Pembudidaya Madu Kela-Kela Terhambat Permodalan dan Penurun Kadar Air
DENPASAR, NusaBali.com – Madu Kela-Kela belakangan ini sedang naik daun, lantaran digemari oleh masyarakat. Peluang pembudidaya pun semakin besar seandainya bisa memiliki modal untuk menambah koloni, dan alat penurun kadar air yang membuat masa penyimpanan madu bisa lebih lama.
Jika mampu mengatasi kedua pokok permasalahan tersebut, maka dapat dipastikan kesejahteraan kelompok budidaya madu kela-kela akan meningkat. Begitu juga mutu madu mampu dinaikkan untuk memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) Madu yang ditetapkan Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Pendapat ini disampaikan oleh akademisi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa, Dr Ir I Gede Pasek Mangku MP setelah melakukan penelitian terhadap kelompok budidaya madu kela-kela Sarining Trigona Pertiwi di Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung.
Penelitian tersebut merupakan hasil joint research antara Universitas Warmadewa dengan dua peneliti Central Bicol State University of Agriculture (CBSUA) Filipina pada tahun 2021-2022 yakni Hanilyn Hidalgo dan Amelia Reforba Nicolas.
“Dari hasil seleksi beberapa kelompok budidaya lebah madu kela-kela di Bali, satu kelompok yang ada di Bongkasa Pertiwi inilah yang memenuhi kriteria dan menjanjikan untuk dikembangkan,” ungkap Pasek ketika ditemui, Senin (19/9/2022) siang.
Kata Pasek, penelitian tersebut bukan hanya mengenai budidaya madunya, melainkan tentang pengembangan ekowisata berbasis budidaya madu kela-kela.
Oleh karena itu, dengan keberadaan Desa Bongkasa Pertiwi yang merupakan salah satu dari 17 desa wisata di Kabupaten Badung, dukungan lebih lanjut terhadap kelompok Sarining Trigona Pertiwi ini perlu dilakukan pada aspek budidaya dan mutu produk.
Hal tersebut dirasa perlu oleh Pasek lantaran wisatawan apalagi wisatawan mancanegara perlu diberikan kesan yang baik mengenai kualitas budidaya dan produk hasil dari kelompok budidaya yang berhadapan langsung dengan mata internasional.
“Dan memang sayangnya, belum memenuhi kriteria SNI untuk madu. Namun bukan berarti tidak bisa dikonsumsi,” cetus Pasek.
Dari hasil uji laboratorium madu produksi kelompok Sarining Trigona Pertiwi, kata Pasek, masih mengandung air di atas nilai maksimal standar mutu nasional yakni di atas 30 persen. Sedangkan secara SNI maksimal di angka 27,5 persen. Kandungan air yang tinggi tersebut menyebabkan madu kela-kela dapat cepat rusak selama proses penyimpanan.
“Dari hasil penelitian tersebut ditemukan cara untuk menurunkan kadar air menjadi di bawah 22 persen. Nah, sekarang bagaimana kita mensosialisasikan kepada kelompok soal teknologi ini, sehingga bermanfaat untuk meningkatkan umur penyimpanan dan kualitas madu,” jelas akademisi asal Singaraja ini.
Sayangnya alat penurun kadar air yang disebut vacuum evaporator tersebut dibanderol seharga Rp 250 juta dengan kapasitas sangat terbatas untuk sekali kerja penurunan kadar air yakni 500 mililiter.
Di sisi lain, satu koloni kela-kela jenis Trigona imata bisa menghasilkan 450 mililiter sedangkan kelompok tersebut memiliki 22 anggota dengan puluhan koloni yang dimiliki setiap anggota.
“Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari solusi di mana ada alat yang fungsinya sama, lebih murah, dan mampu memroses madu lebih banyak,” kata Pasek.
Terlepas dari kandungan airnya yang masih tinggi, hasil uji laboratorium dari madu kela-kela produksi kelompok Sarining Trigona Pertiwi tersebut sudah mengandung mineral, vitamin, enzim, fruktosa, glukosa, serta fenol.
Menurut Pasek, di antara senyawa tersebut, adalah fenol yang paling berkesan bagi kesehatan lantaran bersifat antioksidan sehingga mampu mencegah kanker. Selain itu, senyawa fenol tersebut juga mampu berfungsi sebagai antiseptik dan antimikroba.
“Kandungan fenol ini lebih banyak ditemukan pada kela-kela lokal Bali yakni Tetragonula laeviceps,” ungkap akademisi sekaligus peneliti ini.
Melihat kondisi yang dihadapi Sarining Trigona Pertiwi sebagai salah satu kelompok budidaya madu kela-kela rakyat dan prospek pengembangannya ke depan, Pasek berharap di tahun 2023 nanti akan ada sumbangsih lebih banyak baik dari perguruan tinggi maupun pemerintah untuk semakin memberdayakan kelompok budidaya madu kela-kela tersebut melalui dukungan dana, pendampingan maupun bentuk pemberdayaan lainnya. *rat
Komentar