan menampilkannya kepada publik.
Pameran yang dibuka perupa I Wayan Sujana (Suklu) menampilkan sebanyak 17 karya lukisan, 4 patung, dan sebuah instalasi kontemporer. Dari karya yang dipamerkan tidak jauh dari kegelisahan mengenai isu-isu lingkungan, sosial, budaya, dan spiritual.
Nyoman Handi Yasa mengungkapkan ia dan dua rekan lainnya merupakan alumnus ISI Denpasar angkatan 2010 Program Studi Seni Lukis. Dialog ketiganya semakin intens dalam dua tahun terakhir hingga akhirnya memutuskan menggelar pameran perdana atas nama Tiga Bara.
Sebelum menggelar pameran bersama, masing-masing menggelar pameran secara tunggal. "Masing-masing punya potensi, tapi masih jalan sendiri-sendiri. Kenapa tidak sekarang semangatnya dikumpulkan," ungkap Handi di sela pembukaan pameran, Sabtu (6/8) malam.
Melalui karya-karya mereka para pengunjung diharapkan tergugah dengan pesan-pesan yang ingin mereka sampaikan. Handi sendiri banyak mengangkat kegelisahannya melihat alam (laut) Bali yang terancam kelestariannya disebabkan ulah manusia sendiri. Instalasi besar berupa lempengan besi yang disusun membentuk rangka ikan menunjukkan hal tersebut.
"Sampah plastik dibuang ke sungai pada akhirnya menuju ke laut menempel dan merusak terumbu karang," ucap pria yang tumbuh di pesisir Desa Penuktukan, Kecamatan Tejakula, Buleleng.
Handi mengaku tidak pernah berhenti berkarya. Pun ketika pandemi, pemilik L.uc art studio di Batuan Kaler, Sukawati, Gianyar justru lebih banyak karya yang dihasilkan. Ia mengajak rekan-rekannya terutama sesama alumni Prodi Seni Lukis ISI Denpasar untuk terus berkarya dan tidak berhenti sampai di sana melainkan berani menampilkan kepada publik sehingga bisa memberikan kontribusi positif buat masyarakat.
Sementara itu akademisi ISI Denpasar, I Wayan Sujana (Suklu), memberikan apresiasi tinggi terhadap keberanian ‘Tiga Bara’ menggelar pameran. Ia menyebut para seniman (perupa) memiliki tanggung jawab memberikan edukasi kepada masyarakat melalui karya-karya yang dibuatnya.
"Masing-masing punya bakat artistik yang baik, punya ciri khas," kata Sujana, pendiri Batu Belah Art Space.
Lebih lanjut ia menginginkan mantan anak didiknya di ISI Denpasar lebih mempertegas konsep yang ingin disampaikan melalui karya seni rupa yang dibuat. Menurutnya seni rupa memiliki kemampuan yang kuat menyampaikan isu-isu yang ingin diwacanakan senimannya.
Ia pun berharap perupa membuka diri berkolaborasi dengan komunitas-komunitas di luar seni yang juga concern dengan isu yang hendak diangkat.
Dengan memiliki konsep yang kuat dan nilai artistik yang tinggi Sujana yakin para seniman-seniman muda akan mampu menampilkan karya-karya mereka di kancah internasional.
"Pertarungan seni rupa sekarang ini seniman banyak, apalagi mau masuk ke ranah global, di situ pertarungannya antara konsep dan artistik. Saya harap tiga seniman ini memang serius tidak hanya dipakai pleasure tetapi penggalian terus menerus secara mendalam," pungkas pelukis yang pernah memamerkan karyanya di Singapura, Tiongkok, Jepang hingga Jerman. *cr78
Nama ‘Tiga Bara’ pun mewakili apa yang ingin mereka lakukan bersama, bersama-sama saling memantik satu sama lain agar tidak pernah berhenti berani berkarya dan menampilkannya kepada publik.
Pameran yang dibuka perupa I Wayan Sujana (Suklu) menampilkan sebanyak 17 karya lukisan, 4 patung, dan sebuah instalasi kontemporer. Dari karya yang dipamerkan tidak jauh dari kegelisahan mengenai isu-isu lingkungan, sosial, budaya, dan spiritual.
Nyoman Handi Yasa mengungkapkan ia dan dua rekan lainnya merupakan alumnus ISI Denpasar angkatan 2010 Program Studi Seni Lukis. Dialog ketiganya semakin intens dalam dua tahun terakhir hingga akhirnya memutuskan menggelar pameran perdana atas nama Tiga Bara.
Sebelum menggelar pameran bersama, masing-masing menggelar pameran secara tunggal. "Masing-masing punya potensi, tapi masih jalan sendiri-sendiri. Kenapa tidak sekarang semangatnya dikumpulkan," ungkap Handi di sela pembukaan pameran, Sabtu (6/8) malam.
Melalui karya-karya mereka para pengunjung diharapkan tergugah dengan pesan-pesan yang ingin mereka sampaikan. Handi sendiri banyak mengangkat kegelisahannya melihat alam (laut) Bali yang terancam kelestariannya disebabkan ulah manusia sendiri. Instalasi besar berupa lempengan besi yang disusun membentuk rangka ikan menunjukkan hal tersebut.
"Sampah plastik dibuang ke sungai pada akhirnya menuju ke laut menempel dan merusak terumbu karang," ucap pria yang tumbuh di pesisir Desa Penuktukan, Kecamatan Tejakula, Buleleng.
Handi mengaku tidak pernah berhenti berkarya. Pun ketika pandemi, pemilik L.uc art studio di Batuan Kaler, Sukawati, Gianyar justru lebih banyak karya yang dihasilkan. Ia mengajak rekan-rekannya terutama sesama alumni Prodi Seni Lukis ISI Denpasar untuk terus berkarya dan tidak berhenti sampai di sana melainkan berani menampilkan kepada publik sehingga bisa memberikan kontribusi positif buat masyarakat.
Sementara itu akademisi ISI Denpasar, I Wayan Sujana (Suklu), memberikan apresiasi tinggi terhadap keberanian ‘Tiga Bara’ menggelar pameran. Ia menyebut para seniman (perupa) memiliki tanggung jawab memberikan edukasi kepada masyarakat melalui karya-karya yang dibuatnya.
"Masing-masing punya bakat artistik yang baik, punya ciri khas," kata Sujana, pendiri Batu Belah Art Space.
Lebih lanjut ia menginginkan mantan anak didiknya di ISI Denpasar lebih mempertegas konsep yang ingin disampaikan melalui karya seni rupa yang dibuat. Menurutnya seni rupa memiliki kemampuan yang kuat menyampaikan isu-isu yang ingin diwacanakan senimannya.
Ia pun berharap perupa membuka diri berkolaborasi dengan komunitas-komunitas di luar seni yang juga concern dengan isu yang hendak diangkat.
Dengan memiliki konsep yang kuat dan nilai artistik yang tinggi Sujana yakin para seniman-seniman muda akan mampu menampilkan karya-karya mereka di kancah internasional.
"Pertarungan seni rupa sekarang ini seniman banyak, apalagi mau masuk ke ranah global, di situ pertarungannya antara konsep dan artistik. Saya harap tiga seniman ini memang serius tidak hanya dipakai pleasure tetapi penggalian terus menerus secara mendalam," pungkas pelukis yang pernah memamerkan karyanya di Singapura, Tiongkok, Jepang hingga Jerman. *cr78
Komentar