Kawal Lukisan Tradisi di Era Modern, Komunitas Arsha Rupa Gelar Pameran
DENPASAR, NusaBali
Sepuluh orang seniman yang tergabung dalam Komunitas Arsha Rupa menggelar pameran lukisan bertempat di Museum Agung Pancasila, Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Niti Mandala, Denpasar selama sebulan penuh mulai 14 Agustus hingga 14 September 2022.
Menampilkan gaya lukisan tradisional, mereka bermaksud ingin mengawal lukisan gaya tradisi di tengah era lukisan kontemporer masa kini. Komunitas Arsha Rupa yang terdiri dari I Ketut Murtayasa, I Wayan Suala, I Gede Susila, I Wayan Rediyasa, I Made Rudita, I Gusti Ngurah Wijana, I Nyoman Sudirga, I Ketut Arta Wijaya, dan I Wayan Sukarma, memamerkan sebanyak 25 lukisan. Beberapa tema yang diangkat di antaranya kehidupan sehari-hari masyarakat tradisional Bali. Sebagian terlihat mengangkat tema dari cerita pewayangan.
Ketua Komunitas Arsha Rupa, Ketut Murtayasa,50, ditemui pada saat pembukaan pameran, Minggu (14/8) siang menuturkan komunitas yang dibangun bersama sembilan perupa lainnya berangkat dari keinginan untuk terus saja berkarya tanpa terlalu memikirkan motif lainnya. Mereka bukannya tidak mampu melukis dengan gaya kontemporer, namun gaya tradisi adalah pilihan yang diambil karena menghadirkan kenyamanan buat mereka dalam berkesenian.
Pameran ini, ujarnya, merupakan kali pertama bagi Komunitas Arsha Rupa sejak resmi dibentuk pada awal tahun lalu. Pun baginya secara pribadi merupakan pengalaman pertama baginya berpameran. "Arsha Rupa itu karena timbul dari keinginan, ada rasa untuk berkesenian dalam hal ini seni rupa," tambah Murtayasa mengenai filosofi di balik nama komunitas yang dibentuknya.
Pria yang mengaku belajar melukis secara otodidak ini menuturkan perkembangan seni lukis yang dinamis tidak bisa dihindari menciptakan berbagai macam gaya kontemporer. Namun demikian lukisan tradisional merupakan cikal bakal perkembangan seni lukis dewasa ini, sehingga tidak bisa serta merta diabaikan. Dengan terus berkarya, Murtayasa berharap seni lukis tradisi bisa terus menemukan eksistensinya. "Kalau bisa dilestarikan kan ke depannya generasi jadi tahu bagaimana kehidupan di masa lalu," ucap pria asal Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Tabanan ini.
Sementara itu kurator pameran, perupa Ida Bagus Martinaya alias Gus Martin mengatakan dirinya tidak mengalami kesulitan dalam mengkurasi lukisan-lukisan yang akan ditampilkan dalam pameran ini.
"Semua diselesaikan dengan detail, mereka memang betul-betul untuk tujuan berkarya tidak komersial," ujar Gus Martin yang juga mantan wartawan ini.
Lebih lanjut dikatakan, meski komersialisasi bukan tujuan utama, lukisan-lukisan gaya tradisi dari Komunitas Arsha Rupa tidak sepi peminat. Bagi sebagian penikmat seni, gambaran tentang Bali pada masa lalu memiliki harga yang tak ternilai. Gus Martin menuturkan, lukisan tradisi maupun kontemporer seharusnya bisa jalan beriringan di kancah seni lukis Bali. Para pelukis pemula sepantasnya mengenal terlebih dahulu gaya melukis tradisional sebelum belajar melukis kontemporer.
"Melempar cat sudah dikatakan modern, bukan itu esensinya. Yang modern itu pasti berangkat dari tradisi, katakanlah Affandi adalah pelukis kontemporer tapi berangkat dari lukisan tradisi awalnya," jelas Gus Martin.
Gus Martin pun mendukung Komunitas Arsha Rupa untuk mengawal lukisan gaya tradisi. Gaya tradisi secara sadar dipegang teguh oleh para perupanya sehingga sekaligus menjadi pengikat kuat bagi mereka. Dalam domain tradisi, lanjutnya, mereka punya kewenangan, kebebasan, dan kenyamanan untuk mengekplorasi kemampuan masing-masing.
"Mereka fokus dan konsisten bermain di wilayah tradisi dengan memaksimalkan kemampuan gagasan maupun teknis masing-masing yang sudah tak bisa diragukan lagi. Tak berlebihan jika menyebut para pelukis di Komunitas Arsha Rupa ini sudah mengeksekusi tradisi dengan cara-cara dan spirit 'modern' di dalam hal teknik," kata Gus Martin.
Sementara itu pengelola Museum Agung Pancasila, Gus Marhaen, memberikan apresiasi terhadap karya-karya yang dihasilkan oleh para perupa Komunitas Arsha Rupa. Gus Marhaen mengatakan apa yang dilakukan oleh para perupa sejalan dengan konsep Tri Sakti Proklamator Republik Indonesia Soekarno.
"Khususnya berkepribadian dalam bidang kebudayaan," kata Gus Marhaen. Dia mengungkapkan Bapak Proklamasi Indonesia sangat memberi perhatian terhadap perkembangan dunia seni di bumi Nusantara. Terbukti Bung Karno berkawan baik dengan sejumlah pelukis yang tinggal di Bali seperti Antonio Blanco ataupun Adrien-Jean Le Mayeur. "Ini momen yang sangat luar biasa, telinga kiri saya langsung oke (memberi tempat pameran)," ujar Gus Marhaen yang juga mengelola Museum Agung Bung Karno dan Museum Agung Proklamasi ini. *cr78
1
Komentar