Kendalikan Inflasi, Buleleng Programkan Tanam Cabai
SINGARAJA, NusaBali
Pemkab Buleleng berencana akan menanam bibit cabai rawit secara di seluruh desa/kelurahan di Kabupaten Buleleng.
Program itu dirancang sebagai salah satu upaya pengendalian inflasi di Buleleng yang paling sering dipicu oleh lonjakan harga cabai rawit. Penanaman cabai ini akan dilakukan di tahun ini.
Hal itu disampaikan Sekda Buleleng Gede Suyasa, usai rapat melalui zoom meeting dengan agenda arahan presiden terkait Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), Selasa (23/8) kemarin, di ruang rapat Lobby Kantor Bupati Buleleng. Menurutnya, lonjakan inflasi di Buleleng terjadi pada Juni 2022 sebesar 2,2 persen. Inflasi saat itu dipicu karena adanya Hari Raya Galungan dan Kuningan, kenaikan tarif dasar listrik, dan kenaikan air PDAM. Dari sejumlah pemicu, harga cabai rawit dan canang sari dari kebutuhan primer melonjak sangat signifikan.
“Kondisi tersebut membuat pemerintah melakukan intervensi pasar pada Bulan Juli lalu, dua perusahaan daerah kita PD Swatantra dan Perumda Pasar memasok kebutuhan pokok untuk menstabilkan harga, dan hasilnya inflasi di Bulan Juli sudah turun 0,48. Hanya saja masih tetap harus diturunkan karena secara kumulatif Buleleng masih berada di angka 5,3 persen di atas nasional,” ucap Suyasa yang juga Ketua TPID Buleleng ini.
Dia berharap pada bulan-bulan selanjutnya, Buleleng bisa deflasi dan terus menekan inflasi. Salah satunya dengan program menanam cabai secara masif. Selain menyasar seluruh desa, Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) wajib menanam cabai di halaman kantor dan juga rumah masing-masing.
“Kalau masing-masing pimpinan SKPD cukup 5 pohon saja di rumah masing-masing kalau tidak punya halaman bisa pakai polybag. Sedangkan kalau program yang menyasar desa/kelurahan nanti akan disiapkan Dinas Pertanian,” kata birokrat asal Desa/Kecamatan Tejakula Buleleng ini.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta menambahkan, rencana penanaman cabai rawit di desa/kelurahan sedang dicarikan pos anggaran di APBD Perubahan. Setidaknya Dinas Pertanian memerlukan anggaran Rp 200 juta untuk merealisasikan rencana itu.
Masing-masing desa/kelurahan diarahkan untuk menyiapkan lahan demplot seluas 10 are. Dinas Pertanian akan membantu untuk pembibitan serta pupuk organik dan organik. “Pengelolanya nanti kita akan sasar Kelompok Wanita Tani (KWT) yang ada di desa/kelurahan. Jadi mereka akan mulai dari awal pembibitan, penanaman hingga panen. Harapannya produksi cabai di desa ini minimal bisa memenuhi kebutuhan di desa sendiri, kalau memang hasilnya berlebih, bisa dikerjasamakan dengan BUMDes atau perumda untuk dijual,” jelas Sumiarta.
Data Dinas Pertanian Buleleng sebenarnya produksi cabai rawit di Buleleng setiap tahunnya surplus banyak. Kebutuhan cabai di Buleleng hanya 1.125 kilogram per kapita per orang atau 12,35 ton per tahun. Sedangkan produksi cabai rawit setahun mencapai 114 ton lebih dari luas tanam 1.390 hektare. Sehingga produksi mengalami surplus 102 ton lebih.
