nusabali

Dis-Print Kultur: Kenalkan Teknik ‘Manual’ lewat Karya Cukil

  • www.nusabali.com-dis-print-kultur-kenalkan-teknik-manual-lewat-karya-cukil

DENPASAR, NusaBali.com –Dis-Print Kultur mengenalkan seni cetak manual dalam seni grafis dengan melangsungkan kegiatan Open Studio untuk membuat karya cukil bersama khalayak umum.

Setelah sukses melangsungkan kegiatan Open Studio di wilayah Renon dan Kuta, komunitas yang baru dibentuk 2021 ini kembali mengadakan kegiatan serupa di Haluan Coffee & Space di Jalan Nangka Selatan No.58 Denpasar, Selasa (6/9/2022) malam.

Kegiatan Open Studio ini dilaksanakan secara rutin setiap bulannya dan dibuat dengan konsep berkeliling, berpindah-pindah tempat untuk menyediakan pengalaman membuat seni cetak cukil.

“Jadi kegiatan Open Studio ini memang kami rancang berpindah-pindah supaya dapat memperbesar potensi ruang temu bagi khalayak umum yang tertarik dengan seni cetak dan penggunaannya untuk gerakan sosial dan lingkungan,” ujar Gilang Propagila, salah satu anggota komunitas Dis-Print Kultur.

Teknik yang coba diperkenalkan ke belasan peserta yang hadir dalam Open Studio ini adalah linocut atau cukil. Teknik ini menggunakan selembar karet lino berwarna hitam berukuran 90 x 110 cm, sebagai alas bagi guratan imajinatif para peserta.

“Ini kali pertama kami menggunakan media yang cukup besar ini. Jadi ini juga bisa memberikan ruang bagi pemula yang ingin belajar seni cukil sebelum mereka menggunakan media yang lebih kecil nantinya,” jelas Gilang.

Dalam kesempatan ini, Dis-Print Kultur memberikan sisi unik dalam setiap goresan gambar yang akan dibuat. Satu media besar itu akan diisi soal isu sosial dan lingkungan hidup.

“Seni kan sangat bagus sekali jika dipakai tidak hanya digunakan untuk estetika seni saja tetapi seni juga punya potensi untuk mengedukasi dan untuk menyuarakan sesuatu. Akhirnya di grup ini kami ingin mengeksplorasi seni cetak untuk kegiatan sosial dan lingkungan hidup khususnya menyuarakan isu-isu yang perlu disuarakan,” ucap Gilang.

Judul dari seni cukil yang sudah digarap sejak bulan Mei silam pun cukup istimewa. Bertajuk 

‘Hentikan Proyek-Proyek Infrastruktur Perusak Alam yang Dikebut Selama Pandemi’ dibuat tentunya bukan tanpa alasan. 

“Di tengah pembatasan sosial saat pandemi dan pembatasan mobilisasi manusia tetapi kok kami masih melihat proyek-proyek infrastruktur yang berpotensi merusak alam tetap saja kenceng,” jelas Gilang.

Lebih lanjut Gilang berharap lewat karya seni cukil ini dirinya dan rekan-rekan lainnya dapat berbagi keresahan yang ada melalui sebuah karya seni.

Nanti karya seni cukil ini, kata Gilang, setelah ikon rampung dibentuk, para peserta akan diajarkan cara mencukil lino menggunakan pisau cukil yang ujungnya berbentuk setengah lingkaran.

Para peserta pun tampak antusias menyelesaikan misi mencukil setiap guratan garis lurus dan lengkung yang membentuk karya mereka. 

“Setelah ini rampung semua langkah selanjutnya kami akan mewarnai gambar dengan melumuri lembaran lino menggunakan tinta cetak berwarna hitam legam. Proses pewarnaan itu menggunakan rol berbahan dasar karet,” papar Gilang.

Rencananya seni cukil berukuran besar ini akan segera rampung sebelum bulan November atau dengan target sebelum tahun 2022 berakhir. Lalu setelah semua rampung akan dicetak melalui media kanvas berupa baliho atau media besar lainnya. 

Meskipun masih terdapat beberapa teknik seni grafis lainnya dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Namun setidaknya melalui lokakarya oleh komunitas Dis-Print Kultur dapat mengikis sedikit demi sedikit jarak yang selama ini membuat mereka asing dengan keberadaan dari seni grafis di Bali.

“Seni cukil ini sekarang jarang orang yang tahu, padahal seni cukil ini dapat dijadikan alat seperti pergerakan dan seni juga. Dan seni ini bisa dilakukan oleh semua orang tanpa memandang gender,” ujar Ni Luh Kadek Puspita Sari, salah satu peserta yang mengikuti kegiatan ini.

Sependapat dengan hal tersebut, Romidiky Damara, 27, mengungkapkan tertarik dengan seni cukil berawal dari melihat-lihat saja.

“Setelah saya lihat saja, saya diajak untuk ikut mencoba. Akhirnya saat pertama kali saya mencoba cukil ini saya rasa ini sangat menyenangkan. Jadi kalau ada acara ini lagi saya pasti akan ikut,” tandas Romidiky.

Selain melaksanakan kegiatan membuat karya cukil, Dis-Print Kultur juga menyediakan beberapa bacaan berupa buku atau zine terkait seni cetak yang bisa dibaca selama kegiatan ini berlangsung.

“Jadi jika teman-teman peserta belum yakin untuk ikut nyukil, mereka bisa datang untuk baca-baca buku sebagai media untuk pertukaran informasi dan ilmu pengetahuan,” pungkas Gilang *ris



Komentar