RUU KUHP Mengakui dan Menghormati Hukum Adat
MANGUPURA, NusaBali
Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RUU KUHP berisi antara lain pengakuan dan penghormatan atas hukum adat.
Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM Bidang Politik dan Keamanan yang juga merupakan anggota tim sosialisasi RKUHP, Ambeg Paramarta mengatakan ‘Pasal 2 dan 601 RKUHP yang memuat tentang living law adalah bentuk pengakuan dan penghormatan terhadap hukum adat yang masih hidup di masyarakat yang sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar, Hak Asasi Manusia, dan asas-asas hukum umum’.
Pernyataan itu disampaikan Ambeg Paramarta dalam acara dialog publik RUU KUHP di Bali Dynasty Resort Jalan Kartika Plaza, Tuban, Kuta, Badung, Selasa (27/9). Acara dialog yang diselenggarakan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum ini dihadiri antara lain tokoh pemerintahan, penegak hukum, tokoh adat, tokoh agama, kalangan akademisi, mahasiswa, pimpinan redaksi media lokal Bali serta para tokoh NTB dan NTT yang mengikuti acara ini secara daring.
Ambeg menjelaskan, penegasan dan pengkompilasian hukum adat yang sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar, Hak Asasi Manusia, dan asas-asas hukum umum nanti diatur dalam Peraturan Daerah, kata Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM Bidang Politik dan Keamanan sambil menambahkan bahwa ‘Penegasan hukum pidana adat justru memberikan kepastian hukum’.
Dalam RUU KUHP, pengaturan sanksi bagi pelanggaran atas hukum yang hidup pada suatu daerah adalah berupa pemenuhan kewajiban adat (Pasal 601), yang dianggap sebanding dengan Pidana Denda kategori II (10 juta Rupiah), dan dapat dikenakan pidana pengganti berupa ganti rugi, apabila kewajiban adat setempat itu ternyata tidak dijalankan (Pasal 96)
Pengaturan living law dalam RUU KUHP itu sesuai pertimbangan Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 yang menyebutkan pengukuhan dan hapusnya masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Perda dan ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah, sebagai delegasi wewenang yang diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur UU”.
Sementara Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono mengatakan RUU KUHP membawa semangat pembaruan hukum. “RUU KUHP membawa semangat pembaharuan tujuan membentuk aturan hukum yang lebih baik,” kata Dini Purwono sambil menambahkan bahwa RUU KUHP adalah aturan fundamental yang akan menjadi landasan penting dalam pengaturan kehidupan masyarakat di masa datang. “Aturan ini dibuat untuk melindungi dan membimbing prilaku masyarakat untuk menentukan apa yang baik dan boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, berikut sanksinya jika melanggar,” katanya.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum menjelaskan bahwa isu-isu terkait RUU KUHP telah dijelaskan ke publik untuk menghindari persepsi yang keliru. “Tapi kami menyadari di era informasi digital seperti sekarang terkadang pesan atau penjelasan dari pemerintah tidak diterima secara utuh oleh masyarakat. Karena itu tujuan dialog publik ini adalah menjelaskan substansi RUU KUHP sekaligus mendengar masukan dan aspirasi dari masyarakat”, kata Dini sambil menjelaskan bahwa draft RUU KUHP versi tanggal 4 Juli 2022 bisa diakses oleh masyarakat di website pemerintah (Peraturan.go.id) dan website DPR.
“Saya percaya dialog publik ini akan memberikan hasil yang baik, karena kita semua datang dengan niat baik agar Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang disahkan kelak – bisa menjawab tantangan dan kebutuhan hukum di masyarakat, baik sekarang maupun di masa yang akan datang,” pungkas Dini Purwono. *sur
1
Komentar