Tumpek Uye, Penyu di Serangan Diupacarai
DENPASAR, NusaBali
Pengelola Pusat Konservasi dan Pendidikan Penyu (Turtle Conservation and Education Center/TCEC) merayakan Rahina Tumpek Uye atau Tumpek Kandang pada Saniscara Kliwon Uye, Sabtu (27/8) sore, bertempat di lokasi TCEC, kawasan Pulau Serangan, Denpasar Selatan.
Upacara Tumpek Uye di TCEC dipuput Jero Mangku I Nyoman Sugita, 77, asal Desa Adat Serangan. Jero Mangku Sugita dibantu dua orang serati (juru banten) mempersiapkan upacara yang cukup sederhana menggunakan banten peras pengambean. Satu ekor penyu tampak dikenakan kain berwarna putih dan kuning dan diletakkan di antara banten.
Staf TCEC Serangan, I Wayan Sudarma, menuturkan Tumpek Uye bermakna sebagai bentuk penghormatan kepada satwa sebagai bagian dari alam kehidupan. "Kita menghargai kehidupan, agar semuanya seimbang," ujarnya.
Ia menambahkan, sebagai satwa langka populasi penyu diharapkan terus bertambah jumlahnya dan masyarakat mendapat kesadaran akan peran penting penyu dalam ekosistem laut. Sebagai pusat konservasi, TCEC saat ini merawat sekitar 25 ekor penyu.
Sudarma mengatakan sejumlah penyu yang berada di TCEC saat ini merupakan penyu hasil sitaan pihak berwajib dari para penyelundup ataupun penangkap penyu tidak berizin. Mereka dirawat hingga nanti dinyatakan layak untuk dilepas ke habitat aslinya di laut.
Ada tiga jenis penyu yang ada di TCEC terdiri dari tiga jenis yakni penyu hijau (Chelonia midas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea). Namun yang paling banyak adalah jenis penyu lekang.
Tidak hanya penyu hasil sitaan, TCEC juga memelihara penyu yang disiapkan bagi masyarakat untuk keperluan upacara. Namun karena penyu merupakan hewan dilindungi, maka masyarakat perlu membawa surat rekomendasi dari PHDI dan BKSDA karena tidak semua upacara mendapatkan izin memakai penyu. "Nggak mungkin upacara nikahan perlu penyu. Itu izinnya dari PHDI dulu baru ke BKSDA," ungkap Sudarma pria asli Pulau Serangan.
Selain penyu dewasa seperti disebutkan di atas, ada pula anakan penyu yang disebut tukik. Jumlahnya ratusan, merupakan hasil penetasan telur yang diselamatkan pihak TCEC. Personel TCEC secara rutin melakukan rescue (penyelamatan) telur-telur yang ditetaskan di perairan serangan dan sekitarnya yang memang dikenal sebagai lokasi penyu bertelur.
Dikatakan penyu biasanya menetas sekitar bulan Februari hingga Juli. Sementara dengan waktu pengeraman sekitar dua bulan, TCEC biasanya melakukan pelepasliaran tukik pada bulan Mei hingga September. Anakan penyu ini memang harus sesegera mungkin dilepasliarkan karena mereka masih cukup banyak memiliki cadangan makanan untuk energi berenang ke tengah laut.
Sementara itu Jero Mangku I Nyoman Sugita menuturkan upacara Tumpek Uye ini bertujuan agar seluruh binatang sebagai bagian dari alam kehidupan mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Penyu, ujar Jero Mangku Sugita, merupakan salah satu hewan suci yang memiliki banyak kebaikan untuk manusia. "Bagi yang memiliki keluhan, air penyu bisa dipakai untuk malukat," ujar Jero Mangku Sugita. *cr78
Komentar