Kenapa harga cabai rawit meroket di tengah ketersediaan yang melimpah, Sumiarta menganalisa, sejumlah petani cabai di Buleleng sejauh ini memasok hasil panennya ke Pulau Jawa. Karena harga cabai di Jawa lebih menjanjikan. Persoalan itu pun sudah terpetakan pada Juli lalu. TPID Buleleng sudah menjalin kerja sama antardaerah di Bali untuk mengintegrasikan serapan produk pertanian, difasilitasi Perumda. Selain itu, intervensi pasar saat harga bahan pokok mulai mengalami kenaikan yang signifikan. *k23
Hal itu disampaikan Sekda Buleleng Gede Suyasa, usai rapat melalui zoom meeting dengan agenda arahan presiden terkait Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), Selasa (23/8) kemarin, di ruang rapat Lobby Kantor Bupati Buleleng. Menurutnya, lonjakan inflasi di Buleleng terjadi pada Juni 2022 sebesar 2,2 persen. Inflasi saat itu dipicu karena adanya Hari Raya Galungan dan Kuningan, kenaikan tarif dasar listrik, dan kenaikan air PDAM. Dari sejumlah pemicu, harga cabai rawit dan canang sari dari kebutuhan primer melonjak sangat signifikan.
“Kondisi tersebut membuat pemerintah melakukan intervensi pasar pada Bulan Juli lalu, dua perusahaan daerah kita PD Swatantra dan Perumda Pasar memasok kebutuhan pokok untuk menstabilkan harga, dan hasilnya inflasi di Bulan Juli sudah turun 0,48. Hanya saja masih tetap harus diturunkan karena secara kumulatif Buleleng masih berada di angka 5,3 persen di atas nasional,” ucap Suyasa yang juga Ketua TPID Buleleng ini.
Dia berharap pada bulan-bulan selanjutnya, Buleleng bisa deflasi dan terus menekan inflasi. Salah satunya dengan program menanam cabai secara masif. Selain menyasar seluruh desa, Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) wajib menanam cabai di halaman kantor dan juga rumah masing-masing.
“Kalau masing-masing pimpinan SKPD cukup 5 pohon saja di rumah masing-masing kalau tidak punya halaman bisa pakai polybag. Sedangkan kalau program yang menyasar desa/kelurahan nanti akan disiapkan Dinas Pertanian,” kata birokrat asal Desa/Kecamatan Tejakula Buleleng ini.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta menambahkan, rencana penanaman cabai rawit di desa/kelurahan sedang dicarikan pos anggaran di APBD Perubahan. Setidaknya Dinas Pertanian memerlukan anggaran Rp 200 juta untuk merealisasikan rencana itu.
Masing-masing desa/kelurahan diarahkan untuk menyiapkan lahan demplot seluas 10 are. Dinas Pertanian akan membantu untuk pembibitan serta pupuk organik dan organik. “Pengelolanya nanti kita akan sasar Kelompok Wanita Tani (KWT) yang ada di desa/kelurahan. Jadi mereka akan mulai dari awal pembibitan, penanaman hingga panen. Harapannya produksi cabai di desa ini minimal bisa memenuhi kebutuhan di desa sendiri, kalau memang hasilnya berlebih, bisa dikerjasamakan dengan BUMDes atau perumda untuk dijual,” jelas Sumiarta.
Data Dinas Pertanian Buleleng sebenarnya produksi cabai rawit di Buleleng setiap tahunnya surplus banyak. Kebutuhan cabai di Buleleng hanya 1.125 kilogram per kapita per orang atau 12,35 ton per tahun. Sedangkan produksi cabai rawit setahun mencapai 114 ton lebih dari luas tanam 1.390 hektare. Sehingga produksi mengalami surplus 102 ton lebih.
Kenapa harga cabai rawit meroket di tengah ketersediaan yang melimpah, Sumiarta menganalisa, sejumlah petani cabai di Buleleng sejauh ini memasok hasil panennya ke Pulau Jawa. Karena harga cabai di Jawa lebih menjanjikan. Persoalan itu pun sudah terpetakan pada Juli lalu. TPID Buleleng sudah menjalin kerja sama antardaerah di Bali untuk mengintegrasikan serapan produk pertanian, difasilitasi Perumda. Selain itu, intervensi pasar saat harga bahan pokok mulai mengalami kenaikan yang signifikan. *k23
Komentar