Sulinggih dan Walaka Baca Geguritan Sejarah Puputan Badung
Rembug Sastra Geguritan Bhuwana Winasa Karya Ida Pedanda Ngurah di Pura Pengastan Belayu, Tabanan
Khusus rembug sastra geguritan Bhuwana Winasa diselenggarakan untuk memperingati hari Puputan Badung, dihadiri 10 sulinggih dari Tabanan, Badung, dan Gianyar.
TABANAN, NusaBali
Geria Gede Belayu, Desa Peken Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan menggelar rembug sastra geguritan Bhuwana Winasa (nyanyian kehancuran dunia) di Pura Pengastan Belayu, Banjar Umadiwang, Desa Batannyuh, Marga, Tabanan pada Anggara Wage Ugu, Selasa (20/9). Rembug sastra serangkaian peringatan ke-116 Puputan Badung ini diwarnai dengan diskusi dan pembacaan geguritan oleh sulinggih dan walaka. Geguritan Bhuwana Winasa kakawian Ida Pedanda Ngurah dikerjakan semasa perang Puputan Badung.
Ketua Panitia Rembug Sastra, Ida Bagus Dalem Setiarsa mengatakan rembug sastra digelar secara rutin setiap hari Minggu di Pura Pengastan Belayu. Rembug sastra dihadiri para sulinggih yang senang sastra. Khusus rembug sastra geguritan Bhuwana Winasa diselenggarakan untuk memperingati hari Puputan Badung. Rembug sastra geguritan Bhuwana Winasa dihadiri 10 sulinggih dari Tabanan, Badung, dan Gianyar.
Sulinggih yang hadir, yakni Ida Pedanda Made Paketan, Ida Pedanda Ketut Gelgel, Ida Pedanda Giri Putra Sandi, Ida Pedanda Gede Tembau Padonan, Ida Pedanda Gede Intaran Keramas, Ida Pedanda Gede Putra Bun, Ida Pedanda Gede Jumpung Putra Keniten, Ida Pedanda Gede Singarsa, dan Ida Pedanda Gede Kuwum.
Pemantik diskusi Ida Bagus Putu Suamba dan narasumber Ida Bagus Sidemen. Menurut penuturan Ida Bagus Sidemen, saat ujian sarjana muda (BA), mengangkat geguritan Bhuwana Winasa.
Geguritan itu didapatkan di Gedong Kirtya Singaraja dalam tulisan latin. Demi lulus ujian BA, Ida Bagus Sidemen berjuang mencari teks asli geguritan ini hingga bertemu Ida Pedanda Pemaron di Geria Munggu, Badung. “Geguritan yang ditulis Ida Pedanda Ngurah belum ada judul, nama Bhuwana Winasa diberikan oleh Gedong Kirtya sesuai penyampaian Ida Pedanda Pemaron,” ungkap Ida Bagus Sidemen.
Sementara Ida Bagus Dalem Setiarsa sebelum memulai acara mengatakan, berdasarkan informasi dari para peneliti, Ida Pedanda Ngurah mengerjakan geguritan ini di Puri Satria saat terjadi perang. Saat itu, Ida Pedanda Ngurah tidak diizinkan ikut berperang namun dapat tugas mencatat peristiwa yang terjadi. Ida Pedanda Ngurah kemudian selama tujuh hari mapuja di merajan dan mengandalkan air tirta untuk sumber energi. Geguritan berisi peristiwa perang Puputan Badung ini pun tercipta.
Selain diskusi tentang karya kawi-wiku Ida Pedanda Ngurah, rembug sastra juga diisi dengan pembacaan geguritan. Sebagai pembuka, geguritan ditembangkan oleh Ida Pedanda Gede Giri dari Geria Kalibalang dengan paneges Ida Pedanda Ketut Gelgel dari Geria Kelodan Belayu. Selanjutnya, duet Ida Ayu Ketut Winderi dengan paneges Ida Pedanda Gede Putra Bun. Geguritan Bhuwana Winasa tergolong panjang dengan Pupuh Pangkur dipakai 5 kali, Pupuh Sinom dipakai 4 kali, Pupuh Pangkur dipakai 3 kali, dan Pupuh Dandang dipakai 1 kali. *k21
Ketua Panitia Rembug Sastra, Ida Bagus Dalem Setiarsa mengatakan rembug sastra digelar secara rutin setiap hari Minggu di Pura Pengastan Belayu. Rembug sastra dihadiri para sulinggih yang senang sastra. Khusus rembug sastra geguritan Bhuwana Winasa diselenggarakan untuk memperingati hari Puputan Badung. Rembug sastra geguritan Bhuwana Winasa dihadiri 10 sulinggih dari Tabanan, Badung, dan Gianyar.
Sulinggih yang hadir, yakni Ida Pedanda Made Paketan, Ida Pedanda Ketut Gelgel, Ida Pedanda Giri Putra Sandi, Ida Pedanda Gede Tembau Padonan, Ida Pedanda Gede Intaran Keramas, Ida Pedanda Gede Putra Bun, Ida Pedanda Gede Jumpung Putra Keniten, Ida Pedanda Gede Singarsa, dan Ida Pedanda Gede Kuwum.
Pemantik diskusi Ida Bagus Putu Suamba dan narasumber Ida Bagus Sidemen. Menurut penuturan Ida Bagus Sidemen, saat ujian sarjana muda (BA), mengangkat geguritan Bhuwana Winasa.
Geguritan itu didapatkan di Gedong Kirtya Singaraja dalam tulisan latin. Demi lulus ujian BA, Ida Bagus Sidemen berjuang mencari teks asli geguritan ini hingga bertemu Ida Pedanda Pemaron di Geria Munggu, Badung. “Geguritan yang ditulis Ida Pedanda Ngurah belum ada judul, nama Bhuwana Winasa diberikan oleh Gedong Kirtya sesuai penyampaian Ida Pedanda Pemaron,” ungkap Ida Bagus Sidemen.
Sementara Ida Bagus Dalem Setiarsa sebelum memulai acara mengatakan, berdasarkan informasi dari para peneliti, Ida Pedanda Ngurah mengerjakan geguritan ini di Puri Satria saat terjadi perang. Saat itu, Ida Pedanda Ngurah tidak diizinkan ikut berperang namun dapat tugas mencatat peristiwa yang terjadi. Ida Pedanda Ngurah kemudian selama tujuh hari mapuja di merajan dan mengandalkan air tirta untuk sumber energi. Geguritan berisi peristiwa perang Puputan Badung ini pun tercipta.
Selain diskusi tentang karya kawi-wiku Ida Pedanda Ngurah, rembug sastra juga diisi dengan pembacaan geguritan. Sebagai pembuka, geguritan ditembangkan oleh Ida Pedanda Gede Giri dari Geria Kalibalang dengan paneges Ida Pedanda Ketut Gelgel dari Geria Kelodan Belayu. Selanjutnya, duet Ida Ayu Ketut Winderi dengan paneges Ida Pedanda Gede Putra Bun. Geguritan Bhuwana Winasa tergolong panjang dengan Pupuh Pangkur dipakai 5 kali, Pupuh Sinom dipakai 4 kali, Pupuh Pangkur dipakai 3 kali, dan Pupuh Dandang dipakai 1 kali. *k21
Komentar