Hindari Pengelola LPD Terjerat Kasus Hukum, Bendesa Diingatkan Tegas Mengawasi
Sebagian besar modus tindakan korupsi yang dilakukan oleh pengurus LPD berupa kolusi.
SINGARAJA, NusaBali
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) terjerat kasus hukum yang makin marak menjadi sorotan Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali. Untuk menghindari hal itu, Dinas PMA Bali mengingatjan para bendesa mengintensifkan tugas pengawasan LPD.
Hal itu terungkap dalam sosialisasi kepada seluruh Bendesa Adat dan Pengurus LPD se-Buleleng, pada Rabu (10/8) di Gedung Wanita Laksmi Graha, Kota Singaraja.
Sosialisasi menghadirkan narasumber dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Polda Bali, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, dan Inspektorat Provinsi Bali.
Kepala Bidang Pembinaan Perekonomian Desa Adat Dinas PMA Bali Ni Luh Putu Seni Artini mengungkapkan, hingga saat ini ada puluhan LPD yang bermasalah. Sebagian telah masuk ke ranah hukum. Sebagai upaya pencegahan, integritas pengurus maupun pengawas LPD di tingkat desa adat pun dinilai sangat penting.
Melalui sosialisasi, pihaknya berharap para bendesa adat, ketua LPD, dan jajarannya, lebih paham dan dapat bekerja sama untuk memajukan LPD. "Sebenarnya sistem sudah baik. Namun yang terpenting harus ada integritas. Selain itu, harus ada hubungan yang lebih baik antara ketua LPD dan bendesa adat," ujarnya, ditemui di sela-sela kegiatan sosialisasi.
Bagi LPD yang sudah bermasalah, Seni Artini akan terus mendorong dan menyediakan fasilitasi agar kembali dibangkitkan. Harapannya, LPD bisa beroperasi kembali, dana nasabah yang belum dibayarkan, bisa cepat bisa dikembalikan.
Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng Anak Agung Ngurah Jayalantara mengatakan, pengawasan LPD menjadi tupoksi bendesa adat. Namun sejauh ini, bendesa adat belum mengawasi LPD dengan baik. Salah satunya, karena bendesa sibuk dengan kegiatan adat dan terlalu memberikan kepercayaan penuh terhadap pengurus LPD. "Pengawasan LPD sejatinya ada di bendesa adat. Bendesa adat itu yang memiliki LPD, bukan sebaliknya. Jadi bendesa adat harus benar-benar mengawasi," kata Jayalantara
Jayalantara mengungkapkan, dari sejumlah temuan kasus LPD yang bermasalah hukum, sebagian besar modus tindakan korupsi yang dilakukan oleh pengurus LPD berupa kolusi. LPD memberikan kredit tanpa jaminan atau memberikan kredit tanpa pertimbangan, dan kemunculan kredit fiktif. "Setelah kredit disalurkan, barulah pengurus LPD memintakan persetujuan ke bendesa. Jadi itu yang sering terjadi. Ini yang salah. Hal ini yang kami tekankan dalam sosialisasi kepada bendesa dan pengurus LPD," jelas Jayalantara. *mz
Hal itu terungkap dalam sosialisasi kepada seluruh Bendesa Adat dan Pengurus LPD se-Buleleng, pada Rabu (10/8) di Gedung Wanita Laksmi Graha, Kota Singaraja.
Sosialisasi menghadirkan narasumber dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Polda Bali, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, dan Inspektorat Provinsi Bali.
Kepala Bidang Pembinaan Perekonomian Desa Adat Dinas PMA Bali Ni Luh Putu Seni Artini mengungkapkan, hingga saat ini ada puluhan LPD yang bermasalah. Sebagian telah masuk ke ranah hukum. Sebagai upaya pencegahan, integritas pengurus maupun pengawas LPD di tingkat desa adat pun dinilai sangat penting.
Melalui sosialisasi, pihaknya berharap para bendesa adat, ketua LPD, dan jajarannya, lebih paham dan dapat bekerja sama untuk memajukan LPD. "Sebenarnya sistem sudah baik. Namun yang terpenting harus ada integritas. Selain itu, harus ada hubungan yang lebih baik antara ketua LPD dan bendesa adat," ujarnya, ditemui di sela-sela kegiatan sosialisasi.
Bagi LPD yang sudah bermasalah, Seni Artini akan terus mendorong dan menyediakan fasilitasi agar kembali dibangkitkan. Harapannya, LPD bisa beroperasi kembali, dana nasabah yang belum dibayarkan, bisa cepat bisa dikembalikan.
Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng Anak Agung Ngurah Jayalantara mengatakan, pengawasan LPD menjadi tupoksi bendesa adat. Namun sejauh ini, bendesa adat belum mengawasi LPD dengan baik. Salah satunya, karena bendesa sibuk dengan kegiatan adat dan terlalu memberikan kepercayaan penuh terhadap pengurus LPD. "Pengawasan LPD sejatinya ada di bendesa adat. Bendesa adat itu yang memiliki LPD, bukan sebaliknya. Jadi bendesa adat harus benar-benar mengawasi," kata Jayalantara
Jayalantara mengungkapkan, dari sejumlah temuan kasus LPD yang bermasalah hukum, sebagian besar modus tindakan korupsi yang dilakukan oleh pengurus LPD berupa kolusi. LPD memberikan kredit tanpa jaminan atau memberikan kredit tanpa pertimbangan, dan kemunculan kredit fiktif. "Setelah kredit disalurkan, barulah pengurus LPD memintakan persetujuan ke bendesa. Jadi itu yang sering terjadi. Ini yang salah. Hal ini yang kami tekankan dalam sosialisasi kepada bendesa dan pengurus LPD," jelas Jayalantara. *mz
1
Komentar