Kumpulkan Surplus Makanan Hotel, SOS Indonesia Bantu Komunitas Rentan
Gelar Million Meals Paddle untuk Dukung Biaya Operasional
SOS Indonesia
Million Meals Paddle
Scholars of Sustenance
Scholars of Sustenance Indonesia
Yayasan Derma Atas Pangan
DENPASAR, NusaBali.com – Hampir 48 juta ton makanan di Indonesia terbuang sia-sia setiap tahunnya. Ironisnya, ada 20 juta rakyat negeri ini mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan nutrisi dasar mereka, dan lebih dari 24 juta penduduk mengalami kelaparan parah.
Angka-angka tersebut muncul pada laporan bertajuk Indonesia Legal Guide: Food Donation Law and Policy hasil penelitian kolaborasi Harvard Law School Food Law and Policy Clinic (FLPC) dan Global FoodBanking Network (GFN).
Laporan yang dirilis untuk bulan September 2022 ini menunjukkan bahwa setiap orang di Indonesia telah menyia-nyiakan makanan antara 115-300 kilogram setiap tahunnya.
Dan setidaknya 60 persen dari makanan yang terbuang tersebut dilempar begitu saja ke penimbunan sampah.
Makanan yang terbuang ini berpotensi menghasilkan gas metana akibat penguraian anaerob hasil proses mikroorganisme pengurai dan memperparah pemanasan global.
Dikatakan bahwa bahkan sebonggol selada saja baru bisa terurai sempurna setelah 25 tahun, dan pada periode tersebut akan terus menghasilkan gas metana yang berbahaya bagi lingkungan.
Di sisi lain, Indonesia sendiri belum memiliki rencana maupun strategi untuk memecahkan masalah makanan yang terbuang meskipun sudah terlihat ada langkah-langkah untuk memperkecil potensi kerugian pangan pasca panen.
Oleh karena itu, salah satu rekomendasi yang disarankan oleh laporan tersebut adalah menyelamatkan surplus makanan dari industri perhotelan untuk kemudian didonasikan kepada kaum rentan pangan.
Strategi tersebut sudah jauh-jauh hari dilakukan oleh yayasan nirlaba Scholars of Sustenance (SOS) Indonesia, tepatnya sejak tahun 2016 ketika SOS dibawa oleh pengusaha teknologi perangkat lunak asal Denmark, Bo H Holmgreen, dari kota pendirian pertama, yakni Bangkok, Thailand ke kawasan pusat kegiatan perhotelan Indonesia yaitu Pulau Bali.
Menurut General Manager SOS Indonesia, Minni Vangsgaard, 52, SOS dibangun oleh Bo Holmgreen ketika ia merasa prihatin terhadap perilaku industri perhotelan di Bangkok yang membuang sisa makanan begitu saja. Padahal, jika dialihkan kepada orang-orang yang lebih membutuhkan pasti akan memberikan dampak sosial yang lebih besar.
Foto: Pendiri SOS Bo H Holmgreen berbagi sembako dengan para pemangku di suatu pura di kawasan Kabupaten Tabanan, Jumat (27/5/2022). -IST
“Kami bergelut dalam bidang minimalisasi pemborosan dan penyia-nyiaan makanan. Kami ingin memastikan makanan di Bali tidak berakhir di tempat penimbunan sampah. Kami mengalihkan makanan ‘sisa’ dari perhotelan yang masih sangat baik itu kepada orang yang lebih membutuhkan,” ujar Putu Minni, begitu ia akrab disapa, Sabtu (24/9/2022) pagi.
Perlu digarisbawahi bahwa sisa makanan yang dimaksud adalah makanan buffet atau prasmanan, juga makanan lain yang belum disentuh sama sekali. Makanan tersebut biasanya dibuat lebih oleh dapur hotel guna mengantisipasi kekurangan stok hidangan bagi tamu mereka.
SOS memang sengaja ditempatkan pada wilayah yang menjadi pusat kegiatan perhotelan lantaran sasaran mitra donatur makanan kebanyakan menyasar pelaku usaha perhotelan, meskipun juga melibatkan restoran dan produsen makanan.
Kata Food Safety Coordinator SOS Indonesia, Yuni Derlean, 39, sebelum makanan yang sudah ‘diselamatkan’ dari dapur hotel sampai ke tangan penerima, perlu dicek terlebih dahulu keamanan makanan tersebut untuk dikonsumsi.
“Keamanan makanannya sebenarnya kami percayakan ke pihak donatur karena mereka pasti ada tim untuk itu, kami di sini mencoba mengecek dari segi aroma dan rasa,” kata Yuni ketika ditemui pada kesempatan yang sama.
