Asyiknya City Tour di Kota Denpasar Naik Dokar
DENPASAR, NusaBali.com – Lagu ‘Naik Delman’ karya Ibu Sud bukan sekadar memori masa lalu. Namun naik delman atau dokar bisa dinikmati warga ataupu wisatawan di Kota Denpasar.
Sejak lima tahun lalu, Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Pariwisata, dan di bawah koordinasi Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata, mengaktifkan program tur keliling Kota Denpasar dengan transportasi yang memiliki kekhasan tradisional, yakni dokar.
Menurut I Gusti Agung Widnyana, 54, Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Kota Denpasar, pemerintah sengaja memilih transportasi selain kendaraan bermotor yang memiliki keunikan, sebab, format seperti menggunakan bus sudah lumrah di kota-kota lainnya
“Tahun 2017 kami mengaktifkan City Tour, kemudian pimpinan mengarahkan agar prasarana dari City Tour itu hendaknya dikemas dengan sesuatu yang khas yang kami miliki dan dipilihlah dokar,” jelas Widnyana kepada NusaBali.com saat ditemui di ruang kerjanya di Graha Sewaka Dharma di Jalan Majapahit nomor 1, Lumintang, Senin (15/8/2022).
Kata Adnyana, pada masa kejayaan dokar pada era 1980-an, para kusir dokar di Kota Denpasar mencapai ratusan orang yang tergabung dalam Persatuan Dokar Denpasar (Perdoden), namun pada tahun 2017, masih tersisa dua kelompok yakni di daerah Pemogan dan di pusat kota.
Saat ini, kelompok dokar yang beroperasi di pusat kota sejumlah delapan kusir tersebut digandeng pemerintah untuk melayani tur keliling Kota Denpasar secara gratis bagi wisatawan pada setiap akhir pekan.
Tur tersebut terdiri dari dua pos pemberangkatan yaitu di Jalan Sulawesi dekat Pasar Badung dan di depan Terminal Tegal di Jalan Imam Bonjol kawasan Banjar Tegal, Pemecutan Kelod.
Bagi yang memulai di pos Jalan Sulawesi, wisatawan akan diajak berkeliling dari Jalan Gajah Mada lurus ke Jalan Surapati, belok kiri ke arah Jalan Kapten Agung, kemudian belok kanan ke arah Jalan Letda Regug sampai Jalan Sugianyar.
Selanjutnya belok kiri ke Jalan Beliton, ke kanan arah Jalan Sumatera sampai Puri Agung Pemecutan di Jalan Hasanuddin kemudian ke Jalan Thamrin dan berakhir kembali di Jalan Gajah Mada.
Sementara itu, di pos Terminal Tegal, wisatawan akan berangkat ke arah utara menuju Jalan Gunung Batur, kemudian belok kanan ke arah Jalan Gunung Merapi, selanjutnya ke kanan arah Jalan Sri Rama menuju Jalan Sutomo.
Dari Jalan Sutomo, belok kiri ke arah Jalan Gajah Mada, ke kanan arah Jalan Sulawesi menuju Jalan Hasanuddin, dan bergerak ke arah Jalan Bukit Tunggal sampai Jalan Mandalawangi, selanjutnya berbelok ke kanan dan tiba kembali di pos pemberangkatan Terminal Tegal.
Tur tersebut dilayani secara gratis pada pekan mulai pukul 09.00-16.00 Wita dengan 2-3 penumpang sekali putaran. Namun pada hari raya tertentu seperti Hari Raya Tumpek Kandang dan Hari Raya Kuningan, para kusir akan libur dikarenakan berkaitan dengan yadnya pada hewan (kuda) dan logam (kotak penumpang).
Salah satu penumpang pada hari kerja, Kadek Yulantara, 40, mengaku terkesan dengan tur yang ia lakukan dari Jalan Gajah Mada menuju Jalan Kaliasem bersama istri dan dua anaknya. Meski dilakukan di luar hari pelayanan sehingga harus membayar, Yulantara berharap transportasi tradisional tersebut tetap dilestarikan karena ramah lingkungan.
“Kesannya sangat luar biasa, bisa menghibur anak-anak. Kenangan yang harus dilestarikan karena pesatnya perkembangan transportasi yang lebih modern, ini bisa untuk mengurangi polusi,” kata pria asal Karangasem saat ditemui usai menjajal dokar di Jalan Kaliasem, Senin (15/8/2022).
Sementara itu, sang kusir, Ketut Nedeng, 65, bersyukur karena sudah dijadikan mitra Dinas Pariwisata Kota Denpasar sehingga moda transportasi yang ia kemudikan sejak tahun 1975 itu dapat terus dilestarikan dan tetap ada sebab ia tidak memiliki pekerjaan lain selain menjadi juru kusir.
“Ini kan sudah diambil oleh (Dinas) Pariwisata, dilestarikan dokarnya, kalau tidak dilestarikan, hari ini sudah tidak ada dokar dan penumpangnya juga tidak ada,” tutur Nedeng kepada NusaBali.com usai mengantarkan para penumpangnya tur.
Selain itu Nedeng juga mengakui tetap patuh pada aturan dari pemerintah untuk tidak menerima serupiah pun dari wisatawan ketika menarik dokar di akhir pekan. Ia juga menambahkan rekan-rekannya juga telah melakukan hal yang sama.
Sebagai mitra Dinas Pariwisata Kota Denpasar, kedelapan kusir dokar tersebut diberikan kompensasi untuk biaya pakan kuda, pemeliharaan, dan lainnya sebesar Rp 350.000 per hari operasional.
