PN Singaraja Eksekusi Lahan di Pemaron
Massa Kepung Lokasi, Sebut Ada Permainan Mafia Tanah
Massa juga memasang sejumlah spanduk yang menunjukkan rasa tidak puas dengan proses hukum.
SINGARAJA, NusaBali
Pengadilan Negeri (PN) Singaraja mengeksekusi lahan luas 6 are di Desa Pemaron, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Rabu (28/9) pagi. Eksekusi tanah milik Dewa Gede Suadnyana di pinggir Jalan Raya Singaraja - Seririt tersebut berlangsung tegang. Tim juru sita dari PN Singaraja sempat dihalangi oleh sejumlah massa yang mengepung lokasi.
Puluhan massa mendatangi lahan yang di atasnya terdapat toko bangunan tersebut. Massa juga memasang sejumlah spanduk yang menunjukkan rasa tidak puas dengan proses hukum. Mereka menyatakan menolak proses eksekusi tanah dan bangunan. Mereka juga menyebutkan ada permainan mafia tanah di balik proses lelang dan eksekusi.
Dalam proses eksekusi, juru sita PN Singaraja dikawal Pasukan Dalmas Polres Buleleng yang dipimpin Kabag Ops Polres Buleleng Kompol I Gusti Alit Putra. Aparat kepolisian langsung membubarkan massa yang berkumpul di sekitar toko bangunan. Upaya tersebut berhasil dan massa satu persatu mundur menjauhi areal eksekusi.
Sebelum penetapan eksekusi, Yulius Logo selaku kuasa hukum pemohon eksekusi dengan Dewa Gede Suadnyana selaku termohon eksekusi, sempat bernegosiasi. Pihak termohon meminta agar diberi perpanjangan waktu selama dua bulan untuk membereskan barang-barang. Namun kuasa hukum pemohon hanya memberikan waktu selama dua minggu.
Setelah negosiasi yang cukup panjang, kuasa hukum pemohon sepakat memberikan waktu selama sebulan, untuk mengosongkan tanah dan bangunan. Kemudian Panitera PN Singaraja Anak Agung Nyoman Diksa membacakan berita acara eksekusi dengan permohonan eksekusi Nomor 9/Pdt.Eks/2021/PN SGR. Dalam berita acara tersebut, panitera menyatakan dua bidang lahan masing-masing SHM Nomor 488/Desa Pemaron dengan luas 4 are dan SHM Nomor 625/Desa Pemaron dengan luas 2 are.
Agung Diksa mengatakan, eksekusi tetap berjalan meski di atas lahan tersebut masih terdapat barang-barang milik termohon eksekusi. Menurutnya, sudah ada kesepakatan bahwa termohon eksekusi akan mengosongkan lahan tersebut secara sukarela, dalam waktu 30 hari mendatang. "Eksekusi sudah berjalan dan sudah kami lakukan penyerahan kunci pada kuasa pemohon. Jika dalam waktu 30 hari mendatang terjadi ingkar janji, maka akan ada upaya paksa," katanya.
Sementara itu Yulius Logo mengatakan, kliennya yakni Sudarmiati Hadisoeselo membeli lahan itu melalui proses lelang terbuka di Kantor Perbendaharaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Singaraja. Permohonan eksekusi sudah diajukan pada 2019 lalu, namun baru bisa terlaksana kemarin.
Menurutnya penundaan pengosongan juga mempertimbangkan situasi di lokasi eksekusi. "Waktu sebulan itu adalah kebijakan dari principal kami. Kami harap termohon memanfaatkan waktu itu untuk memindahkan barang secara sukarela. Jika tidak dilakukan, kami akan mempertimbangkan untuk melakukan upaya paksa," ujarnya.
Di sisi lain, kuasa hukum termohon, Ida Bagus Nyoman Alit menyatakan pengadilan tidak memperhatikan hak hukum kliennya. Dia mengklaim ada proses kasasi yang sedang berjalan. Menurutnya, seharusnya proses eksekusi menanti hasil kasasi yang bergulir di Mahkamah Agung.
Dia juga mengklaim kliennya, Dewa Gede Suadnyana, tak pernah mengetahui proses lelang. "Jadi tiba-tiba pengadilan langsung mengirim ada proses lelang, tanpa pernah mempertemukan para pihak di pengadilan. Jelas, klien kami tidak puas secara hukum, karena hak klien kami di mata hukum diabaikan," kata dia.
