Ngancam, Prajuru Desa Adat Divonis 4 Bulan
Pagayuban Deposan LPD Anturan Datangi PN
Ketut Supandra didakwa melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena melakukan pengancaman melalui media sosial.
SINGARAJA, NusaBali
Massa dari Pagayuban Deposan LPD (Lembaga Perkreditan Desa) Adat Anturan, Buleleng, mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, Rabu (5/10) pagi. Mereka menyampaikan aspirasi terkait kasus pengancaman Koordinator Paguyuban Deposan LPD Anturan Ketut Yasa oleh Prajuru Desa Adat Anturan Ketut Supandra.
Dalam perkara tersebut, Ketut Supandra didakwa melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena melakukan pengancaman melalui media sosial. Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), dia dituntut hukuman pidana penjara selama tiga bulan dan denda Rp 5 juta subsidiair sebulan kurungan.
Majelis Hakim PN Singaraja dipimpin hakim I Made Bagiarta dengan hakim anggota I Gusti Ayu Kade Ari Wulandari, Wayan Eka Satria Utama, dalam sidang putusan, Rabu kemarin, menjatuhkan vonis empat bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider sebulan kurungan, terhadap Ketut Supandra. Vonis tersebut lebih berat dibandingkan tuntutan JPU sebelumnya.
Terkait putusan tersebut, Supandra menyatakan menerima putusan majelis hakim dan tidak akan banding. Hal senada juga disampaikan oleh JPU I Komang Agus Sugiharta.
Ketut Yasa mengaku bersyukur atas putusan majelis hakim yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa. "Harapan kami, (vonis) paling tidak satu tahun. Tetapi, Majelis Hakim sudah memutuskan empat bulan kurungan dan denda 100 juta subsider sebulan. Putusan itu tentu memiliki pertimbangan, ini yang kami hormati," ujarnya.
Untuk diketahui, perkara yang menjerat terdakwa Ketut Supandra berawal dari pertemuan pada 4 Januari 2022 lalu di Sekretariat LPD Anturan. Terdakwa disebut sempat berkata 'Hai Putu Yasa, You jadi target saya. Nanti you berhadapan dengan saya'. Korban Ketut Yasa pun merespons dengan 'Ketut Yasa saya, silakan saja'.
Malam harinya, sekitar pukul 19.00 Wita, korban menerima telepon dari sebuah nomor yang belakangan diketahui milik terdakwa. Dalam percakapan berdurasi 12 menit dan 43 detik itu, terdapat sebuah kalimat ancaman, ‘sekali lagi kau masuk ke Desa Anturan saya bunuh kau’. Perbuatan itu membuat korban merasa terancam. *mz
Dalam perkara tersebut, Ketut Supandra didakwa melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena melakukan pengancaman melalui media sosial. Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), dia dituntut hukuman pidana penjara selama tiga bulan dan denda Rp 5 juta subsidiair sebulan kurungan.
Majelis Hakim PN Singaraja dipimpin hakim I Made Bagiarta dengan hakim anggota I Gusti Ayu Kade Ari Wulandari, Wayan Eka Satria Utama, dalam sidang putusan, Rabu kemarin, menjatuhkan vonis empat bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider sebulan kurungan, terhadap Ketut Supandra. Vonis tersebut lebih berat dibandingkan tuntutan JPU sebelumnya.
Terkait putusan tersebut, Supandra menyatakan menerima putusan majelis hakim dan tidak akan banding. Hal senada juga disampaikan oleh JPU I Komang Agus Sugiharta.
Ketut Yasa mengaku bersyukur atas putusan majelis hakim yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa. "Harapan kami, (vonis) paling tidak satu tahun. Tetapi, Majelis Hakim sudah memutuskan empat bulan kurungan dan denda 100 juta subsider sebulan. Putusan itu tentu memiliki pertimbangan, ini yang kami hormati," ujarnya.
Untuk diketahui, perkara yang menjerat terdakwa Ketut Supandra berawal dari pertemuan pada 4 Januari 2022 lalu di Sekretariat LPD Anturan. Terdakwa disebut sempat berkata 'Hai Putu Yasa, You jadi target saya. Nanti you berhadapan dengan saya'. Korban Ketut Yasa pun merespons dengan 'Ketut Yasa saya, silakan saja'.
Malam harinya, sekitar pukul 19.00 Wita, korban menerima telepon dari sebuah nomor yang belakangan diketahui milik terdakwa. Dalam percakapan berdurasi 12 menit dan 43 detik itu, terdapat sebuah kalimat ancaman, ‘sekali lagi kau masuk ke Desa Anturan saya bunuh kau’. Perbuatan itu membuat korban merasa terancam. *mz
Komentar