Ombudsman Ungkap Keluhan Pelayanan Publik di Bali yang Masih Sering Molor
DENPASAR, NusaBali.com – Pelayanan publik di Bali masih sering molor lantaran ada penundaan berlarut terhadap pengurusan keperluan tertentu di lembaga pemerintahan. Ironisnya, hal ini terjadi di saat digitalisasi pelayanan publik tengah digembar-gemborkan.
Dari publikasi data aduan masyarakat terhadap maladministrasi lembaga pemerintahan kepada Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Provinsi Bali dari tahun 2012-2022, sebanyak 26,5 persen aduan mengeluhkan adanya penundaan berlarut terhadap pemrosesan dokumen maupun permintaan tertentu dari masyarakat.
Keluhan terhadap penundaan berlarut ini diikuti oleh nihil pelayanan terhadap masyarakat yang memohon pelayanan publik sejumlah 25,3 persen dan penyimpangan prosedur setara 20,8 persen.
Data ini dibagikan Pimpinan ORI Jemsly Hutabarat kepada awak media dalam acara Coffee Morning bersama Kepala Perwakilan ORI Provinsi Bali periode 2022-2026, Ni Nyoman Sri Widhiyanti, yang juga dihadiri Kepala ORI Bali periode 2012-2022, Umar Ibnu Alkhatab.
“Saya tidak tahu, di Bali ini penyelesaian pelayanan publiknya lebih lambat,” ujar Jemsly saat coffee morning di Kantor ORI Perwakilan Provinsi Bali, Jalan Melati nomor 14 Denpasar, Jumat (16/9/2022).
Menurut Sri Widhiyanti selaku Kepala Perwakilan ORI Provinsi Bali, suatu penyelesaian pelayanan publik dapat dikatakan penundaan berlarut apabila terjadi keterlambatan pelayanan dari standar waktu pelayanan yang sudah ditentukan.
Katakanlah masyarakat ingin mengurus KTP yang dikatakan selesai dalam dua hari, namun pada kenyataannya hingga seminggu bahkan sebulan belum dapat diselesaikan oleh pelayan publik tersebut.
“Misalnya lagi laporan kepada kepolisian, laporan itu sudah dimasukkan pada tahun 2021 dan sampai tahun 2022 ini belum ada tindak lanjutnya. Nah, itu termasuk penundaan berlarut,” jelas Sri Widhiyanti.
Ironi penundaan berlarut di tengah gembar-gembor digitalisasi pelayanan publik ini, lanjut Sri Widhiyanti, dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk sumber daya manusianya yang belum siap dengan penggunaan teknologi.
Selain itu, rendahnya tingkat kompetensi pelayan publik, keterbatasan tenaga pelayan publik, hingga tingkat kerumitan dari pelayanan publik yang diminta masyarakat.
Dari faktor-faktor penyebab penundaan berlarut tersebut, menariknya, tingkat kompetensi pelayan publik juga cukup mendominasi aduan masyarakat. Terbukti, pada urutan keempat setelah aduan penundaan berlarut, tidak memberikan pelayanan, dan penyimpangan prosedur; aduan tentang pelayan publik yang tidak kompeten mencapai 11,3 persen.
Sementara itu, di urutan kelima terdapat sejumlah aduan bahwa ada pelayanan publik yang meminta imbalan uang, barang, dan jasa di Bali. Meskipun Jemsly Hutabarat selaku Pimpinan ORI mengatakan jenis aduan tersebut bernilai satu digit, nyatanya jenis aduan gratifikasi ini menempati urutan tertinggi di antara jenis aduan dengan persentase satu digit lainnya. *rat
Komentar