Untuk diketahui, proses eksekusi itu bermula dari utang piutang antara Dewa Gede Suadnyana dengan salah satu bank BUMN di Buleleng. Diduga ada proses wanprestasi di dalamnya, sehingga pihak bank melakukan lelang melalui KPKNL Singaraja. Lelang itu dimenangkan Sudarmiati Hadisoeselo. *mz
Puluhan massa mendatangi lahan yang di atasnya terdapat toko bangunan tersebut. Massa juga memasang sejumlah spanduk yang menunjukkan rasa tidak puas dengan proses hukum. Mereka menyatakan menolak proses eksekusi tanah dan bangunan. Mereka juga menyebutkan ada permainan mafia tanah di balik proses lelang dan eksekusi.
Dalam proses eksekusi, juru sita PN Singaraja dikawal Pasukan Dalmas Polres Buleleng yang dipimpin Kabag Ops Polres Buleleng Kompol I Gusti Alit Putra. Aparat kepolisian langsung membubarkan massa yang berkumpul di sekitar toko bangunan. Upaya tersebut berhasil dan massa satu persatu mundur menjauhi areal eksekusi.
Sebelum penetapan eksekusi, Yulius Logo selaku kuasa hukum pemohon eksekusi dengan Dewa Gede Suadnyana selaku termohon eksekusi, sempat bernegosiasi. Pihak termohon meminta agar diberi perpanjangan waktu selama dua bulan untuk membereskan barang-barang. Namun kuasa hukum pemohon hanya memberikan waktu selama dua minggu.
Setelah negosiasi yang cukup panjang, kuasa hukum pemohon sepakat memberikan waktu selama sebulan, untuk mengosongkan tanah dan bangunan. Kemudian Panitera PN Singaraja Anak Agung Nyoman Diksa membacakan berita acara eksekusi dengan permohonan eksekusi Nomor 9/Pdt.Eks/2021/PN SGR. Dalam berita acara tersebut, panitera menyatakan dua bidang lahan masing-masing SHM Nomor 488/Desa Pemaron dengan luas 4 are dan SHM Nomor 625/Desa Pemaron dengan luas 2 are.
Agung Diksa mengatakan, eksekusi tetap berjalan meski di atas lahan tersebut masih terdapat barang-barang milik termohon eksekusi. Menurutnya, sudah ada kesepakatan bahwa termohon eksekusi akan mengosongkan lahan tersebut secara sukarela, dalam waktu 30 hari mendatang. "Eksekusi sudah berjalan dan sudah kami lakukan penyerahan kunci pada kuasa pemohon. Jika dalam waktu 30 hari mendatang terjadi ingkar janji, maka akan ada upaya paksa," katanya.
Sementara itu Yulius Logo mengatakan, kliennya yakni Sudarmiati Hadisoeselo membeli lahan itu melalui proses lelang terbuka di Kantor Perbendaharaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Singaraja. Permohonan eksekusi sudah diajukan pada 2019 lalu, namun baru bisa terlaksana kemarin.
Menurutnya penundaan pengosongan juga mempertimbangkan situasi di lokasi eksekusi. "Waktu sebulan itu adalah kebijakan dari principal kami. Kami harap termohon memanfaatkan waktu itu untuk memindahkan barang secara sukarela. Jika tidak dilakukan, kami akan mempertimbangkan untuk melakukan upaya paksa," ujarnya.
Di sisi lain, kuasa hukum termohon, Ida Bagus Nyoman Alit menyatakan pengadilan tidak memperhatikan hak hukum kliennya. Dia mengklaim ada proses kasasi yang sedang berjalan. Menurutnya, seharusnya proses eksekusi menanti hasil kasasi yang bergulir di Mahkamah Agung.
Dia juga mengklaim kliennya, Dewa Gede Suadnyana, tak pernah mengetahui proses lelang. "Jadi tiba-tiba pengadilan langsung mengirim ada proses lelang, tanpa pernah mempertemukan para pihak di pengadilan. Jelas, klien kami tidak puas secara hukum, karena hak klien kami di mata hukum diabaikan," kata dia.
Untuk diketahui, proses eksekusi itu bermula dari utang piutang antara Dewa Gede Suadnyana dengan salah satu bank BUMN di Buleleng. Diduga ada proses wanprestasi di dalamnya, sehingga pihak bank melakukan lelang melalui KPKNL Singaraja. Lelang itu dimenangkan Sudarmiati Hadisoeselo. *mz
1
Komentar