Mendagri Utamakan Penjabat Kepala Daerah dari Sipil
Jadi Sorotan Saat Raker Komisi II DPR RI
JAKARTA, NusaBali
Pemilihan Penjabat (Pj) kepala daerah dari kalangan TNI/Polri menjadi salah satu sorotan dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR RI dengan Mendagri, KPU RI, Bawaslu RI dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Rabu (31/8) siang.
Mendagri Tito Karnavian menegaskan, pemilihan Pj dari TNI/Polri tidak melanggar Undang-undang (UU). Mendagri Tito akan mengutamakan Pj dari kalangan sipil.
Salah satu pemilihan Pj yang menjadi sorotan adalah, Pj Bupati di Seram Barat, Provinsi Maluku. "Pemilihan Pj Bupati di Seram Barat tidak melanggar Undang-undang. Kami memahami filosofi reformasi. Ke depan, kami lebih utamakan sipil atau TNI/Polri yang sudah mengundurkan diri atau berhenti," ucap Tito saat Raker yang digelar secara virtual dan fisik tersebut.
Tito menjelaskan, dalam aturan tidak ada yang melarang anggota TNI/Polri aktif menjadi Pj. Aturan hanya menyebutkan kriteria. Pejabat pimpinan tinggi madya untuk Pj Gubernur. Sedangkan pejabat pimpinan pratama untuk Pj Bupati/Walikota berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Memang, lanjut Tito, dalam UU 34 Tahun 2004 Pasal 47 ayat 1 disebutkan untuk menjadi ASN, TNI/Polri harus mengundurkan diri atau berhenti. Namun di ayat berikutnya, disebutkan dikecualikan untuk 10 rumpun jabatan. Antara lain, di kementerian yang membidangi pertahanan negara.
Kemudian di Kementerian Politik, Hukum dan Keamanam (Polhukam), Badan Sandi Negara, Badan Narkotika Nasional dan Lemhanas. "Jadi, ada 10 rumpun jabatan yang bisa ditempati anggota TNI/Polri tanpa memgundurkan diri atau berhenti," terang mantan Kapolri ini.
Diketahui Pj Bupati Seram Barat berasal dari kalangan TNI aktif. Tito mengatakan, pertimbangan pemilihan Pj Bupati Seram Barat karena situasi. Lantaran di sana berpotensi konflik terkait masalah batas wilayah desa. Untuk itu, dibutuhkan figur yang memiliki latar belakang dalam mengatasi konflik.
"Dalam rapat Tim Penilaian Akhir (TPA) yang bisa menyelesaikan itu adalah sosok yang punya latar belakang intelijen. Oleh karenanya, dipilih Kabinda Sulawesi Tengah (Sulteng) yang berpangkat Brigjen TNI. Dia berpengalaman menangani konflik di Sulteng," kata Tito.
Tito memaparkan, dalam memilih Pj ada mekanisme. DPRD dapat mengajukan tiga calon Pj kepada Kemendagri. Begitupula dengan gubernur dapat mengusulkan tiga nama. Lalu Kemendagri juga menampung tiga nama dari lembaga/kementerian lainnya.
Dari sembilan nama yang masuk itu, dibahas dalam rapat Pra TPA yang berisikan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB), Kementerian Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, BIN, PPATK dan Polri.
Dari sembilan nama dikrucutkan menjadi tiga nama untuk dibawa ke rapat TPA yang dipimpin presiden. Dari tiga nama itu dipilih satu orang untuk menjadi Pj. Bagi Tito, mekanisme tersebut sudah demokratis, transparan dan tidak otoriter. Apalagi Pj kepala daerah, harus memberikan laporan pertanggungjawaban setiap tiga bulan.
Untuk Pj Gubernur kepada presiden melalui mendagri. Sementara Pj Bupati/Walikota kepada mendagri melalui gubernur. Pj kepala daerah dalam menjalankan tugasnya tidak boleh melakukan mutasi. Lalu tidak boleh melaksanakan perjanjian berbeda dengan pejabat sebelumnya dan tidak boleh mengambil kebijakan strategis. *k22
Salah satu pemilihan Pj yang menjadi sorotan adalah, Pj Bupati di Seram Barat, Provinsi Maluku. "Pemilihan Pj Bupati di Seram Barat tidak melanggar Undang-undang. Kami memahami filosofi reformasi. Ke depan, kami lebih utamakan sipil atau TNI/Polri yang sudah mengundurkan diri atau berhenti," ucap Tito saat Raker yang digelar secara virtual dan fisik tersebut.
Tito menjelaskan, dalam aturan tidak ada yang melarang anggota TNI/Polri aktif menjadi Pj. Aturan hanya menyebutkan kriteria. Pejabat pimpinan tinggi madya untuk Pj Gubernur. Sedangkan pejabat pimpinan pratama untuk Pj Bupati/Walikota berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Memang, lanjut Tito, dalam UU 34 Tahun 2004 Pasal 47 ayat 1 disebutkan untuk menjadi ASN, TNI/Polri harus mengundurkan diri atau berhenti. Namun di ayat berikutnya, disebutkan dikecualikan untuk 10 rumpun jabatan. Antara lain, di kementerian yang membidangi pertahanan negara.
Kemudian di Kementerian Politik, Hukum dan Keamanam (Polhukam), Badan Sandi Negara, Badan Narkotika Nasional dan Lemhanas. "Jadi, ada 10 rumpun jabatan yang bisa ditempati anggota TNI/Polri tanpa memgundurkan diri atau berhenti," terang mantan Kapolri ini.
Diketahui Pj Bupati Seram Barat berasal dari kalangan TNI aktif. Tito mengatakan, pertimbangan pemilihan Pj Bupati Seram Barat karena situasi. Lantaran di sana berpotensi konflik terkait masalah batas wilayah desa. Untuk itu, dibutuhkan figur yang memiliki latar belakang dalam mengatasi konflik.
"Dalam rapat Tim Penilaian Akhir (TPA) yang bisa menyelesaikan itu adalah sosok yang punya latar belakang intelijen. Oleh karenanya, dipilih Kabinda Sulawesi Tengah (Sulteng) yang berpangkat Brigjen TNI. Dia berpengalaman menangani konflik di Sulteng," kata Tito.
Tito memaparkan, dalam memilih Pj ada mekanisme. DPRD dapat mengajukan tiga calon Pj kepada Kemendagri. Begitupula dengan gubernur dapat mengusulkan tiga nama. Lalu Kemendagri juga menampung tiga nama dari lembaga/kementerian lainnya.
Dari sembilan nama yang masuk itu, dibahas dalam rapat Pra TPA yang berisikan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB), Kementerian Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, BIN, PPATK dan Polri.
Dari sembilan nama dikrucutkan menjadi tiga nama untuk dibawa ke rapat TPA yang dipimpin presiden. Dari tiga nama itu dipilih satu orang untuk menjadi Pj. Bagi Tito, mekanisme tersebut sudah demokratis, transparan dan tidak otoriter. Apalagi Pj kepala daerah, harus memberikan laporan pertanggungjawaban setiap tiga bulan.
Untuk Pj Gubernur kepada presiden melalui mendagri. Sementara Pj Bupati/Walikota kepada mendagri melalui gubernur. Pj kepala daerah dalam menjalankan tugasnya tidak boleh melakukan mutasi. Lalu tidak boleh melaksanakan perjanjian berbeda dengan pejabat sebelumnya dan tidak boleh mengambil kebijakan strategis. *k22
Komentar