Reuni 27 Tahun SID, Kilas Balik Pendiri hingga Putar Kolase Memori
DENPASAR, NusaBali.com – Superman Is Dead (SID) balik indie lagi. Kali ini lengkap dengan tiga penggawa yang tetap sama dari tahun 1995 silam. Perayaan 27 tahun SID, Kamis (18/8/2022), sekaligus reuni ini pun diisi dengan kilas balik dan pemutaran video klip pra-rilis kumpulan memori band punk rock asal Bali itu.
Bertempat di The Cakra Hotel di Jalan Bypass Ngurah Rai nomor 28, Denpasar, syukuran sederhana namun penuh makna itu menjadi ajang kumpul bareng I Made Putra Budi Sartika, 44, alias Bobby Kool; I Gede Aryastina, 45, alias Jerinx; dan I Made Eka Arsana, 47, alias Eka Rock.
Pada kesempatan tersebut, Bobby Kool dan Jerinx mengilas balik bagaimana SID sebenarnya berawal dari kamar Jerinx yang berisi berbagai peralatan musik. Kemudian, seorang sahabat masa kuliah mempertemukan Bobby dengan Jerinx di Kuta. Persahabatan mereka berdua semakin intens ketika berterusan bermain musik bersama atau ‘jamming.’
Dua sahabat tersebut kemudian membentuk band bernama Superman Silvergun, di mana Bobby menjadi gitaris dan vokalis, sedangkan Jerinx sebagai penabuh drum. Dua kombinasi tersebut akhirnya dipertemukan dengan seorang bassis bernama Eka Arsana yang kemudian dikenal sebagai Eka Rock.
“Saya ketemu mereka itu sudah berbentuk band, namanya dulu Superman Silvergun, tapi jamming-nya cuma di kamar,” canda Eka saat mengilas balik terbentuknya SID.
Jerinx pun menimpali ucapan Eka dengan dibalas candaan bernada ejekan bahwa bandnya saat itu sudi menerima Eka Rock sebab ia berwajah tampan namun tidak bisa bermusik apalagi bermain bass.
“Alasan satu-satunya kami ngajak Eka itu sejujurnya karena dia main bass, enggak bisa, jual mukanya doang,” balas Jerinx yang disambut gelak tawa awak media yang menghadiri sidang media tersebut.
Setelah terbentuk formasi dengan tiga karakter, Superman Silvergun bertransisi menjadi SID yang ‘muda, beda, dan berbahaya.’ Setelah dua tahun sejak berdiri, SID mulai menghasilkan tiga album independen yaitu ‘Case 15’ tahun 1997, ‘Superman Is Dead’ tahun 1999, dan satu album mini yakni ‘Bad Bad Bad’ tahun 2002.
Band yang ‘liar, nakal, dan sedikit hedonistik’ itu kemudian dilirik oleh Sony Music Indonesia dan berhasil melahirkan ‘anak keempat’ mereka di tahun 2003 bernama ‘Kuta Rock City’ dari hasil pinangan label besar tersebut.
Meski di bawah naungan sebuah label yang biasanya identik dengan berbagai syarat yang membatasi para musisi, Jerinx mengaku di bawah binaan seorang Jan Djuhana, 73, mereka diberikan ruang dan pengertian perihal karakter dan ciri khas yang ingin dipertahankan dari band yang terinspirasi Green Day dan NOFX itu.
“Dia (Jan Djuhana) sosok yang visioner, dia tahu mana band yang untuk diatur-atur, dan band yang tidak untuk diintervensi,” ungkap Jerinx mengagumi sosok yang meminang SID bergabung ke Sony Music Indonesia dan menghasilkan enam album itu.
Namun kontrak tersebut telah berakhir pada tahun 2022 ini. Oleh karena itu, SID kembali lagi menjadi band independen dan berencana membuat manajemen sendiri untuk merancang arah band pemilik tembang ‘Sunset di Tanah Anarki’ itu.
Berjalan beriringan selama 27 tahun dan memadukan karakter yang berbeda-beda memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Jerinx dan kawan-kawan pun mengakui hal tersebut. Namun alasan utama mereka masih bertahan sampai sekarang adalah ‘tidak bubar.’
“Jadi kiat-kiat kami untuk tetap bertahan adalah tidak bubar,” kata Eka yang terdengar nyeleneh.
Namun, kata Jerinx untuk mencapai level ‘tidak bubar’ itu memerlukan kompromi yang tinggi, seni mengolah ego, dan mengalah dengan satu sama lain. Selama ini, Jerinx mengaku SID selalu menggunakan sistem suara terbanyak. Jadi, ketika dua di antara mereka sudah menyepakati sesuatu, yang lain harus mengalah.
Setelah bereuni di ruang suram pada suatu masa di bulan Oktober 2020 dalam bilik Pengadilan Negeri Denpasar yang dingin, kali ini, trio yang sudah pernah mengepakkan sayap punk rock Indonesia hingga ke California, Amerika Serikat itu, bisa ‘hancurkan dendam dengan cinta di dada’ dan bereuni dengan gelak tawa pada sebuah siang di Denpasar Timur yang hangat.
Reuni itu pun diakhiri dengan pemutaran video klip terbaru mereka bertajuk ‘Tentang Tiga’ secara eksklusif kepada awak media yang hadir. Seperti judulnya, lagu tersebut bercerita perjalanan kumpulan dari tiga insan yang sudah seperti saudara itu.
Menurut Erick Est sang sutradara, video klip tersebut digarap selama dua tahun dengan mengumpulkan potongan video dari awal SID berdiri hingga masa sekarang. Perjuangan mencari bahan video itu pun tidak mudah karena tersebar ke seluruh Indonesia bahkan sampai luar negeri.
Selain masalah geografis, Erick juga terkendala masalah pita kaset yang sudah berjamur sehingga tidak bisa digitalisasi menjadi potongan video komputer. Kata lulusan Desain Komunikasi Visual Universitas Udayana tahun 2004 itu, potongan video paling tua yang masih bisa digunakan berasal dari tahun 2000.
“Saya cukup susah memilih momen yang pas, akhirnya dipilih momen yang berkesan seperti jatuh di panggung dan tanpa gambar sponsor di belakang mereka,” tutur Erick.
Pemutaran video klip itu seakan menjadi kolase memori perjalanan SID dari tahun ke tahun termasuk tantangan yang harus mereka hadapi sebagai sahabat dan saudara di tahun 2020 hingga awal bulan Agustus tahun ini. Sebab, terdapat tiga segmen dalam video klip tersebut yang memaknai perjalanan SID termasuk visualisasi dua personel bermusik tanpa Jerinx.
Setelah acara tumpengan di akhir pemutaran kolase memori itu, Bobby berpesan kepada para outSIDer dan Lady Rose untuk bersabar menunggu karena SID akan menyambangi Yogyakarta dalam waktu dekat. Sedangkan Jerinx, berpesan agar para penggemar mereka tetap berpikir kritis untuk ‘melawan’ namun dengan batasan tertentu sehingga tidak seperti dirinya. *rat
1
Komentar