Awalnya Hanya di Warung, Kini Ada di Seluruh Bali
Ni Wayan Sarimi, Pembuat Kerupuk Kulit Tuna
DENPASAR,NusaBali
Ni Wayan Sarimi, salah seorang pelaku UMKM/UKM yang gigih dan pageh (tekun).
Walau usahanya sempat terdampak pandemi Covid-19, namun Sarimi tak menyerah. Dia tetap bertekad mempertahankan usahanya, yakni membuat kerupuk kulit tuna.
Kini setelah pandemi mereda, usaha dia kembali menggeliat. Pemasarannya kembali seperti sebelum pandemi, bahkan sudah meluas ke seluruh daerah di Bali. Antara lain Selat (Karangasem), Singaraja, Nusa Dua- Badung, Klungkung, Ubud-Gianyar, Negara -Jembrana. Rata- rata oleh reseller.
Sarimi mengawali usaha kerupuk kulit tuna tahun 2010. Awalnya, dia hanya memproduksi 10 kilogram kulit tuna yang dia goreng dengan bumbu Bali. Kerupuk kulit tuna tersebut dia coba pasarkan di warung sekitar tempat kosnya di kawasan Banjar Pesanggaran, Kelurahan Pedungan Denpasar Selatan.
Hasilnya lumayan. Ternyata banyak yang gemar dengan kerupuk kulit tuna. Tidak saja renyah dan gurih, namun kerupuk kulit tuna buatannya mengandung Omega3 yang sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh.
Karena mendapat respon positif, Sarimi lebih bersemangat. Kerupuk kulit ikan tunanya dia kembangkan. Sampai volume usahanya meningkat, dengan kapasitas olah 300 kilogram per hari.
“Dari satu kompor kecil, jadi 5 kompor yang lebih besar,” cerita Sarimi ditemani I Wayan Susila Putra, suaminya. Dari hanya dikerjakan berdua dengan suami, sekarang dibantu 9 pekerjanya.
Namun bisnisnya tak selalu berjalan mulus. Pandemi Covid-19 yang memuncak pada tahun 2020 berimbas pada usaha Sarimi.
“Nyaris selama 3 bulan tidak dapat jualan,” ucap dia Senin (19/9).
Padahal saat normal, omzetnya sudah mencapai Rp 50 juta per bulan. Namun saat ‘dihajar’ pandemic Covid-19, penghasilannya nyaris nol Rupiah.
Bukan itu saja, produk kerupuk senilai Rp 27,5 juta yang sudah dikirim ke Singaraja tak terjual. Hal itu karena Singaraja dan sekitarnya sempat berstatus ‘merah’ (pandemi Covid-19). Kondisi tersebut menjadikan reseller yang menyetok tidak bisa memasarkan barang. Mungkin karena terlalu dipikirkan yang bersangkutan sampai sakit, sampai dirawat di rumah sakit.
“Karena sudah tengik (basi) saya tarik dan musnahkan,” ucapnya.
Sarimi mengaku sempat sedih. Karena nilai Rp 27,5 juta bagi pelaku UMKM seperti dia tentu jumlah yang tidak sedikit. Kata dia kerupuk tersebut dia kerjakan selama sebulan. “Saya sempat menangis karena sedih,” lanjut wanita yang mengambil tempat usaha di Jalan Diponogoro, Gang Pantus 44, Banjar Ambengan, Pedungan, Denpasar Selatan ini.
Namun dia tak patah semangat. Yakin memang punya potensi pasar. Sarimi dan suaminya tetap bertahan. Apalagi setelah Pemerintah memberikan pelonggaran aktivitas sosial masyarakat seiring meredanya Covid-19. Usaha kerupuk kulit tuna Sarimi kembali menggeliat.
Menurut Sarimi, banyak pekerja pariwisata seperti karyawan hotel, villa dan lainnya yang dirumahkan karena terdampak pandemi, ikut menjadi reseller. Jumlahnya ada 15 orang.
“Dari bantuan teman- teman (reseller) itu rejeki kami bertambah juga,” lanjut Susila Putra. Kini usaha kerupuk kulit tuna dari Sarimi kembali menuju produksi normal seperti sebelum pandemi. “Ya sudah semakin membaik,” kata perempuan kelahiran Toli-Toli, Sulawesi Tengah ini.
Dia pun tidak lupa berterimakasih kepada berbagai pihak yang mensupport, membina dan memfasilitasi. Baik bantuan teknis dan bantuan lainnya. Diantaranya Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa, Denpasar, Pemkot, Pemprov Bali, Tim Penggerak PKK Provinsi Bali dan pihak lainnya.
“Suatu saat kami ingin memiliki cold storage sendiri, sehingga bisa menyimpan bahan baku lebih banyak,” ucap Sarimi. Hal itu karena bahan baku, tidak selalu tersedia setiap saat, mengingat tangkapan tuna itu musiman. Musim dengan bulan berakhir ber (September – Desember sampai dengan Januari) biasanya tuna langka. Otomatis kulit tuna, bahan baku kerupuk tuna juga langka. *K17
Komentar