Pengecekan aroma dan rasa itu dilakukan lantaran makanan tersebut dipindahkan dari tempat donatur menuju kantor SOS Indonesia di Jalan Danau Tamblingan nomor 53 Sanur.
Meskipun sudah menggunakan kendaraan boks berpendingin, keamanan makanan tersebut tetap harus dipastikan.
Sebelum pandemi Covid-19, makanan surplus dari satu hotel dapat mencapai belasan kilogram. Namun, kata Yuni, saat ini jumlahnya sudah jauh menurun hingga di bawah 10 kilogram lantaran industri perhotelan masih belum pulih total.
Sebabnya, kala pandemi melanda di tahun 2020, SOS Indonesia sempat memutuskan untuk membuat dapur sendiri yang disebut Rescue Kitchen di Rumah Sanur Creative Hub untuk memasak secara bergotong-royong. Kegiatan itu pun didukung oleh berbagai pihak mulai dari penyediaan bahan dan bahkan ada beberapa chef profesional yang sukarela membantu para pahlawan makanan ini.
Sejak tahun 2020, SOS Indonesia sudah menyalurkan setidaknya 2 juta porsi makanan ke lebih dari 15 panti asuhan, juga ke yayasan sosial, pekerja informal berpenghasilan rendah di kawasan pariwisata, korban bencana, serta perkampungan kumuh, miskin, dan orang-orang yang hidup di penimbunan sampah di seluruh Bali. Penyaluran makanan tersebut dilakukan hampir setiap hari dari Senin hingga Jumat.
Namun sayangnya, untuk memroses makanan tersebut sehingga aman dikonsumsi, kemudian didistribusikan ke pihak-pihak yang benar-benar membutuhkan dengan turun langsung ke lokasi, serta perawatan kendaraan distribusi dengan alat pendingin tersebut memerlukan biaya operasional dan perawatan demi membuat kegiatan yang sangat mulia ini berkelanjutan di masa mendatang.
Foto: SOS Indonesia dan Asia Partners berbagi bersama warga di perkampungan yang berbatasan langsung kawasan GWK, Jumat (1/7/2022). -IST
Sehingga pada Sabtu (24/9/2022) pagi, seiring matahari menyingsing, SOS Indonesia mengadakan acara amal penggalangan dana bertajuk Million Meals Paddle di Rip Curl School of Surf, tepatnya berada di depan kawasan pantai Prama Sanur Beach Hotel.
Dalam acara ini lebih dari 50 orang baik warga lokal, wisatawan domestik, hingga ekspatriat ambil bagian guna mendukung SOS Indonesia melanjutkan gerakan mulia mereka.
“Untuk mendistribusikan makanan, kami perlu biaya operasional seperti bensin, perawatan kendaraan berpendingin, untuk staf, sehingga surplus makanan dari hotel tersebut dapat diberikan kepada orang yang punya lebih sedikit dari kita,” ungkap Putu Minni yang sudah ber-KTP Indonesia ini.
Melalui situs pendanaan massal www.give.asia, setiap peserta yang ikut mengayuh dayung sejauh 10 kilometer melintasi empat mercusuar di lepas Pantai Sanur Kauh dalam kategori standup paddle, surfboard, kayak-canoe, dan double kayak-canoe tersebut, masing-masing diberikan laman pribadi.
Di laman masing-masing, para peserta mengampanyekan diri bahwa mereka sedang menggalang dana lewat SOS Indonesia Million Meals Paddle demi mendukung mengurangi lebih banyak orang yang tidur setiap malam dalam kondisi perut kosong berhari-hari.
“Bali adalah rumah saya, sudah saatnya ada timbal balik yang bisa kita berikan. Untuk bule-bule di luar sana, jangan hanya melihat Bali itu seperti Sanur saja, ada hal lain yang belum diketahui dan saatnya kita memberikan sesuatu kembali kepada Bali setelah apa yang sudah kita nikmati,” pesan Putu Minni kepada rekan ekspatriatnya.
Bagi pelaku industri perhotelan, termasuk restoran, dan produsen yang ingin berkontribusi dalam mengurangi makanan yang terbuang sia-sia dan berdampak buruk bagi manusia dan lingkungan, ada empat persyaratan dasar yang harus dipenuhi jika ingin menjadi mantra SOS Indonesia, yakni komitmen terhadap kualitas dan keamanan makanan, memiliki manajemen tersendiri untuk mengelola sisa makanan, memiliki ruangan pendingin, dan tempat penyimpanan tersebut harus mudah diakses.
Pendaftaran menjadi mitra SOS Indonesia dapat dilakukan secara mandiri melalui situs www.scholarsofsustenance.org/sosbali-food-donors. *rat
1
Komentar