Abrasi di Pantai Tanjung Benoa Kian Parah
Masyarakat Dorong Pemerintah Segera Ditangani
MANGUPURA, NusaBali
Ombak besar yang menerjang pesisir Pantai Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan beberapa tahun belakangan ini mengakibatkan kondisi pantai mengalami abrasi.
Guna memulihkan kondisi pantai, masyarakat mendorong pemerintah untuk segera turun menangani. Salah seorang warga, Komang Toya mengatakan sebelum terkikis ombak, masyarakat sekitar sering memanfaatkan pantai untuk berolahraga, seperti sepak bola pantai. Namun saat ini kondisinya telah berubah. Masih menurut Toya, jika pada saat air pasang, air laut bisa naik sampai ke parkiran kendaraan dan menyebabkan pasir pantai tergerus. Untuk itu dia berharap ada bantuan pemerintah agar membuat lokasi pantai menjadi lebih menarik lagi.
“Kami berharap kondisi ini segera ditangani. Mudah-mudahan pemerintah tergerak untuk menanggulangi dampak abrasi yang membuat kondisi pantai tidak elok dilihat,” harapnya, Kamis (22/9).
Hal senada juga disampaikan Sekretaris Kelompok Nelayan Panca Sari, I Wayan Dartu. Saat ini para nelayan tidak bisa menambatkan jukung di pasir akibat abrasi yang parah. Mirisnya, kondisi abrasi sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir, namun yang paling parah terjadi tahun 2020. Saat itu, pihaknya sudah membuat tanggul, namun tidak bertahan lama. “Kalau dulu untuk tambatkan jukung itu langsung di pasir, namun saat ini sudah tidak bisa lagi. Kami berharap pemerintah bisa segera membantu,” harapnya.
Sementara Kepala Lingkungan Banjar Anyar Tanjung Benoa Wayan Ganti Artana, mengakui gelombang begitu deras hingga mengikis habis kawasan pantai di dekat salah satu tempat usaha water sport. Menurut dia, kalau ini dibiarkan tentu lama-lama akan semakin parah. Pasalnya, abrasi sangat sangat cepat, apalagi lokasi abrasi ini juga berdekatan dengan lokasi Setra Banjar Dharma Yasa. Pihaknya juga sudah melakukan rapat bersama pihak terkait dan sudah disampaikan kalau ada rencana penataan pantai. Namun demikian, pihaknya berharap rencana itu agar segera bisa dilakukan. “Kami khawatir kalau ini tetap dibiarkan, setra juga akan ikut terdampak,” katanya.
Bendesa Adat Tanjung Benoa I Made Wijaya, mengakui abrasi sudah terjadi sejak tahun 2019. Melihat situasi di wilayah pantai timur Tanjung Benoa, pihaknya sebagai pengayah desa telah berkoordinasi berkali-kali. Namun belum ada perkembangan signifikan dalam penataan. Dia berharap kepada institusi terkait agar bisa segera melakukan penyelamatan akibat abrasi ini. “Sekarang sudah berjalan beberapa tahun, abrasi ternyata sangat cepat. Kondisi di lapangan, sejumlah bangunan sudah terkikis, bahkan beberapa warung yang sebelumnya ada, kini sudah mulai hilang,” katanya. *dar
Komentar