Soekarno Jadikan Olahraga sebagai Alat Diplomasi
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyebut, bagi Bung Karno, olahraga dapat membangun percaya diri bangsa dalam kerangka pembangunan fisik dan mental.
JAKARTA, NusaBali
Jelang Pekan Olahraga Nasional (PON) 2024 di Aceh dan Sumatera Utara digelar bedah buku bertajuk ‘Olahraga, Politik, dan Perlawanan Soekarno’ karya Dr Abrar dan Dr Syamsulrizal di Sabang, Provinsi Aceh, Sabtu (24/9/2022). Dalam bedah buku tersebut hadir kedua penulis, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Nabil Haroen, dan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.
Salah seorang penulis buku, Dr Abrar, mengatakan dirinya membuat buku itu karena Soekarno adalah bapak bangsa dan founding father. “Dan yang kedua, pemikiran Bung Karno bahwa olahraga menjadi salah satu alat diplomasi, itu masih relevan hingga saat ini. Misalnya Bung Karno membangun aliansi politik lewat olahraga. Dan ternyata itu langkah benar,” kata Abrar dalam keterangan tertulis yang diterima NusaBali, Sabtu (24/9/2022).
Abrar menilah, ide-ide Bung Karno banyak dibahas dan diingat oleh warga negeri lain. Ironisnya, di negeri sendiri tak dihargai. “Bung Karno di luar negeri selalu diangkat. Tapi kenapa kita sendiri tak angkat? Makanya itu, menjadi salah satu motivasi saya menuliskan buku ini,” imbuh Abrar.
Penulis lainnya, Dr Syamsurizal, mengatakan hal senada. “Peran dan kontribusi Bung Karno dalam olahraga, terutama dalam kaitan dengan politik, bisa hilang kalau tak ditelusuri dan dibukukan. Ini yang kami lakukan,” kata Syamsurizal.
Di dalam buku itu, dibahas bagaimana ajang olahraga memiliki dimensi politik. Termasuk apa yang dilakukan Soekarno pada tahun 1960-an melawan kolonialisme dan imperialisme Barat. Juga dibahas berbagai contoh aspek politik olahraga yang terjadi di berbagai negara lain di dunia.
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menjelaskan, bagi Bung Karno, olahraga dapat membangun percaya diri bangsa dalam kerangka pembangunan fisik dan mental atau nation and character building. Menurut Hasto, revolusi keolahragaan bangsa Indonesia untuk membentuk manusia baru Indonesia agar bangsa Indonesia berani melihat dunia dengan pikiran terbuka.
“Lalu berjalan di muka bumi secara tegak dengan kepercayaan diri yang tinggi serta fisik dan mental yang kuat, dan melandasinya dengan dedikasi yang tinggi, prestasi yang gemilang, berperilaku dan berbudi pekerti yang luhur, terpuji dan terhormat sehingga dihormati dan disegani oleh bangsa-bangsa lain,” jelas Hasto.
Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, lanjut Hasto, tidak hanya memperhatikan pelaksanaan olahraga, namun juga menganggap olahraga sebagai urusan negara dan menetapkannya sebagai keharusan negara. Perintah Presiden Soekarno tersebut kemudian dituangkan dalam rencana pembinaan keolahragaan yang dinamai 10 tahun olahraga.
Selain itu, olahraga bagi Bung Karno merupakan alat pemersatu bangsa, dan antarbangsa terjajah. Bahkan, menurut Soekarno, olahraga menjadi tolak ukur kekuatan dan kedaulatan suatu bangsa dan negara.
“Tidak heran apabila Bung Karno menggunakan olahraga sebagai instrumen penerapan sila nasionalisme dan internasionalisme di dalam membebaskan bangsa-bangsa Asia dan Afrika dari kolonialisme dan imperialisme,” ucap Hasto.
Sejarah dunia mencatat, saat Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games 1962 di Jakarta, menolak kehadiran atlet-atlet dari Israel dan Taiwan.
“Itu sebagai bentuk solidaritas atas kemerdekaan bangsa Palestina dan dukungan terhadap Republik Rakyat Tiongkok,” kata Hasto.
Sedangkan anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Nabil Haroen yang akrab disapa Gus Nabil, memberi masukan agar diperbanyak dokumen pidato ataupun kebijakan Soekarno di bidang olahraga.
“Saya meyakini, banyak pidato Bung Karno yang bisa dimasukkan ke dalam buku ini dalam edisi revisi,” ucap Gus Nabil.
Menurut Wakil Rektor Bidang Akademik ISBI Aceh Dr Wildan, buku ini diharapkan jadi literasi di bidang olahraga dan politik.
“Buku yang penting dan menarik. Di dalamnya ada kutipan puisi Muhammad Ali yang inspiratif yang perlu untuk diketahui termasuk oleh kalangan anak muda saat ini,” kata Wildan.