Pada tahun 2021, tur kota dengan dokar ini mampu menarik penumpang sebesar 10.511, meskipun angka tersebut tidak lebih besar dari sebelum pandemi Covid-19, yakni 17.190 penumpang pada tahun 2019. *rat
Menurut I Gusti Agung Widnyana, 54, Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Kota Denpasar, pemerintah sengaja memilih transportasi selain kendaraan bermotor yang memiliki keunikan, sebab, format seperti menggunakan bus sudah lumrah di kota-kota lainnya
“Tahun 2017 kami mengaktifkan City Tour, kemudian pimpinan mengarahkan agar prasarana dari City Tour itu hendaknya dikemas dengan sesuatu yang khas yang kami miliki dan dipilihlah dokar,” jelas Widnyana kepada NusaBali.com saat ditemui di ruang kerjanya di Graha Sewaka Dharma di Jalan Majapahit nomor 1, Lumintang, Senin (15/8/2022).
Kata Adnyana, pada masa kejayaan dokar pada era 1980-an, para kusir dokar di Kota Denpasar mencapai ratusan orang yang tergabung dalam Persatuan Dokar Denpasar (Perdoden), namun pada tahun 2017, masih tersisa dua kelompok yakni di daerah Pemogan dan di pusat kota.
Saat ini, kelompok dokar yang beroperasi di pusat kota sejumlah delapan kusir tersebut digandeng pemerintah untuk melayani tur keliling Kota Denpasar secara gratis bagi wisatawan pada setiap akhir pekan.
Tur tersebut terdiri dari dua pos pemberangkatan yaitu di Jalan Sulawesi dekat Pasar Badung dan di depan Terminal Tegal di Jalan Imam Bonjol kawasan Banjar Tegal, Pemecutan Kelod.
Bagi yang memulai di pos Jalan Sulawesi, wisatawan akan diajak berkeliling dari Jalan Gajah Mada lurus ke Jalan Surapati, belok kiri ke arah Jalan Kapten Agung, kemudian belok kanan ke arah Jalan Letda Regug sampai Jalan Sugianyar.
Selanjutnya belok kiri ke Jalan Beliton, ke kanan arah Jalan Sumatera sampai Puri Agung Pemecutan di Jalan Hasanuddin kemudian ke Jalan Thamrin dan berakhir kembali di Jalan Gajah Mada.
Sementara itu, di pos Terminal Tegal, wisatawan akan berangkat ke arah utara menuju Jalan Gunung Batur, kemudian belok kanan ke arah Jalan Gunung Merapi, selanjutnya ke kanan arah Jalan Sri Rama menuju Jalan Sutomo.
Dari Jalan Sutomo, belok kiri ke arah Jalan Gajah Mada, ke kanan arah Jalan Sulawesi menuju Jalan Hasanuddin, dan bergerak ke arah Jalan Bukit Tunggal sampai Jalan Mandalawangi, selanjutnya berbelok ke kanan dan tiba kembali di pos pemberangkatan Terminal Tegal.
Tur tersebut dilayani secara gratis pada pekan mulai pukul 09.00-16.00 Wita dengan 2-3 penumpang sekali putaran. Namun pada hari raya tertentu seperti Hari Raya Tumpek Kandang dan Hari Raya Kuningan, para kusir akan libur dikarenakan berkaitan dengan yadnya pada hewan (kuda) dan logam (kotak penumpang).
Salah satu penumpang pada hari kerja, Kadek Yulantara, 40, mengaku terkesan dengan tur yang ia lakukan dari Jalan Gajah Mada menuju Jalan Kaliasem bersama istri dan dua anaknya. Meski dilakukan di luar hari pelayanan sehingga harus membayar, Yulantara berharap transportasi tradisional tersebut tetap dilestarikan karena ramah lingkungan.
“Kesannya sangat luar biasa, bisa menghibur anak-anak. Kenangan yang harus dilestarikan karena pesatnya perkembangan transportasi yang lebih modern, ini bisa untuk mengurangi polusi,” kata pria asal Karangasem saat ditemui usai menjajal dokar di Jalan Kaliasem, Senin (15/8/2022).
Sementara itu, sang kusir, Ketut Nedeng, 65, bersyukur karena sudah dijadikan mitra Dinas Pariwisata Kota Denpasar sehingga moda transportasi yang ia kemudikan sejak tahun 1975 itu dapat terus dilestarikan dan tetap ada sebab ia tidak memiliki pekerjaan lain selain menjadi juru kusir.
“Ini kan sudah diambil oleh (Dinas) Pariwisata, dilestarikan dokarnya, kalau tidak dilestarikan, hari ini sudah tidak ada dokar dan penumpangnya juga tidak ada,” tutur Nedeng kepada NusaBali.com usai mengantarkan para penumpangnya tur.
Selain itu Nedeng juga mengakui tetap patuh pada aturan dari pemerintah untuk tidak menerima serupiah pun dari wisatawan ketika menarik dokar di akhir pekan. Ia juga menambahkan rekan-rekannya juga telah melakukan hal yang sama.
Sebagai mitra Dinas Pariwisata Kota Denpasar, kedelapan kusir dokar tersebut diberikan kompensasi untuk biaya pakan kuda, pemeliharaan, dan lainnya sebesar Rp 350.000 per hari operasional.
Pada tahun 2021, tur kota dengan dokar ini mampu menarik penumpang sebesar 10.511, meskipun angka tersebut tidak lebih besar dari sebelum pandemi Covid-19, yakni 17.190 penumpang pada tahun 2019. *rat
1
Komentar