ASITA: Kenaikan Harga BBM Hambat Pariwisata
JAKARTA, NusaBali
Harga bahan bakar minyak (BBM) yang naik per hari Sabtu (3/9) dan tarif tiket pesawat yang masih belum turun secara signifikan bisa menghambat pariwisata.
Wakil Ketua Umum Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Budijanto Ardiansjah menyampaikan, besar kemungkinan terjadi perlambatan dalam industri perjalanan.
"Ini memang (berpengaruh) buat pariwisata, tidak hanya pariwisata tapi semuanya, karena transportasi pasti mengalami peningkatan. Terjadi peningkatan, maka memang pasti terjadi stagnasi," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/9).
Menurut Budijanto, kalangan masyarakat menengah ke bawah yang tidak menganggap pariwisata sebagai prioritas utama, diprediksi akan menunda perjalanan mereka.
"Masyarakat yang tidak menjadikan wisata suatu hal yang benar-benar penting, pasti mereka akan pending. Jadi prediksi saya tiga bulan ini sampai akhir tahun akan agak turun perjalanan domestik," sambungnya.
Kendati demikian, katanya, ada kemungkinan tren perjalanan kembali naik saat akhir tahun. Tepatnya ketika masyarakat sudah mulai menyesuaikan diri, bertepatan juga dengan musim liburan atau peak season.
Budijanto mengatakan, ada salah satu solusi yang mungkin bisa dilakukan oleh pemerintah, yaitu memberikan subsidi ke pariwisata.
"Nah, ini sebenarnya yang bisa dilakukan pemerintah adalah memberikan subsidi di bidang lain, misalnya kemarin ini ada BLT (bantuan langsung tunai), untuk menjangkau kalangan bawah, yang ekonominya menurun akibat kenaikan BBM," ujar dia.
Soal pariwisata, Budijanto menyarankan agar pemerintah bisa memberikan subsidi berupa paket bundling.
"Terkait pariwisata, pemerintah bisa juga memberikan subsidi dalam bentuk bundling paket. Dulu kan pernah mau dilakukan ya, jadi tiap paket itu disubsidi 20 persen atau Rp 1 juta, maksimal Rp 5 juta, nah itu bisa kembali dilakukan," katanya.
Solusi ini menurutnya bisa menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan memberi subsidi langsung kepada maskapai atau hotel. Selain itu, subsidi bisa dilakukan bukan kepada maskapainya, tetapi terhadap faktor-faktor yang menjadi beban maskapai tersebut. Budijanto mencontohkan biaya airport tax.
Berkaitan dengan pameran perjalanan wisata (travel fair) yang belakangan ini mulai kembali ramai digelar, ia menyarankan para pelaku dan pengelola travel (perjalanan) untuk bisa mengutamakan destinasi domestik.
"Travel fair yang ada sekarang ini jangan sampai kita belanja ke luar negeri. Sekarang banyak tiket luar negeri, akhirnya pengeluaran devisa lagi untuk luar. Justru perjalanan dalam negeri ini yang harus dibantu," ujarnya.
Menurutnya, hal tersebut bisa menjadi upaya saling menguatkan dan saling membantu pariwisata domestik. Di samping itu, sehubungan dengan kenaikan BBM dan harga transportasi, ia berharap agar pemerintah bisa bersama kelompok lainnya seperti asosiasi, mencari cara untuk subsidi dengan cara yang elegan. *
"Ini memang (berpengaruh) buat pariwisata, tidak hanya pariwisata tapi semuanya, karena transportasi pasti mengalami peningkatan. Terjadi peningkatan, maka memang pasti terjadi stagnasi," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/9).
Menurut Budijanto, kalangan masyarakat menengah ke bawah yang tidak menganggap pariwisata sebagai prioritas utama, diprediksi akan menunda perjalanan mereka.
"Masyarakat yang tidak menjadikan wisata suatu hal yang benar-benar penting, pasti mereka akan pending. Jadi prediksi saya tiga bulan ini sampai akhir tahun akan agak turun perjalanan domestik," sambungnya.
Kendati demikian, katanya, ada kemungkinan tren perjalanan kembali naik saat akhir tahun. Tepatnya ketika masyarakat sudah mulai menyesuaikan diri, bertepatan juga dengan musim liburan atau peak season.
Budijanto mengatakan, ada salah satu solusi yang mungkin bisa dilakukan oleh pemerintah, yaitu memberikan subsidi ke pariwisata.
"Nah, ini sebenarnya yang bisa dilakukan pemerintah adalah memberikan subsidi di bidang lain, misalnya kemarin ini ada BLT (bantuan langsung tunai), untuk menjangkau kalangan bawah, yang ekonominya menurun akibat kenaikan BBM," ujar dia.
Soal pariwisata, Budijanto menyarankan agar pemerintah bisa memberikan subsidi berupa paket bundling.
"Terkait pariwisata, pemerintah bisa juga memberikan subsidi dalam bentuk bundling paket. Dulu kan pernah mau dilakukan ya, jadi tiap paket itu disubsidi 20 persen atau Rp 1 juta, maksimal Rp 5 juta, nah itu bisa kembali dilakukan," katanya.
Solusi ini menurutnya bisa menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan memberi subsidi langsung kepada maskapai atau hotel. Selain itu, subsidi bisa dilakukan bukan kepada maskapainya, tetapi terhadap faktor-faktor yang menjadi beban maskapai tersebut. Budijanto mencontohkan biaya airport tax.
Berkaitan dengan pameran perjalanan wisata (travel fair) yang belakangan ini mulai kembali ramai digelar, ia menyarankan para pelaku dan pengelola travel (perjalanan) untuk bisa mengutamakan destinasi domestik.
"Travel fair yang ada sekarang ini jangan sampai kita belanja ke luar negeri. Sekarang banyak tiket luar negeri, akhirnya pengeluaran devisa lagi untuk luar. Justru perjalanan dalam negeri ini yang harus dibantu," ujarnya.
Menurutnya, hal tersebut bisa menjadi upaya saling menguatkan dan saling membantu pariwisata domestik. Di samping itu, sehubungan dengan kenaikan BBM dan harga transportasi, ia berharap agar pemerintah bisa bersama kelompok lainnya seperti asosiasi, mencari cara untuk subsidi dengan cara yang elegan. *
1
Komentar