Ketua Program S3 Unsyiah Prof Rusli Yusuf, menyebut dimensi olahraga dan politik selayaknya bisa dilaksanakan dengan baik dan bisa pula diprediksi. “Sering kali kita menafikan politik. Namun sejatinya politik tidak bisa dipisahkan dari kehidupan,” papar Prof Rusli. *k22
Salah seorang penulis buku, Dr Abrar, mengatakan dirinya membuat buku itu karena Soekarno adalah bapak bangsa dan founding father. “Dan yang kedua, pemikiran Bung Karno bahwa olahraga menjadi salah satu alat diplomasi, itu masih relevan hingga saat ini. Misalnya Bung Karno membangun aliansi politik lewat olahraga. Dan ternyata itu langkah benar,” kata Abrar dalam keterangan tertulis yang diterima NusaBali, Sabtu (24/9/2022).
Abrar menilah, ide-ide Bung Karno banyak dibahas dan diingat oleh warga negeri lain. Ironisnya, di negeri sendiri tak dihargai. “Bung Karno di luar negeri selalu diangkat. Tapi kenapa kita sendiri tak angkat? Makanya itu, menjadi salah satu motivasi saya menuliskan buku ini,” imbuh Abrar.
Penulis lainnya, Dr Syamsurizal, mengatakan hal senada. “Peran dan kontribusi Bung Karno dalam olahraga, terutama dalam kaitan dengan politik, bisa hilang kalau tak ditelusuri dan dibukukan. Ini yang kami lakukan,” kata Syamsurizal.
Di dalam buku itu, dibahas bagaimana ajang olahraga memiliki dimensi politik. Termasuk apa yang dilakukan Soekarno pada tahun 1960-an melawan kolonialisme dan imperialisme Barat. Juga dibahas berbagai contoh aspek politik olahraga yang terjadi di berbagai negara lain di dunia.
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menjelaskan, bagi Bung Karno, olahraga dapat membangun percaya diri bangsa dalam kerangka pembangunan fisik dan mental atau nation and character building. Menurut Hasto, revolusi keolahragaan bangsa Indonesia untuk membentuk manusia baru Indonesia agar bangsa Indonesia berani melihat dunia dengan pikiran terbuka.
“Lalu berjalan di muka bumi secara tegak dengan kepercayaan diri yang tinggi serta fisik dan mental yang kuat, dan melandasinya dengan dedikasi yang tinggi, prestasi yang gemilang, berperilaku dan berbudi pekerti yang luhur, terpuji dan terhormat sehingga dihormati dan disegani oleh bangsa-bangsa lain,” jelas Hasto.
Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, lanjut Hasto, tidak hanya memperhatikan pelaksanaan olahraga, namun juga menganggap olahraga sebagai urusan negara dan menetapkannya sebagai keharusan negara. Perintah Presiden Soekarno tersebut kemudian dituangkan dalam rencana pembinaan keolahragaan yang dinamai 10 tahun olahraga.
Selain itu, olahraga bagi Bung Karno merupakan alat pemersatu bangsa, dan antarbangsa terjajah. Bahkan, menurut Soekarno, olahraga menjadi tolak ukur kekuatan dan kedaulatan suatu bangsa dan negara.
“Tidak heran apabila Bung Karno menggunakan olahraga sebagai instrumen penerapan sila nasionalisme dan internasionalisme di dalam membebaskan bangsa-bangsa Asia dan Afrika dari kolonialisme dan imperialisme,” ucap Hasto.
Sejarah dunia mencatat, saat Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games 1962 di Jakarta, menolak kehadiran atlet-atlet dari Israel dan Taiwan.
“Itu sebagai bentuk solidaritas atas kemerdekaan bangsa Palestina dan dukungan terhadap Republik Rakyat Tiongkok,” kata Hasto.
Sedangkan anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Nabil Haroen yang akrab disapa Gus Nabil, memberi masukan agar diperbanyak dokumen pidato ataupun kebijakan Soekarno di bidang olahraga.
“Saya meyakini, banyak pidato Bung Karno yang bisa dimasukkan ke dalam buku ini dalam edisi revisi,” ucap Gus Nabil.
Menurut Wakil Rektor Bidang Akademik ISBI Aceh Dr Wildan, buku ini diharapkan jadi literasi di bidang olahraga dan politik.
“Buku yang penting dan menarik. Di dalamnya ada kutipan puisi Muhammad Ali yang inspiratif yang perlu untuk diketahui termasuk oleh kalangan anak muda saat ini,” kata Wildan.
Ketua Program S3 Unsyiah Prof Rusli Yusuf, menyebut dimensi olahraga dan politik selayaknya bisa dilaksanakan dengan baik dan bisa pula diprediksi. “Sering kali kita menafikan politik. Namun sejatinya politik tidak bisa dipisahkan dari kehidupan,” papar Prof Rusli. *k22
Komentar